Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rekaman Kakek (2) : Penting Dialog Dengan Isteri.

11 Februari 2016   15:21 Diperbarui: 11 Februari 2016   15:26 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ternyata penting merefleksi sejauh mana dampak dari omong-omong kita dengan isteri. Tidak serta merta isteri paham akan kegiatan kita kendati sudah banyak waktu kita untuk berada dirumah bersamanya.
Tadi malam sepulang dari menghadiri undangan Seminar, atau lebih enak disebut Sarasehan, Kakek laporan sama Nenek.
“Nek, ini kedua kalinya kakek terima amplop ‘beaya photocopy’ sehabis bicara di pertemuan sarasehan gerejani. Atau mungkin karena sarasehan ini tadi disponsori lembaga tertentu. Ini hamper, seperti yang pertama sarasehan Hari Pangan Sedunia Oktober tahun lalu, yaaaa?”
“Kek, yaah kita syukuri saja, diberi atau tidak, banyak atau sedikit yang penting kan kakek sudah berniat kerja sebagai relawan, kenapa gak kakek kembalikan saja”, Nenek menanggapi dengan datar saja.
“Begini Nek, saya piker tadinya saya santai saja karena uang pengganti fotocopy kan sedikit saja dan biasanya sudah dianggarkan sebuah kepanityaan, jadi sekedarnya kan memang saya tadi menyerahkan fotocopyan makalah singkat saya dan juga beberapa lembar print dari powerpoint seminggu lalu itu.” jawab kakek.
“Tetapi bagaimana, hujan begini banyak tidak undangan yang datang ?” Nenek bertanya membuat kakek bangga atas perhatian isterinya akan keadaan dan kegiatannya.
“Puji Tuhan, Banyak yang hadir. Kakek tadi merasa hampir saja kerepotan, karena ada tulisan yang mau kakek bawa tetapi ternyata ketinggalan dirumah. Namun semua dapat kakek atasi berkat alat-alat bantu elektronik sekarang ini. Begitulah……. Yang saya heran ketika kakek bertemu dengan Si Jangkung sombong itu seperti biasa, dengan bergaya “menderita” diberi tugas, susah mengelak, katanya, namun hanya mau bilang nah ini saya masih dibutuhkan…..Kakek jawab, tapi mestinya anda itu duduk manis saja, jangan banyak komentar, itu sebabnya orang mau minta buktikan komentarmu… ….. Tetapi orang itu tak juga paham arahanku…..”
Nenek diam mendengarkan dan kakek suka sikap itu, seperti Maria dalam Injil diceritakan “ Maria diam dan mencatat dalam hati …. Dst”. Namun selanjutnya nenekpun curhat :
“Kemarin itu saya minta sama Asisten Rumah Tangga kita untuk tidak beli daging ayam untuk hari Rabu ini. Tetapi malah banyak pertanyaan tentang bulan puasa. Puasa kita…….. bagaimana atau apa yang sebaiknya saya katakan….?” Dan kakekpun mencoba memberi saran jawaban :
“Ya memang kita kita ini selalu dibayangi khotbah Romo, "Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. …….. Tetapi apabila kamu berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, …….dst. Nah itu, puasa kita ….. Juga kita itu minoritas jadi kegiatan kita seperti masih tidak perlu menjadi perhatian masyarakat. Beda dengan kebiasaan bulan puasa Ramadhan.dari keseluruannya layak menjadi perhatian masyarakat dan memang lalu menjadi peristiwa kemasyarakatan. Justru dengan keadaan demikian kita terbantu untuk berlatih “menyangkal diri dan matiraga batin”
Nenekpun menjawab : “Kalau semua dibatin itu aliran kebatinan, apaaa?”
Kakekpun tertawa pendek, katanya : “Yaaa, ya yang dilakukan yang fisik dan dalam tata lahir ‘kan juga ada, seperti berdoa, pergi ke gereja, puasa bagi yang berusia 14 th hingga 59 tahun, pantang untuk usia setelah menerima komuni pertama hingga lansia. Dan memang hukum moral kristiani banyak tertumpu akhirnya pada suara hati : sebagai pengawal nilai baik buruk dan pertanyaan yang diajukan bukan sah tidak sah secara hukum, melainkan bagaimana suara hatimu, ini baik, atau jahat. Kemudian yang baik lagi adanya APP kita. Disamping menyisihkan sebagian dari rejeki kita dari Bapa di Surga, kita juga kumpulkan hasil penghematan belanja yang sesuai program pantangan kita untuk APP itu.” (APP = Aksi Puasa Pembangunan)
Dan kakek sendiripun terdiam, setelah terlalu banyak omong, berfikirlah kakek :
1. Ternyata tidak semua aspek agama harus menjadi masalah kemasyarakatan, tetapi banyak orang cederung memilih sikap begitu.
2. Legawa dan ketulusan itu tidak setiap orang dengan mudah melihat dan mau melaksanakan.
3. Suami-isteri yang terlibat pada masing-masing kegiatan social perlu sering berdialog dan berrefleksi.
Demikian hasil rekaman Kakek dan lesson learnnya, bukan wartawan bukan guru pengawas/bp……..
Salam hormat Kakeknya Raysa.
Ganjuran, 11 Feb.2016 Em.Astokodatu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun