"Memaknai lebih dalam" maksudnya disini adalah melalui permenungan menemukan nilai lebih daripada apa yang keseharian dirasakan dan dilakukan.Â
Permenungan itu diharapkan berlaku untuk umum bukan khusus untuk salah satu profesi,golongan atau keyakinan tertentu, karena "lebih dalam" maksudnya  mau menyentuh nilai-nilai kemanusiaan, yang sedang dirundung keprihatinan menghadapi Covid-19 ini. Khususnya situasi "DIRUMAHKAN" oleh upaya social distancing. Â
Sudah banyak sosialisasi, simulasi, persuasi, motivasi upaya2 memahamkan seseorang atau kelompok untuk bersikap dan berbuat sesuai maksud dan tujuan "Dirumahkan" guna mencegah penularan Covid19 itu. Bahkan tanpa kecuali Pemberian sangsi, untuk membuat jera terhadap para pelanggar terhadap ketentuan yang ada untuk tidak berbuat lagi. Â Itulah diantaranya nilai-nilai sosial kemasyarakatan ataupun hukum yang sudah disebar luaskan.
Pendisiplinan diperlukan untuk membuat perilaku,perbuatan itu berkelanjutan. Memang ada nilai-nilai positip bermanfaat dari ketentuan-ketentuan yang sudah disosialisasikan itu seperti : kebiasaan menjaga kebersihan, menjaga kesehatan badan, kemungkinan belajar dirumah, kemungkinan beribadat dimana saja, kemungkinan komunikasi sehat dalam keluarga.
Disiplin adalah sikap taat pada azas dan ketentuan tuntunan, arahan yang sebenarnya harus dimiliki oleh pembelajar, murid atau siswa menghadapi arahan gurunya.Â
Sekarang belajar dirumah, dan bukan saja anak-anak, tetapi ibu bapak pun harus pandai pandai memahami arahan guru anaknya. Disana ada banyak aneka ketentuan ketentuan yang tersimpul (implisit) sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari anak sebagai siswa. Pertanyaannya apa yang bisa dipelajari bapak ibu memenuhi tuntutan pendidikan anak mereka. Itu membuat ibu dan bapak harus "belajar" lagi.
Semua orang harus belajar lagi. Tinggal dirumah perlu lebih sadar bahwa Rumah sekarang sudah menjadi Sekolah seluruh keluarga. Guru yang terbaik adalah Pengalaman. Mencari pengalaman tidak harus keluar rumah. Tetapi penting bagaimana kwalitas kita menghayati Pengalaman.
Mengalami Peristiwa atau kejadian dengan cara berkwalitas bisa lebih bermanfaat bahkan bisa mengubah hidup seseorang lebih baik daripada yang hanya melihat, menyaksikan bahkan yang menjadi kurban pun dalam peristiwa itu. Internet menjadi jendela untuk mengalami kejadian dan peristiwa. Selain bisa melihat film vcd bermain fiksi melalui aplikasi aneka ragam, bisa juga membaca berita, membaca artikel dan menerima serta belajar hal-hal baru.
Pengalaman saya yang nyata menyadari mengapa artikel saya belakangan sekitar tiga bulan ini di Kompasiana tidak lagi banyak pembacanya. Saya sadar bahwa saya sudah tiga bulan atau lebih tidak lagi sering membaca tulisan orang lain disana . Saya banyak menyita waktu untuk bercanda di media lain, seperti Whatshapp groep, Facebook dan membaca beberapa berita Kumparan dan sedikit lainnya yang mudah saya akses.
Pengalaman lain adalah dalam membaca berita dan sedikit paparan di Kompasiana saya mendapat kesan bahwa banyak penulisan yang cenderung lebih suka membaca orang daripada perkara. Mengkritisi orang daripada pendapatnya. Argumentum ada hominem dari pada analisa materi permasalahan.Â
Misalnya kupasan atas Kritik yang satu dibanding kritik orang lain, pendapat pejabat yang satu dihadapkan dengan pendapat pejabat yang lain, sikap politik partai dibahas dikaitkan dengah hubungan keluarga dari sebagian pendukungnya.Â
Itu semua bukan suatu kesalahan, tetapi hak dan minat pemapar dan pembahasnya, dan sungguh memberi pelajaran bagaimana suatu kejadian dan peristiwa dapat memberi pengalaman kepada kita lewat pembertaan dan artikel dengan gaya masing-masing.
Saya tidak tahu pelajaran apa yang bisa anda alami dalam Peristiwa Kematian dari, dan terngungkapnya milyaran dana sosial yang terhimpun oleh, Sang Idola Raja Ambyar baru-baru ini.
Jadi ada: Peristiwa - Peng-alam-an - Pe-makna-an - Peng-amal-an .
Pengalaman itu merasakan, menerima,adanya suatu kejadian sebagai suatu kenyataan. Pemaknaan itu mencoba memahami mengerti lebih jauh, memilih nilai dan arti dari kejadian.Â
Memaknai peristiwa bisa diawali dengan tinjauan Pespektif tertentu, bahkan dari arti kata ,dari tujuan, dari alat, dan hal2 lain yg obyektif atau dari kepentingan2 subyektip yang.mungkin sebagian atau seluruhnya dikehendaki ataupun tidak tetapi menggejala.Â
Memaknai suatu peristiwa itu suatu keharusan untuk memperoleh persuasi atau motivasi kearah perbuatan atau peng amal an. Dan semua itu sekarang ini dimungkinkan dengan bantuan kemajuan teknologi IT. Peristiwa dan pengalaman serta pengmalan sebagai responnya dimungkinkan.
Maka sekarang kembali kepada realitas Rumah. Disana ada masyarakat kecil dan "tertutup" oleh Social Distancing. Disana terjadi kemerdekaan dan ada otoritas tersendiri yang bisa mengatur dirinya sendiri.Â
Saya berandai bahwa warga masyarakat kecil itu mempunyai pula kebiasaan yang hampir hampir spontan otomatis berjalan dengan mulus. Saya lebih senang menggambarkan bahwa yang lebih dewasa memimpin yang lebih muda.
Untuk yang lebih dewasa saya membayangkan memiliki peluang dan sebaiknya menggunakannya untuk mengheningkan diri. Keheningan yang memberi kesempatan nalar budi dan jiwa menata diri. Khususnya untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan pembelajaran dalam kesibukan bersama warga keluarga yang lain.
Apalagi adanya kesadaran wajib beribadat sesuai dengan iman kepercayaannya bebas lepas dari ritual yang dilakukan dalam kebersamaan sesama umat. Keheningan adalah peluang juga untuk berbicara dengan diri sendiri: Â Berdisksi membahas materi-materi pengalaman sampai dengan pengamalan dari motivasi yang diterima oleh pemaknaan peristiwa.
Itulah proses penemuan nilai nilai kemanusiaan yang menurut pengalaman dan banyak arahan yang saya terima saya bagikan disini berlaku bagi para penghayat apa saja. Secara sederhana inilah saran proses menemukan nilai universal antar kepercayaan dan agama. Hening, berbicara dengan diri sendiri, bisa berlanjut dengan doa.
Psikologi transpersonal terlalu lengkap untuk di raih, perlu saja ada kordinasi dan sinkronisasi latihan olah raga dan olah kejiwaan. Beberapa penasehat peningkatan kepribadian atau upaya penemuan dan penghayatan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, semacam sepakat bertanya: Siapkah anda merubah diri untuk lebih manusiawi? Â
Dengan perubahan atau pembentukan diri atau Transformasi Ego.? Mengolah karakter dengan pendisiplinan diri berkelanjutan dimana disempatkan dalam "Dirumahkan" oleh Soscial Distancing mencegah Corvid 19.
Inilah permenungan saya yang ingin saya bagikan. Semoga ada manfaat. Teriring permintaan maaf bila ada salah kata yang tidak menyamankan, tolong terima hormat saya  Salam Sejahtera.
Ganjuran Mei,10,2020. Emmanuel Astokodatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H