Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Bersungguh sungguh Maka Ada Kesungguhan

7 April 2015   07:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:26 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menelisik celah-calah masa, mengenali liku-liku perilaku, ketemu perlunya kesungguhan hati dalam setiap langkah kehidupan ini.

Abstrak :Kesungguhan adalah suatu modus yang benar dari aktualisasi kesejatian diri. Kesungguhan membutuhkan proses dan waktu untuk sepenuhnya menjadikan bukti kesejatian diri sebagai nilai mulia berdasarkan kebenaran dan kesejatian.

Praksis: Kesungguhan ada ketika ada seseorang yang bersungguh-sungguh dalam bekerja. Ketika seseorang bersungguh-sungguh dalam berupaya, belajar, berusaha dengan sepenuh hati, disana tampak adanya kesungguhan. Kesungguhan dapat menggejala dalam orang-orang yang sedang berusaha dengan sabar memelihara dan mempertahankan perkawinan, persahabatan, berteman dan bahkan bernegara.Bahkan dengan cerdas kita bisa merasakan, menangkap kesungguhan orang dalam menjalani kehidupan.

Dalam kehidupan manusiawi kita melihat pelbagai kasus. Seperti dalam kasus perkosaan, ada orang membela diri dengan mengatakan: “Tak ada perkosaan, karena kami suka sama suka.” Itu mau mengatakan bahwa apa yang dilakukan adalah tindakan yang disadari dan dikehendaki. Tetapi dilain pihak juga berkata : “Saya diancam dan dipaksa”. Itu mau mengatakan : “Sebenarnya saya tidak suka dan tidak mau”. Pihak lain berkata lagi : “Lihat saja perempuan ini nanti pasti hamil….(?)”.Maka seorang moralis akan mengatakan bahwa tindakan bersetubuh oleh perempuan itu lengkap dan obyektif, materialiter dilakukan sesungguhnya. Tetapi karena tidak dengan kemauan dan mungkin setengah tidak sadar karena dimabukkan oleh alcohol, tindakan itu oleh perempuan tadi formaliter tidak dosa. Perbuatan dengan Kesungguhan tentu dapat dibayangkan dalam kasus tadi, tetapi kesungguhan yang utuh ada dalam perbuatan persetubuhan suami isteri dalam perkawinan yang sah, sehat normal manusiawi dan bahagia.

Dalam keseharian kesungguhan seseorang sering hanya disebut sebagai sikap orang serius, sepenuh hati, tidak sembarangan, tidak sembrono, tidak asal-asalan, tidak tanpa perhitungan. Sebenarnya bukan kesungguhan itu sendiri namun dapat menjadi ciri, atau indicator dari kesungguhan ialah : ketekunan, kesetiaan, penuh perhatian, ketelitian, berfokus, mengambil spesialisasi.

Kesungguhan adalah nilai mulia yang patut dicapai sehingga jati diri orang terbukti, termanifestasi, sesuai dengan kebenaran. Untuk itu dibutuhkan suatu penunjang yaitu kebersihan hati, sehingga orang bisa memilih nilai nilai yang murni dari suara hati yang bersih, jelas dan tegas tanpa ragu. Disana akan tampak keutuhan diri dan integritas yang menarik pandangan orang berakal sehat pada umumnya. Orang yang hatinya tidak bersih tidak mampu melihat nilai kesungguhan. Sepandai pandai tupai melompat akan gawal juga. Orang berhati jahat lebih suka ada dalam kegelapan keburaman agar tidak melihat dosanya sendiri. Para koruptor gelisah bila ada hati nurani bersih bersuara, mereka bersekutu membungkam pewarta kebersihan suara hati. Kegelisahan dan ketakutan adalah buah perilaku bajing dan tupai meloncat loncat dari satu kesempatan kepada kesempatan baru untuk urusan kepentingan tersembunyi dan korupsi.

Dalam hidup dan bekerja mencapai cita cita kita diberi pesan oleh nenek moyang seperti : “jer basuki mawa bea”, mau bahagia pasti dengan beaya; lebih luas lagi dengan pepatah petitih ini : “Golek banyu apikulan warih, golek geni adedamar.” , cari air memikul air, cari api bawa obor bernyala. Sesungguhnyalah orang berupaya harus dengan modal, uang, sarana, skill, siasat dan kesungguhan hati. Dan juga : “sapa tekun, golek teken, bakal tekan” barang siapa tekun, dengan cari tongkat penopang, akan sampai tujuan. Sekaligus: “wani getih bakal merkoleh” berani teteskan darah tentu akan berhasil sukses. Misalnya dengan “suku jaja, teken janggut”, dada dijadikan kaki, dagu dijadikan tongkat pegangan. Biarpun harus mencari jejak kaki bangau terbang (“nggoleki tapak kuntul nglayang”) pasti akan berhasil asalkan dengan upaya dan kesungguhan hati.

Kebersihan hati semakin dituntut untuk suatu upaya menjalin relasi persahabatan dan cinta kasih. Kebersihan hati yang memberi pencerahan harus disusul dengan ketulusan, keikhlasan, serta kemurahan hati. Maka pertemanan dan persahabatan akan menjadi semakin saling percaya, penuh perhatian berkesungguhan dan akrab berkesinambugan. Sebab : Ketika kesungguhan hati ada dijiwa seseorang, dan “Tidak ada kasih sayang yang lebih basar daripada kasih seorang yang memberikan jiwanya untuk sahabat-sahabatnya.”(Yo.15,13), disitulah persahabatan dan pertemanan akan menggairahkan kehidupan. Maka bersungguh-sungguhlah pada setiap perbuatan baik yang akan anda wujutkan agar utuh dan sempurna adanya.

Ganjuran, 6 April 2015

Salamku hormatku,

Emmauel Astokodatu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun