Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemiskinan

29 September 2010   07:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:52 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kembali pada kelompok-kelompok yang memilih hidup miskin dapat dikisahkan: Di pusat peradaban saat itu Italia hingga Jerman, memang terjadi gejolak jaman di Eropa. Kebobrokan mental menjangkit pula disana hingga disebut abad besi. Betapa tidak, jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin menganga lebar. Bahkan tidak saja pejabat Negara tetapi juga pejabat Gereja, sebagai representasi agama mayoritas, banyak yang hidupnya bergelimang harta, ditengah kemelaratan rakyat. (Saya tidak mempelajari Sejarah Eropa secara ilmiah tetapi banyak membaca riwayat hidup tokoh, seperti para pendiri Ordo atau tarekat bhakti dalam Gereja Katholik).

Jadi aliran hidup miskin adalah aliran agama yang dengan kebesaran hatinya menyerahkan diri kepada tekat untuk untuk miskin (taat kepada atasan, dan selibat/tidak berkeluarga), untuk lepas bebas mengabdikan diri pada agama dan sesama.

Pelaksanaan kemiskinan, ketaatan dan selibat pada awalnya memang tidak diatur ketat. Dalam perkembangan para pelaku itu menjadi semacam menemukan cara pelaksanaan yang sama. Mereka melaksanakan kemiskinan tidak harafiah, tetapi lebih-lebih semangat lepas bebas dari ketergantungan/ keterikatan pada harta. Secara hukum mereka tidak berhak milik, tetapi komunitas dapat mengatur penggunaan mereka atas fasilitas yang dipelukan.

Inilah sedikit sharing saya tentang salah satu konsep dan penghayatan terhadap semangat "kemiskinan". Bukan untuk disarankan sebagai praktik tetapi sebagai pemahaman akan sebuah konsepsi, penghayatan, praktik hidup yang sudah dilakukan oleh biarawan biarawati Gereja Katolik.

Kesimpulan : 1. Jurang perbedaan kaya miskin bukan peristiwa baru, solusinya kerja keras dan solidaritas serta subsidiaritas.

2. Semangat kemiskinan sebuah konsepsi tentang kelepas bebasan dari ketergantungan terhadap harta dunia.

3. Berbagilah baik pengalaman maupun harta dari yang menjadi milik anda kepada sesama, bukan hasil dari "korupsi".

Semoga berguna.

Silahkan baca juga tulisan saya sebelumnya: http://agama.kompasiana.com/2010/09/24/umur-dan-keikhlasan/

http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/25/hasil-belajar-di-kompasiana/

Dan dari teman-teman kita:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun