Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buktikan Kesetiaan dengan Konsistensi Perbuatan

23 September 2018   12:57 Diperbarui: 23 September 2018   13:04 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sewaktu jam 5 pagi atau sedikit setelahnya bersama isteri ke gereja kami selalu melewati penjual bubur didepan Rumah Sakit. Perempuan hampir seumur kami, diantar suami itu, pagi-pagi siap melayani para penunggu pasien dan juga tetangga kami yang entah mengapa memilih beli bubur daripada bangun pagi tanak nasi untuk keluarganya. 

Setiap kali kami lewat suami isteri itu selalu bertegur sapa pada kami, bahkan kadang canda pagipun tidak terlewatkan. Mereka membawa semua yang dijual bersama peralatannya itu dari rumah yang sekitar 300 meter jaraknya dari tempat jualan itu.

Sang isteri mendahului dari rumah untuk membersihkan tempat jualan. Sang suami mengikiti dibelakangnya membawa sepeda berbakul besar kiri kanan samping menyamping sepedanya, yang cukup didorong tidak dikayuh. Kami berfikir ini suatu kesetiaan antar suami isteri yang pantas diteladani.

Sekali waktu sapaan Perempuan kepada kami seperti biasa, tetapi yang mengantarnya bukan sang suami melainkan anaknya perempuan. Dan Simbok itu dengan nada datar  seperti rasa tidak senang menjawab pertanyaan kami  "di mana Bapak", dijawab katanya "Sedang rewel"(baper, ngadat). 

Dan anaknya menjelaskan bahwa ayah nya sedang tidak enak badan. Kami kemudian berfikir pula : Semoga Pak Tua itu memang sedang fisiknya capek saja. Tetapi bila toh pasangan itu sedang pada berselisih semoga segera kembali berdamai. Salah paham sementara adalah bumbu Kesetiaan antar suami isteri.

Dipagi hari itu di gereja dalam peribadatan kami diajak memperingati Martir pembela iman di Korea  bernama Andreas Kim Taegon dan Paulus Chong Hasang. Mereka dibunuh karena memegang teguh iman kepercayaannya, menolak kembali kepada agama sebelumnya. 

Inilah demo publik tentang Kesetiaan, berani mati menolak untuk ingkar pada Imannya. Inilah menurut saya Kesetiaan kepada jati dirinya sendiri, suatu kesetiaan yang murni karena membuktikan kesetiaannya itu dengan sikap perbuatan yang nyata menyerahkan hidupnya sementara ada alternatip lain yaitu mengingkari iman dan jati dirinya.

Dua paparan Kesetiaan dimuka mengajak kita berfikir, apa itu dan bagaimanya kesetiaan itu, apa sebabnya ada orang setia berpegang dengan setia pada pendiriannya.

Dua paparan itu saya anggap cukup sebagai contoh soal untuk dianalisa agar mendapatkan butir butir pokok pada "kesetiaan". Sebab contoh soal ketiga adalah pengalaman pembaca yang bersama saya merefleksi kesetiaan ini.

Pada kasus kesetiaan pasti ada dua pihak, yang diberi kesetiaan dan yang memberikan kesetiaan. Seperti kasus pertama Suami kepada Isteri, dan atau sebaliknya isteri kepada suami (penjual bubur). Dan pada kasus kedua Andreas dkk kepada Agamanya, atau pokok imannya.

Pada kasus pertama dua pihak itu begitu jelas nyata, sehingga dasar kesetiaan itu sudah menggejala pada hubungan antar dua pribadi. Tetapi pada kasus kedua pihak pertama Andreas, pihak kedua iman kepercayaannya atau Agamanya atau pada dirinya sendiri. Akan tetapi pada kasus pertama sejalan dengan pandangan kepada kasus kedua, juga bisa dikatakan bahwa Sang suami itu setia kepada ikrar perkawinannya.  

Karena itu bisa dikatakan orang yang setia itu orang yang memiliki komitmen niat mau terlibat berkelanjutan atau ada Janji. Maka bisa tampak pada kesetiaan tentu ada Subyek/pribadi, (Pertama/kedua); kemudian ada komitmen dan atau janji, selanjutnya waktu berkelanjutan. Selanjutnya sifat berkelanjutan dari komitmen itulah  yang mendorong perlu adanya bukti berupa perbuatan nyata dalam suatu kurun waktu sesuai dengan bunyi janji. 

  1. Sekali lagi dengan kesetiaan harus ada:
  2. Sekurangnya dua Pihak, pribadi
  3. Komitmen, atau janji
  4. Sikap yang berkelanjutan sampai janji dipenuhi/dibebaskan
  5. Sering dituntut perbuatan bukti adanya sikap.

Keseluruhan itu dirangkum :  Ada Kesetiaan, yang ditampakkan pada perbuatan komitmen, ketaatan, ketahanan, konsistensi perbuatan, kelangsungan tindakan dsb sampai pada waktunya suatu janji dipenuhi sehingga janji setia itu membebaskan relasi pihak2 tersebut. 

Melihat unsur unsur terrinci kita dapat menemukan kenyataan selanjutnya. Pihak yang terlibat pada Kesetiaan tentulan, biasanya adalah seseorang pribadi atau manusia, bisa jadi kelompok atau persatuan maupun yang dipersatukan, seperti Negara, Perkumpulan, dengan pengurus, Azas atau Anggaran Dasarnya. 

Dan pada unsur "pihak" ini ada yang berbicara keras yaitu adalah Motivasi, daya gerak misalnya : Cinta kasih, kecemburuan, ketakutan pada aturan, tekanan adat, kerugian finansial. 

Dengan adanya daya dorong itu maka bisa diwujutkan Kosistensi perbuatan yaang dapat membentuk watak dan membangun jati diri seseorang.  Seperti contoh kasus kedua terbangun pada Andreas keteguhan Iman dan konsistensi berpegang pada Suara hati dan Panggilan hidupnya.

Disamping ada daya dorong terkait dengan kesetiaan ada juga godaan atau bujukan atau motivasi negatip melawan kesetiaan. Pengalaman menunjukkan bahwa sering pula godaan itu bila teratasi dapat berubah menjadi motivasi positip untuk kesetiaan. Sebab seperti nesehat orang tua tua, godaan terhadap kesetiaan adalah pupuk, yang setelahnya  orang setia memperoleh motivasi baru dari pembaharuan niat dan janji serta komitmen.

Sebaliknya apabila orang setia itu gagal menghadapi uji setianya, dimungkinkan orang yg dahulunya setia itu karena kecewa bisa menjadi pengkhianat yang berbahaya. Orang setia pengkhianat bisa mendendam dan bersikap negatip terus kepada pihak mantan kesetiaannya atau lawan barunya.

Kesetiaan pada wawasan ideologi, konsep-konsep kehidupan yang paling bermakna dan berarti pada jati diri seseorang adalah Kesetiaan Iman dan kesetiaan pad Rasa Keterpanggilan pada profesinya. Maka boleh dikatakan Kesetiaan Iman dan Kesetiaan Panggilan adalah pilar pilar jati diri yang kokoh.

Kesetiaan yang dimotivasi oleh Cinta kasih, secara logika tentunya juga karena ada Kasih-setia atau konsistensi dari sebuah cinta kasih. Dengan kasih setia itu kesetiaan dan konsisteni sikap akan sampai pada perbuatan. Dan dengan perbuatan perbuatan yang berkelanjutan adan juga memupuk kesetiaan dan Kasih setia. Dan karena itu pula cinta kasih terbukti merupakan kebaikan yang bernilai. Dan kesetiaan atai kasih setia itu adalah nilai yang paling baik.

Bermenung dan berrefleksi tentang kesetiaan menjadi teringat dan perlu mengingat akan kesetiaan janji-janji dan kesanggupan pada caleg dan capres cagub, saat itu, dan bagaimana janji itu banyak yang kosong periode 2014-2019. Sangat khusus adalah mahalnya dan langkanya pembuktian kesetiaan dengan konsistensinya perbuatan. Banyak pendosa dan pengkhianat bangsa. Ah mungkin mereka meremehkan gunanya refleksi.

Maka maafkan,  sekian saja saya berbagi permenungan. Semoga ada manfaat. Dan tolong terima salam hormat serta terima kasih telah membaca artikel sederhana ini, "Buktikan Kesetiaan dengan konsistensi Perbuatan" baik. Setialah pada Iman dan Panggilan anda sebab itulah pilar jati diri kita yang teguh dan kokoh.

 Ganjuran. 17 September 2018

Emmanuel Astokodatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun