Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Psikologi Manula, Mentertawakan Diri Sendiri

29 Mei 2016   06:52 Diperbarui: 29 Mei 2016   08:53 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tertawakan diri sendiri bukan karena kita jadi penghibur orang lain tetapi karena kita sebenarnya pantas tidak dihargai. Mengejek diri sendiri saya rasa itu sebuah seni. Dan sebenarnya tak usah menunggu jadi manula tua.

Awalnya saya mendapat berturutan tiga buah foto pasutri manula di WA :  gambar1. Sepasang suami isteri cukup renta dengan stiker tulisan : “Bahagia ketika menyaksikan anak menjadi orang baik”.  Gambar 2, Sepasang suami isteri tua renta : suami menggendong isteri di jalan tanjakan. Sudah Nampak tua semua, suami masih perkasa. Gambar 3 : Lagi suami isteri tua renta yang menunjukkan cinta kasih nyata sederhana dengan suami membantu isteri membenahi letak “bh”nya.  Itu semua membuat saya tergelitik mau melihat dan belajar:  figure tua ini bisa menjadi bahan tertawaan itu mengapa….. Atau juga pesan apa bagi kaum muda ?

Ada Akronom sehubungan dengan kelompok  manusia terkait umur, seperti Baduta, (Bayi dua tahun kebawah), Batita (Bayi tiga tahun kebawah),Balita (Bayi lima tahun kebawah), ABG (Anak Baru Gede), PUS (Pasangan Usia Subur), Manula (Manusia Umur Lanjut,65 th keatas), orang lain memakai istilah : Lansia, 75 th keatas.

Batasan-batasan lanjut usia menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) :

  1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
  2. Lanjut usia (elderly age) antara 60 sampai 74 tahun.
  3. Lanjut usia tua (old age) antara 75 tahun sampai 90 tahun.
  4. Usia sangat tua, di atas 90 tahun.

Dari Catatan lama saya sempat copy ini (sebelum Kompasiana membuat perubahan) :  “Edukasi  :  Psikologi Lansia. Tulisan ini dengan judul Psikologi lansia didasarkan pada sebuah refleksi atas pengalaman dan bercermin pada keadaan yang sering terjadi dan diamati oleh banyak orang. Pengalaman ...  dst  OPINI| 28 February 2010 10:25 3986 7 1… Sekarang disini dan :Diperbarui: 26 Juni 2015 17:42:22 Dibaca : 4,077 Komentar : 0 Nilai : 1”

 Disana saya menulis dengan judul Psikologi Lansia, sangat dipengaruhi oleh pangalaman mendampingi ayah saya sendiri yang saya hormati. Saya melihat kesetiaan ayah pada profesi dan tanggung jawabnya. Dia hidup dalam tiga atau empat zaman. (Penjajahan - Kemerdekaan - Orde Lama - Orde Baru). Beliau sangat rendah hati, tidak minder/kuper, menhargai perkembangan dan kaum muda. Ayah saya sangat tahu diri dan membaca pandangan kaum muda terhadap lansia pada umumnya. Tak ada baginya Postpower- syndrome, dan tak pernah memuji-muji kehebatan masa lampau selain beliau memamerkan prestasi sekolahnya guna memberi semangat belajar saat kami bersaudara masih sekolah di SD.

Masih dalam tulisan saya itu saya sebut disposisi dan situasi kondisi sejauh saya pahami yang membuat ayah saya sedemikian rupa : 

  • Posisi yang ditinggalkan bukan “kekuasaan”, tetapi hanya seorang guru SMP,
  • Pembawaan, karakter yang bisa tenang terkendali.
  • Masih banyak karya sosial keagamaan kemasyarakatan yang bisa ditekuni,
  • Pengalaman menghadapi sikon dan pilihan yang gawat dimasa perubahan
  • Sosial Politik dan Ekonomi tidak menekannya (Selengkapnya)

Nan, sekarang dengan judul Psikologi Manula ini saya ingin sampaikan Pengalaman ketika sendiri menjadi manula. Secara positif langsung saya katakan karena saya rasakan :

Saya memperoleh berkat Tuhan dalam kenyamanan psikologis.

Sebagai pasangan manula suami istri dalam keadaan tidak mengalami perbedaan pandangan, mengenai seksualitas, pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, rumah tempat tinggal, sepakat dalam kesederhanaan. Setelah 48 tahun hidup berdua suami isteri, kami menjadi saling mengerti memahami dan memaafkan setiap kali ada selisih pendapat.

Kami bahagia melihat dua anak lelaki kami telah beristeri, berprofesi setelah semua selesai belajar hingga sarjana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun