Mohon tunggu...
Emmanuel Astokodatu
Emmanuel Astokodatu Mohon Tunggu... Administrasi - Jopless

Syukuri Nostalgia Indah, Kelola Sisa Semangat, Belajar untuk Berbagi Berkat Sampai Akhir Hayat,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kabinet Blusukan Dan Blusukanku

9 November 2014   13:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:15 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi kemarin Sabtu 8 November 2014 saya membaca di Okezone. Saya membaca berita tertulis jam 01:57 berjudul Blusukan Menteri jangan habiskan uang negara.” (oleh Achmad Fardiansyah). Pengirim berita yang sama jam 06:03 menulis lagi berita berjudul “Gaya Blusukan tak menjamin Kwalitas Kinerja Menteri.” Saya baca lagi berita tertulis lagi jam 01:03 berjudul “Blusukan Menteri Hanya Ingin Senangkan Jokowi”, oleh Arief Setyadi. Padahal sehari sebelumnya tg 7 November dinihari, JK telah diberitakan sebagai telah mengatakan : "Menteri tinggal di kantor dikritik, menteri blusukan dikritik. Itu sistem, percaya mata, percaya dia, jangan hanya tunggu laporan dari anak buah," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka, Jakarta (7/11/2014).(dari sumber yang sama) Dilanjutkan, saya kutip saja : K pun membantah menteri blusukan hanya pencitraan. Menurutnya, awak media yang selalu membututi para pembantu Presiden tersebut, justru yang menjadikan blusukan sebagai pencitraan."Iya kalau Anda (wartawan) tidak ikut tidak dicitrakan, kenapa mau ikut? Kan yang citrakan anda semua. Karena menteri dipantau terus. Menteri tidak suka itu cuma anda ikuti terus," tutupnya.(fid)

Kata “Blusukan” semua kita telah tahu maksudnya. Tetapi bagaimanapun istilah itu demikian masuk ke ranah pilitik bisa membawa makna yang bermacam ragam. Blusukan yang semula hanya berarti : “masuk ke dalam (lumpur, arena “tak tentu arah”) menjadi masuk suka-suka / acak kedalam lingkungan bawah bagi orang pejabat sebagai dilakukan oleh Jokowi, saat itu sebagai walikota atau gubernur. Nah bila diteliti rentetan berita diatas dari judulnya saja Blusukan telah melebar :

a.Blusukan dengan beaya negara

b.Blusukan sebagai methoda kerja, sistem kerja

c.Blusukan sebagai gaya suka-suka untuk menyenangkan Presiden.

d.Blusukan sebagai inspeksi mendadak

e.Blusukan sebagai pencitraan

Para Pelontar pendapat yang dikutip wartawan juga bukan sembarangan. Tercatat :

a.Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio.

b.Pengamat Politik U.I., Agung Suprio

c.Anggota DPR fraksi Golkar, Ridwan Bae

d.Tanggapan dari Wakil Presiden JK.

e.Para Rekan Penulis Berita dengan judulnya.

Tentu semua dengan pemikiran, sudut pandang yang berbeda. Bukan perbedaan makna atau arti kata tetapi semua melihat dari sisi “kepentingan” dia masing-masing yang mengatakannya. Mengapa ? Sebab itulah ranah politik dengan kepentingan dan profesi pelontar wacana dan kata masing2..

Saya pun suka blusukan dengan gaya saya. Pada tahun 1973 merintis di daerah menyatunya PNI,Parkindo,Partai Katholik,IPKI,dan Partai Murba menjadi PDI tanpa P.sungguh bukan pekerjaan yang mudah.Masing-masing unsur mempunyai kondisi dan kebiasaan dan kemampuan di basis mereka tidak sama. Disana terjadi pergumulan harga diri, kepedulian dan tradisi dalam berorganisasi. Disana diperlukan upaya saling pendekatan yang tidak mudah. Sebagai orang yang terlibat dan peduli untuk solidnya organisasi diperlukan upaya kerelaan, dan kegiatan ekstra tanpa anggaran. Dan blusukan tanpa anggaran adalah yang harus saya lakukan untuk saat itu saya terbatas di satu kabupaten dengan 17 kecamatan 800 desa. Blusukan ke 17 kecamatan 800 desa dan rumah 17 orang pengurus adalah kebiasaan hampi saya sebut hobby saja. Ada memang kepentingan politis saya, bukan keharusan tetapi kesukaan. Managemen waktu dengan kewajiban mencari nafkah dan perhatian untuk keluarga adalah “makanan sehari-hari” saya. Buah dari kerja itu selain percepatan konsolidari organisasi sebagai hasil obyektif, juga posisi politis bagi saya selanjutnya memang nyata terrasa. Dan itu semua tak ada yang menyuruh, tak ada yang melarang, komentar pun tidak, pencitraanpun tak disengaja. Blusukan saya berlanjut ketika 1977-1987 (dua periode) saya dipercaya menjadi anggota perwakilan mereka. Berulang dan berlanjut lagi 1990 – 2010 saya bekerja di sebuah LSM pertanian. Blusukan membahagiakan dan memberi kebahagiaan bagi yang dikunjungi.

Blusukan saya pernah belum lama ini saya maknai dan tulis di Kompasiana sebagai : ”menjala masalah dan masukan dari percakatan seharian dalam pertemuan kelompok/ grup kecil itu dan pada saatnya diangkat dalam rapat bersama.” Disini saya tulis : http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/ 2014/10/28/percakapan-sehari-hari-membangun -konsolidasi-organisasi-683050.html

Saya berpendapat untuk blusukan yang sukses harus mampu melihat perkara kecil, situasi kecil, keseharian dan menemukan hal hal yang besar tanpa diduga oleh orang lain. Orang itu mau melihat dari bawah dan sekaligus dari atas. Orang semacam itu harus mau dan bisa melihat dari yang nampaknya kecil tersimpul perkara besar yang harus ditangani. Dari catatan saya ada sekian cara berfikir yang agak lain dari yang lain, dengan mengkombinasi :

1. Pemikiran Holistik, mampu melihat keseluruhan dan tidak partial saja.

2. Pemikiran Volume, intinya melihat tembus pada target-target alternatip

3. Pemikiran Analitis, logikanya tajam, mampu berfikir systematis.

4. Pemikiran Kreatip, mampu gunakan hypothesa-hypothesa dan kepekaan untuk pemolaan terhadap situasi lingkungan.

(http://sosbud.kompasiana.com/2014/11/04/kecil-itu-indah-684588.html)

Demikianlah sekedar berbagi. Salamku hormatku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun