Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bermain Fiksi

1 Juni 2011   11:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:59 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

BEDAH DIRI  2.

Dalam kebudayaan manusia ada yang disebut permainan. Dalam permainan nyata sekali ada unsur daya cipta, rasa, dan karsa yang diramu secara khusus. Disana ada kehidupan yang murni. Seperti itu anak-anak berlatih untuk kehidupan keras yang nanti harus di dihadapi disaat sudah dewasa. Tetapi disaat berlatih itu kekerasan belum sungguh-sungguh.

Permainan anak mempunyai arti untuk semangat hidup, semangat juang, semangat menang, semangat lebih, tetapi bebas, tanpa tekanan, sebaliknya justru senang, suka, gemar. Prof.Dr.N.Drijarkoro SJ menyebut dua unsur dalam permainan sebagai EROSdanAGON. (Drijarkoro SJ.Prof.Dr.,Filsafat Manusia, Yay.Kanisius Yogyakarta. 1969. hal.71.) Eros memberi warna kesukaan, kecintaan dalam permainan, yang tak terpisahkan dari Agon yang memberi warna permainan itu penuh perjuangan dan semangat untuk menang. Ada kemenangan-kemenangan yang diukur secara fiktifdalam permainan.

Dalam perkembangan zaman permainan dikembangkan lebih berbudaya seperti dalam olahraga. Sejak zaman dahulu Negara2 kota dikawasan Yunani membudayakan permainan olahraga di kota Olimpiade. Hingga sekarang permainan dengan bolapun menjadi perkara dunia. PSSI dan FIFA bersitegang, lantaran Kongres PSSI yang gagal.

Nilai fiktif itu dalam permainan menjadi hal yang sangat penting sedemikian rupa sehingga Bapak Prof Drijarkoro itu menutup tulisannya dengan pesan ini (disalin bukan dicopy, J) :

BERMAINLAH DALAM PERMAINAN

TETAPI JANGANAH MAIN-MAIN.

MAINLAH DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH

TETAPI PERMAINAN JANGAN DIPERSUNGGUH.

KESUNGGUHAN PERMAINAN

TERLETAK DALAM KETIDAKSUNGGUHANNYA,

SEHINGGA PERMAINAN YANG DIPERSUNGGUH,

TIDAKLAH SUNGGUH LAGI.

MAINLAH DENGAN EROS,

TETAPI JANGANLAH DIPERMAINKAN EROS.

MAINLAH DENGAN AGON,

TETAPI JANGANLAH MAU DIPERMAINKAN AGON

BARANGSIAPA MEMPERMAINKAN PERMAINAN,

AKAN MENJADI PERMAINAN PERMAINAN

BERMAINLAH UNTUK BAHAGIA

TETAPI JANGANLAH MEMPERMAIKAN BAHAGIA.

Kutipan tersalin diatas dapat menggerakkan anda berfikir tentang PSSI, silahkan. Tetapi saya sedang suka dengan “permainan” fiksi dalam sastra. Bahkan dalam seni sastra lama saya kira ciptaan sastra didominasi oleh bentuk karya sastra tentang hal yang fiktif: humor, dongeng, cerpen, prosa dan puisi dsb. Mari kita pikirkan karya tulis di Kompasiana saja. Cipta rasa dan kreasi Kompasianer dengan opini tidak kurang dibidang pendidikan, kesehatan, filsafat, politik, tetapi tidak sedikit pula penggemar fiksi dan humor. Maka saya ingin bermain bersama Prof Drijarkoro dengan manipulasi puisi diatas sbb.:

Bermainlah dalam permainan fiksi

Tetapi janganlah main-main.

Bermainlah fiksi dengan sungguh-sungguh

Tetapi jangan menganggap fiksi itu sungguhan.

Kesungguhan bermain fiksi

Terletak pada kesadaran bahwa fiksi itu sungguh fiktip

Sehingga kesungguhan fiksi yang dipersungguh

Tidak fiksi yang sungguhan.

Barangsiapa mempermainkan bermain fiksi

Akan menjadi permainan dari karya fiksi sendiri,

Bermainlah fiksi untuk kelegaan kebahagiaan

Tetapi jangan mempermainkan kebahagiaan.

BEDAHLAH HATI KARYA FIKSI ANDA SENDIRI,

JANGAN BERMAIN FIKSI DENGAN KEBOHONGAN DIRI.

Tulisan saya sebelum ini, sebenarnya satu seri pemikiran berlanjut :

21/05/2011 22:54 CUCI OTAK : PENGALAMAN SAYA

22/05/2011 12:45 Cari Aku yang Memanggilmu

24/05/2011 14:00 Mau Mengenal Lifestyle Teman

31/05/2011 09:18 KAKAK DAN ADIK

01/06/2011 12:27 Manusia, Sombong Mu Gak Ketulungan… (Bedah Diri 1)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun