Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kakek Linglung, tapi Tidak Bingung.....

18 Juni 2011   07:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:24 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang kakek itu maunya bergaya seperti masih muda saja. Bagaimana tidak. Ditulisnya puisi. Dikirim ke majalah. Ditanya oleh tetangga. Menulis apa kek? Puisi, katanya. Kirim untuk daun muda ya?. Dijawab dengan ketus. Kalau ya, kenapa !? Untuk cucuku…. Si tetangga cuma berdecak:Kek,kek…..

Kakek ini suatu siang pulang dari pergi. Entah dari mana. Datang membawa seberkas buku. Ternyata beberapa bulletin “Tani Lestari” dari kantor LSM dimana kakek dahulu bekerja. Ditanya pula sama tetangga sebelah rumah.

== “ Bawa apa itu, buku tipis2 bagus2, untuk cucu apa kek ?”

== “ Bukan, ini bulletin Tani Lestari. Lihat ini, bulletin ini waktu kakek masih aktip, ikut mengelola. Sekarang pengelolanya orang-orang muda. Waktu awalnya untuk media komunikasi kaum tani dewasa atau tua-tua. Sekarang untuk kaum muda tani lestari. Tadi saya diberi tahu terbit 1000 eksemplar. Uwah, para penulisnya muda-muda pembacanya tani muda….”

Dua peristiwa itu membuat kakek merenung-renung. Menurut kakek Pak Edi Sembiring teman kakek mengatakan kepada kakek:

== “Kakek terkadang lebih khawatir pada cucunya dari pada anaknya …masa depan mereka, adalah langkah-langkah yang akan mereka lalui. mata hatinya adalah lentera. dan lentera segala jaman adalah sama. di saat ada terang di sisi lain nyata gelap. kebenaran di dua sisi. kebenaran yang dipilih oleh kebenaran atas nama kemanusiaan atau kebenaran yang dipilih atas nama kepentingan, atau juga kebenaran yang membenarkan kebenaran.”. ………………………..(Komentar pak Edi di : (http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2011/06/12/harapanku-untukmu/ )

Dan kakek menjawabnya:

== “saya dulu pernah dlm hati mentertawakan rekan dengan cucunya, sekarang itu saya rasakan, Harapan saya besar, saya hanya merasa tak bisa ber”dendang” seperti Adelle dengan imaginasi fiksinya, saya seperti ingin mengingatkan realita yg semakin keras untuk masa depan, semoga generasi muda semuanya siap membawa dan tidak melepas lentera, pedoman petunjuk yang pernah tertanam dihati mereka dari masa muda (opcit dibawahnya).

Dari awal kakek bertanya-tanya : Benarkah itu sikap hidup kakek? Atau itu hanya klise saja.? Bagaimana sikap kakek terhadap generasi muda sebenarnya.? Lalu mengapa. ?

Dalam lamunannya kakek teringat ayahnya. Dia ayah, sahabat dan penasehat bagi kakek, yang itu disadari setelah ayahnya meninggal.

Kata mutiara yang pernah dikatakan diantaranya :

“Apa si susahnya kita menghargai orang lain, bagaimana saja jangan terlalu menyandarkan pada penilaian orang lain, tetapi selalu yakini perbuatanmu dinilai oleh Dia nanti yang akan mengadili diakhir hidupmu.”“Hargai orang lain sebab dari martabat orang yang hakiki, diciptakan oleh Tuhan sebagai sesamamu.”

Kakekpun selamanya mengamalkannya. Bahkan kepada anak-anak sendiri, generasi penerus, semua kaum muda, adalah pada dasarnya sesama yang harus dihargai martabatnya. Kakek selalu menjadi teman generasi muda, sangat sering menjadi perantara mereka menghadapi generasi sebelumnya.

Generasi muda juga umat Tuhan, seperti kakek merasa dilimpahi kemurahan bukan kutuk dari Tuhan, demikian anak-anak didoakan agar nantinya juga dibimbing oleh KerahimanNya.Teladani mereka supaya mereka menjadi diri mereka sendiri menjadi umat terberkati.

Kakek menjadi luruh hatinya, legowo, mendukung terjadinya proses pergantian generasi, seperti yang pernah diterima dari ayahnya. Sikap itu ternyata suatu gaya hidup yang sederhana saja, tidak ada istimewanya. Itu proses alami. Ikuti saja proses itu, hati akan mantab, tetap bersemangat kendati kadang seperti lambat dalam penantian proses.

Kakek bangkit dari permenungannya……… mendekat pagar maya di kompasiana mau ketemu pak Edi Sembiring, terima kasih atas sharingnya……

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun