Mohon tunggu...
Astiza Septiany
Astiza Septiany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Negeri Malang

halo! saya merupakan mahasiswi dari Universitas Negeri Malang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Suara yang Tak Pernah Terdengar Kembali

13 Oktober 2024   14:27 Diperbarui: 13 Oktober 2024   14:30 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malang - Memperingati tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada dua tahun lalu, suara yang tak pernah terdengar itu diingatkan kembali melalui pameran seni yang diadakan oleh Universitas Brawijaya, Fakultas Ilmu Budaya.

Sebuah insiden fatal yang telah menewaskan 135 orang, tercatat sebagai sebuah insiden paling mematikan nomor dua dalam sejarah sepak bola mematikan di seluruh dunia setelah tragedi Estadio Nacional 1964 di Peru yang menewaskan 328 orang. Dengan demikian, bencana ini adalah yang paling mematikan di Indonesia, Asia, dan belahan bumi bagian timur.

Pameran tersebut dilaksanakan tepat pada tanggal 1 Oktober 2024, dimana pada hari itu juga bertepatan dengan tragedi mengenaskan di Kanjuruhan pada tahun 2022. Karya-karya yang ditampilkan pada pameran tersebut diisi dengan infografis, fotografi, seni lukis, dan juga berupa puisi.

Menurut informasi dari Ketua Pelaksana yaitu Muhammad Febyzio Damansyah, pameran ini sempat dikecam oleh provokasi dari salah satu pihak yang datang menghadiri pameran tersebut.

“Isu kanjuruhan tidak termasuk dalam ranah pendidikan. Isu ini bukan juga urusan dari masyarakat Kota Malang, akan tetapi ini menjadi urusan dari masyarakat kabupaten.” Ujar salah satu pihak yang datang untuk memprovokasi.

Zio menanggapi bahwasan nya, kejadian ini bukanlah ranah satu atau sebagian orang saja. Akan tetapi, menjadi urusan semua rakyat Indonesia. Tragedi yang menewaskan 135 orang dan suara yang dibungkam bukanlah suatu yang remeh.

Melalui pameran ini, Zio berharap dapat menyadarkan kembali seluruh masyarakat untuk tetap bersuara menuntut keadilan yang selama ini dibungkam. "Apabila kita selalu tunduk dengan sesuatu yang kita kira salah, maka keadilan tersebut hanya akan sebatas nama."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun