Sering kali “perkaranya sederhana, tp gak kelar2 dan butuh tenaga ekstra, mambuat aku capek jiwa raga”, Menurut saya penulis mau mengatakan beratnya beban kehidupan ini..
Padahal Keterbatasan alam dan manusia diimbangi dengan kebebasan manusia itu dapat bernilai sebagai ajakan untuk menunjukkan keagungan Tuhan. Mengajak percaya kepada Penyelenggaraan Ilahi.
Dalam kesaksian Ifani Ifani yang menceritakan dan memaknai pengalaman sejak 20 th yang lalu menyantuni seorang anak tidak berduit, juga dalam kondisi saksi tidak dalam kelimpahan, “Dari masa kami melarat itu Bapak men set up direct debit dari rekeningnya ke yayasan anak ini, kadang isi rekening itu tipis banget tapi tetap bisa dipotong bulanan untuk anak itu. Tenang aja kagak bakal jadi miskin kalo nyantunin orang gak mampu, ada aja tar rejeki datang…….. ….kalo banyak yang oon susah negara, sayang kalo otak pintar terbentur biaya.... siapa tahu yang dibantu itu dimasa depan akan bantu orang lainnya lagi.#Pemikiran sambil makan siang pake gulai otak wkwk (Ifani Ifani).
“Ada saja ntar rejeki datang”, itu benar dan kurang benar.Tidak ada kebetulan ketika kita secara benar mengenal Tuhan dan Penyeleggaraan Tuhan. Bukan saja kadang kita melihat manusia sesama kita “bagaikan” (baca: kita maknai sebagai) utusan Tuhan menolong manusia, kadang juga ada peristiwa yang keseluruhannya menjadikan kita tertolong. Demikian Tuhan menyelenggarakan pelbagai kondisi seperti “kebetulan”.
Makna adalah nilai realitas dalam kehidupan yang diserap dan diresap oleh akalbudi manusia. Dengan memaknai itu manusia dibekali hikmah pengalaman menjalani hidupnya mengaktualisasi diri dan dalam keterbatasannya menjadi saksi kebesaran Tuhan Sumber Kehidupan.
Demikian dinamika kehidupan. Itulah kebesaran manusia dalam keterbatasannya bisa bebas memuliakan Tuhan Seru sekalian alam Sumber Kehidupan manusia itu sendiri..
Maka renungan ini bisa ditutup sebagai buahnya dengan menjawab pertanyaan “Siapa Tuhanku”, Dialah Sumber Kehidupanku, kehidupan teman-teman, kehidupan manusia berakal budi, sumber kehidupan orang yang tak mengenalNya dan menanyatan siapa namaNya, karena sesat pikirnya hanya melihat Tuhan yang dibatasi oleh orang yang mengenal Tuhan seperti kebesaran sebuah bamboo saja..
Salam hormatku dari renung pematang jalan kehidupan,
Ganjuran 3 April 2017, Emmanuel Astokodatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H