Berangkat dari artikel berita sekitar pemilihan Presiden Amerika Serikat yang baru selesai, Â pertanyaan refleksiku menjadi : Pengalaman atau Petuahkah yang banyak pengaruhi hidupmu.? Â Pertanyaan yang layak dikemukakan pada suatu tahapan hidup yang penting. Banyak atau sedikit boleh diukur tetapi sebenarnya bagaimana pengalaman memberimu petuah untuk hidupmu sampai saat itu.?
Petuah yang menginspirasi dari Joe Biden Sr (+2002) untuk anaknya "sungguh membuat Joe Biden" anak itu yang sekarang bakal menghuni "Gedung Putih", "tak pernah patah semangat dalam menjalani hidupnya".
"Ayah saya selalu berkata, "tolok ukur keberhasilan seorang pria bukan dari seberapa sering dia dijatuhkan, melainkan seberapa cepat dia bangkit'," ucap Joe Biden, saya kutip dari berita Tempo Jakarta, Nopember 08 yl. (Tempo Jkt)
Petuah adalah semacam pesan khusus dari orang tua, guru, atau orang bijak yang dikemas dalam suatu konsep untuk kehidupan kedepan, bagi anak, siswa atau pengikutnya. Bagi penerima petuah pesan itu menjadi pedoman hidup.
Petuah pada umumnya juga diberikan dan diterima pada kesempatan khusus atau pada waktu yang tidak sembarangan. Semua dimaksudkan agar penerimaan petuah  sungguh efektif. Maka bagi penerima, menerima petuah merupakan pengalaman yang istimewa pula.
Saya sendiri mencatat  sekurang-kurangnya 7 plus 4 tahun dipengaruhi oleh suatu "pengalaman" dikejutkan oleh tegoran sebagai "anak nakal". Dan sejak itu hidup saya ditantang membuktikan untuk menjadi "anak nakal yang baik".Â
Segala prestasi yang dapat saya peroleh dipengaruhi, didorong oleh pengalaman umur 12 tahun itu. Tentu banyak pula petuah dan motivasi lain pengarah dalam hidup itu. Tetapi pengalaman dan niat dasar yang sesaat itu selalu meneguhkan saya. Â
Mungkin itulah pengalaman saya (usia 79th) yang sama dengan Joe Biden (78th), umurpun hampir sama, cuma pembaca maklum bedanya, dia terpilih hingga ke Gedung Putih. (hehehe!!!).
Sangat tipis bedanya apakah seseorang dipengaruhi oleh Pengalaman (dan mendapat pembelajaran) dengan dipengaruhi oleh petuah yang diterimanya dari orang lain (dalam sebuah peristiwa pertemuan).
Memang "Pengalaman Itu Guru Yang Baik" kata Petuah kuno pula. Tetapi di Era R.4 ini apalagi dipacu oleh Covid.19, peran Guru sedikit banyak bergeser.Â
Peran guru itu dari satu sisi terbantu oleh peran yang kembali ke Orang Tua Siswa, dari sisi lain dengan sistem diasporanya siswa dan penggunaan IT pengaruh kesan bagi siswa banyak berkurang. Dapat pula dikatakan pengalaman siswa untuk bertemu guru, bertemu teman, berlatih komunikasi dan bersosialisasi disekolah hampir hilang.
Bagi siswa SD, SMP, SMA, kesan pengaruh kehebatan guru di dukung kebesaran nama Sekolah, saya kira masih tercermin sedikit banyak pada even-even reuni sekolah.Â
Disana kehadiran guru dielu-elu layak disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Dan itu sungguh bisa dipahami sesuai dengan semua aspek peran lembaga sekolah dengan gurunya sebagai media pewarisan nilai-nilai kehidupan.Â
Seperti nilai keilmuan, nilai keimanan, nilai sosial-budaya, nilai kepribadian yang berkarakter luhur. Maka masih harus menjadi pertanyaan bagaimana peran guru sekolah diera ini dipenuhkan lagi.
Konon Sang Guru Confucius (557-479) pernah mengatakan: Segala sesuatu mempunyai wajah keindahan, tetapi tidak segala orang dapat melihatnya. Dalam ungkapan ini saya kira kata Melihat mewakili juga kata Mengalami. Â
Tetapi justru kenyataan kehadiran Sang Guru itu sendiri yang hudup ditahun itu, Sang Guru Yesus dari Nasaret, Sang Nabi besar dan Guru Muhammad, yang hidup pada saat itu, tidak semua orang melihat dan mengalami hidup mereka. Tetapi banyak pesan dan ajaran para guru besar itu sekarang dihidupi dan dialami para pemeluk pesan kehidupan itu.
Apakah Pembaca yang budiman, akan memperluas permasalahan ini lagi ? Hari ini tanggal 10 Nopember Hari Pahlawan Nasional. Peringatan Hari Pahlawan hanya menjadi modus, upacara, untuk realisasi anggaran, ketika peringatan itu tidak punya makna dan buah yang lain.
Para peserta upacara harus bisa "melihat" para pahlawan, pesan dan perjuangannya. Kita yang dirumahkan mungkinkah menghayati dan mensyukuri bahwa para pahlawan pejuang bangsa itu pernah hidup, sehingga menjadikan kita seperti sekarang ini.
Memang Charles Dickens (1812-1870) seorang penulis dan pengamat sosial Inggris yang kritis, pernah menulis kira-kira begini : "Renungi berkah yang sekarang kita masing-masing terima, yang berbeda beda, lupakan kekecewaan masa lalu bukankah kekecewan itu biasanya sama." Sepintas sepertinya tidak perlu kita ingat kekecewaan, kesusah payahan perjuangan masa lalu.Â
Tetapi mengenang para pejuang berempati dan mengalami kembali dalam kenangan, bisa menjadi pembelajaran dan dapatkan  hikmah untuk hidup penuh syukur dan melestarikan hasil capaian dari tetesan darah para Pahlawan Nasional itu.
Dalam hidup keseharian baik pengalaman maupun petuah memang memberi suatu pertimbangan untuk masa depan. Tetapi dalam perspektif pesan Charles Dickens pengalaman dan petuah sudah masa silam. Apa yang benar masa sekarang, adalah berkah yang sedang kita alami sekarang ini.Â
Berkah dalam pesan C.Dickens itu untuk pembahasan kita, adalah peluang yang kita imani sebagai karunia Tuhan yang juga sebenarnya kemampuan manusia berupaya.Â
Dan upaya itu Merenungi berkah sekarang dengan Merubah Petuah Menjadi Pengalaman, penghayatan ! Dan berlanjut Mencari pengalaman baru untuk mendapatkan petuah kehidupan kedepan.
Pembaca yang budiman, ketika kita dengan rasa hidup beriman bersedia sebentar "melihat" kehidupan kita, pastilah bisa sependapat dengan saya, bahwa memang benar kata seorang jurnalis Amerika Oprah Winfrey (+1954) : Blessings flow in the space of gratitude. Saya suka menterjemahkannya : Rahmat Barokah bagai hujan di angkasa hati yang beryukur.
Dan saya berterima kasih kepada Tempo, Jakarta dan Joe Biden Sr dan Jr. Yang telah berbagi ditulisan saya ini. Â Selanjutnya tolong terima permintaan maaf saya bila ada salah kata. Tolong pula terima salam hormat saya.
Ganjuran  Nop.10, 2020. Emmanuel Astokodatu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI