Belajar itu kadang bisa dengan membaca aneka peristiwa yang sederhana dan berceceran disepanjang perjalanan hidup ini. .. Saya ingin mengajak belajar tentang "kontroversi" yang kadang marak dimana-mana dan kapan saja. Â Perbedaan pandangan pendapat ada banyak macam alasan, pemicu dan dampak. Tetapi perbedaan2 pendapat itu secara sosial kebanyakan tidak menguntungkan kendati sebagai bahan pembelajaran mengasyikkan.
Sekolah dan asramaku sungguh sangat tertib dan disiplin. Ada WA grup alumni 1950-1970  beranggota ratusan orang sukses. Ada aturan asrama/sekolah yang mewajibkan tidak bicara yang disebut Silentium Magnum  setelah Doa malam hingga pagi saat sarapan jam 07.15. Dan silentium pada jam belajar jam 18.00- 19.30.
Kenakalan remaja yang dari satu sisi pelanggaran terhadap makna tata tertib dari sisi lain suatu kreativitas yang kontroversial juga. Bayangkan diruang tidur yang diisi lebih dari 100 orang, ditengah kesepian semua mau tidur, Â ada sementara teman bisa kentut bersautan. Maka kegaduhan terjadi. Reaksi dari orang dekat yang tidak suka akan udara yang tidak sedap, reaksi orang terkejut dan melihat sebagai kejutan gangguan untuk tenang mau tidur.
Reaksi teman yang simpati dan bertanya tanya jangan jangan itu kentutnya orang sakit salah makan.Pamong pembina siswa yang kamarnya bersebelahan segera menyalakan kembali lampu besar ruang tidur itu. Tetapi mana bisa tahu siapa dia dan dia yang bersekongkol kentut bersautan. Dan mereka ini "mungkin" penderita sakit perut, tidah bisa disalahkan begitu saja sebagai pelanggar tata tertib.
 Kenakalan remaja yang sama berikutnya sudah merupakan kesengajaan yang lebih nakal. Sekitar lima teman disaat teman-teman belajar jam sore, bersepakat pergi bersama ke lokasi WC/Kamar mandi, seperti orang masih mau buang air saja. WC sekolah itu terkumpul. Ada yang satu lokasi terdapat 20 WC.  Model wc saat itu dilengkapi adanya tampungan air diatas yang saat hendak mengguyur kotoran harus menarik rantai  Ulah lima teman ini memang sengaja membuat gaduh.
Seorang memberi komando sambil memantau pengawasan dari Pembina siswa, dan empat yang lain berlarian dari WC satu ke lain WC semuanya dan menarik rantai alat pengguyur kotoran. Bayangkan dalam seketika 20 WC membuat suara air menggelontor mungkin sempat oleh empat teman tadi masing2 lebih dari 5 WC ditarik airnya dan suaranya.
Perilaku orang memang sering membuat orang lain memberi penilaian berbeda. Maka selain yang bersangkutan mungkin sudah sebagai penyandang pikiran dilemmatis (dalam keraguan), lalu apa lagi penontonnya bisa memberi tanggapan berbeda beda sesuai dengan pandangan penonton masing masing. Coba saja menonton film atau sinetron kemasyarakatan. Sering disajikan gambaran figur watak watak atau perilaku unik yang mengundang perhatian kita. Dan dengan lebih mudah kita menandai mau tampil sebagai watak apa figur itu.
Apalagi kalau kita mau berkelanjutan mengikuti sebuah sinetron. Sinetron jaman now seperti halnya Roman bertenden zaman Balai Pustaka para pujangga baru seperti Marah Rusli. (Siti Nubaya), Â Abdul Muis (Salah Asuhan); S.Takdir Alisyahbana (Layar Terkembang). Sekarang ini saya menunjuk sinetron Dunia terbalik,(RCTI), Siapa Takut Jatuh Cinta (SCTV) dan Tukang Ojek (RCTI) merupakan penyaji pemeran2 watak yang anekaragam dalam kehidupan sehari hari dalam konteks lingkungannya.
Kendati mungkin anda melihat semua itu sekedar sajian rekayasa penulis novel dan keahlian sutradara sinetron, tetapi bisa mewakili dan menghadirkan kehidupan. Kita bisa banyak belajar disana dengan kacamata masing masing kita. Mestinya kita sadar bahwa dalam synetron mamang disajikan kontroversi -kontroversi watak dan penonjolannya.
Memang berbeda dengan pengalaman nyata saya berikut ini. Suatu kejadian yang terjadi sebelum tahun 1980. Saya berdiskusi tentang figur seorang yang guru desa dalam lingkungan yang masih sangat terbatas pada waktu itu. Guru itu seorang tokoh bila sekarang mungkin disebut Playboy. Orang itu terkemuka tetapi beberapa kali (lebih 3 kali) terlibat kasus perselingkuhan. Tetapi tokoh itu dimata saya merupakan figur yang akhirnya bertobat dan masih berani melaksanakan tugas tugas dan tampil didepan umum.
Itu suatu sikap realistik dan atau kerendahan hati dan keperwiraan. Sementara lawan diskusi saya berpendapat itu sikap masa bodoh dan tebal muka tidak tahu malu. Diskusi itu tanpa kami sadari ternyata didengar dua anak pak guru yang kami bahas. Mereka dan keluarganya hingga sekarang menghargai saya, khususnya karena saya mau memahami bapaknya.