Sehubungan dengan sasmita yang harus direspon oleh para “kawula” dimuka aku punya pendapat demikian. Mereka bisa tanggap, rumangsa, merasa/sadar akan adanya sasmita signal kalau kawula itu telah bisa merasa satu dengan rajanya. Kawula itu bisa tanggap sasmita kalau ikut merasa memiliki, merasa ikut membela, dan berani dari kesadaran diri siapa dirinya. Ada keterlibatan pada keseluruhan tetapi bisa melihat diri atau focus pada yang harus menjadi focus.
Bicara pada focus wajah, aku belajar berfokus pada “Senyum”.
Dari sejumlah foto yang saya ambil dari Facebook, sekitar hamper 670 foto aku mencoba baca senyum mereka. Dan aku peroleh senyum iti dalam beberapa kategori ini :
- Senyum yang ekpresif, bangga, gembira, geli, senang, (180 foto)
- Senyum yang tanggap, simpatik, memberi respon positip. (122)
- Senyum yang menanti,menarik perhatian. (120)
- Senyum yang keheranan, seperti terhenyak, dengan pertanyaan, (67)
- Senyum yang sinis, sombong, sedikit menghina (95)
- Senyum yang tertahan, kosong tanpa pesan, mengesankan rasa terpaksa untuk foto. (85)
Foto ini diambil tanpa memperhatikan nama pemiliknya dan tidak akan dipublikasikan. Tetapi aku peroleh dari sana model senyum dan lirikan mata. Ada banyak pula mimic gaya bibir seperti lepas, atau yang tertahan dan justru seperti sedang mencium. Dengan belajar ini semua aku belum bisa gambarkan wajah senyum raja yang sedang marah……. Karena aku bukan kawula abdi dalem kraton.
Tetapi aku mendapatkan wacana tentang komunikasi non verbal, bahasa tubuh, dimana wajah menjadi bagian atau elemen yang panting dalam komunikasi kita, sehingga pantas orang bilang tentang raut muka senyum dan kerdipan mata sebagai candela hati. Komunikasi hati ke hati terbantu oleh senyuman. Tetapi jangan hanya tersenyum yang diwacanakan, atau senyum wacana. Melainkan senyumlah selalu sehingga diperoleh respon positip dari mereka yang peka dan tanggap pada inner beauty anda sejalan dengan mulia hati anda..
Dan aku tersenyum sendiri…….menutup tulisan ini.
Salam hormatku, tolong diterima.
Ganjuran, 17 Februari 2017. Emmanuel Astokodatu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H