Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya Transparansi dan Rasa Malu

28 Oktober 2020   17:17 Diperbarui: 28 Oktober 2020   17:26 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Satu berita saja yaitu tentang ucapan Wapres Amin Ma'ruf di Haul (Virtual) ke-39 KH.Abdul Hamid,Senin 26/10/2020, membuat permenungan yang luas dalam kehidupan ini. Dikatakan pada era digital ini publisitas menjadi ukuran kebaikan seseorang. Padahal apa yang dipublish belum tentu mempunyai dampak positip lebih besar daripada yang tidak dipublish.

Lebih jauh Amin Ma'ruf menjelaskan bahwa mentalitas syuhrah yaitu mental pencitraan diri agar dikenal lebih luas, dan amal kebaikan yang dilakukan itu harus diketahui seluas mungkin oleh publik. Itu bertentangan dengan apa yang dalam tradisi ilmu tasawuf dikenal dengan Khumul. Yaitu fokus pada aktifitas perbuatan baik dengan membungkus dan menutupinya agar tidak diketahui orang lain.

Ajaran khumul sudah banyak dilupakan, sementara mental syuhrah sudah banyak menjebak warga.Wapres memberi nasehat untuk memetik tauladan KH.Abdul Hamid dalam khumul dan menyikapi kemajuan teknologi untuk kepentingan dakwah. (Sumber)  Wapres memberi alternatip sehat untuk menikmati kemajuan teknologi dan menyikapi dan mengalami budaya serba terbuka diera digital ini.

Era digital dan berkembangnya fasilitas kemajuan teknologi membuahkan bagi manusia budaya publisitas, yang sejalan dengan budaya transparansi. Dan publik pun dengan spontan serba mau ingin tahu, lebih jauhnya bahkan cenderung mau ingin ikut menentukan mengambil keputusan bersama orang yang kompeten. Pembagian peran-peran tradisional dan kesepakatan sebelumnya cenderung diabaikan.

Dalam kondisi seperti ini khususnya kecenderungan mengarah budaya transparansi digital ini, saya mempunyai catatan tiga hal saja yang sangat mengesan bagi saya:

Satu: Peran medsos dalam pembudayaan transparansi

Dua: Peran edukasi dalam pengembangan kepribadian,

Tiga: Transpasansi dalam moralitas seksual.

Dan dengan mencatat akhirnya menulis melepas beban jiwa saya pada tulisan ini.

Ad satu, Kita sama-sama tahu dewasa ini tersedia pelbagai aplikasi pelayanan publik membuat dunia baru,ada yang mengatakan dunia maya. Seperti yang dibuat oleh Facebook, Twitter,dsb. Tetapi "dunia maya" itu laku menjadi sasaran pemberitaan, karena memang terjadi disana berjenis-jenis komunikasi dan membuat banyak perubahan didunia nyata.(dunia baru)

Dan pemberitaan itu jadi transparan apabila lengkap dengan latar belakang, peristiwa itu sendiri, dampak dan opini. Yang kadang membuat geleng kepala melihat "pilihan" juru berita. Seringkali tampak sekedar yang diperkirakan sedang menjadi harapan publik, yang sensaional misal perlaku selebritis yang unik. Seringkali menganut adagium "berita buruk itu berita baik". Dan yang sebenarnya sangat sering pilihan pemberitaan untuk kepentingan politik. Seperti beberapa waktu ini berita : ada lembaga pengamat yang menandai bahwa akhir-akhir ini medsos menjadi juru bicara pemerintah.(demikian peran pembertitaan)

Tidak semua penyedia aplikasi, berita, atau medsos manapun yang ingin saya nilai (kayak ahlinya saja), tetapi sebagai warga masyarakat saya akan sangat menghargai siapapun itu yang memberi pembaruan, manfaat, aspirasi, menarik bahkan yang menghibur ketika menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang beriman. Sebab humanis yang atheis biasanya sangat egois, atau sebaliknya yang egois itu pikiran humanis atheis.(nilai)

Ad.Dua. Berbicara tentang nilai tak bisa lepas dari pendidikan. Istilah saya pendidikan itu sumber nilai, dan lembaga transfer nilai-nilai. Berenang di arena digital dengan semua peran yang diemban tampaknya banyak lembaga pendidikan belum cukup siap.

Diperlukan sungguh kesiapan mental bertumbuh (grouwth mindset) dengan budaya R-4 ini bagi setiap unsur dalam lembaga itu. Tampaknya lembaga pendidikan dengan asrama, seperti pondok pesantren, memiliki peluang dekat dengan kesiapan mental tersebut. Saya mengenal sebuah sekolah SMA di Yogyakarta yang mendatangkan ahlinya untuk sosialisasi dan membangun mental bertumbuh dalam sekolah R4.itu.

Adapun yang terkait dengan tata nilai pilihan mentalitas khumul atau syuhrah akan terkait dengan mental, semangat dan visi sekolah yang terbina oleh lingkungan dan keteladanan para senior, guru atau pembina.(mindset alma mater)

Ad.Tiga. Memikirkan hal mental publisitas, mental syuhrah ketika itu terkait dengan proses politik dan pencitraan sepertinya hati ini masih bisa tersenyum juga. Lagi-lagi membaca berita protes atas peretasan atau suatu kontrol terhadap komunikasi pribadi, saya masih juga tersenyum. Protes atas dibukanya privacy. (apa masih punya?)

Wapres dengan pernyataannya terkutip sudah membuka keterkaitan mental publisitas dangan nilai moral bahkan keimanan, diera keterbukaan ini. Saya masih menanti pembahasan para pumuka masyarakat terhadap juga adanya berita bahwa masih terdapat promosi marak di medsos untuk tempat prostitusi.

Diera keterbukaan juga di beberapa aplikasi masih berkeliaran praksis keterbukaan yang kurang menghargai privacy dan nilai luhur seksualitas. Rupanya rasa malu sudah hampir dilupakan. Rasa malu adalah perasaan yang terlatih terbangun oleh suara hati dan sikap moral sosial.

Rasa malu adalah warning dari suara hati yang dalam praksis merupakan kesadaran diri sebagai manusia sosial. Nilai yang kita hayati juga menjadi nilai kehidupan bersama. Seksualitas dan hidup berkeluarga adalah nilai yang luhur karena terkait dengan peran tugas kemanusiaan beriman dalam prokreasi. Meliputi masalah pribadi seperti iman itu sendiri, sekaligus masalah sosial kebersamaan yang tidak pantas dibuka dijual murah.

Demikian butir-butir yang ikut meramaikan budaya transparansi di zaman digital ini baik yang diberitakan, disoroti publik, maupun yang disimpan dalam aplikasi. Semua bisa jadi buah jebakan (istilah Wapres terkutip) atau buah kealpaan moral. Atau bisa menjadi pertanyaan reflektif buat kita masing-masing atau siapa saja.

Kata akhir, tolong terima permintaan maaf saya atas kata-kata yang membuat tidak berkenan. Dan tolong terima salam hormat saya yang penuh rasa terima kasih.

Ganjuran, Oktober 27 ,2020. Emmanuel Astokodatu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun