Mohon tunggu...
Asti Sundari
Asti Sundari Mohon Tunggu... Lainnya - Berfikir adalah salah satu cara bersyukur telah diberi akal. Sebab keunggulan manusia dari akalnya.

Nikmatilah proses yang ada, karena setiap proses yang dilalui mengajarkan banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diperbudak Pendidikan: Esensi Pendidikan

25 Juli 2024   16:53 Diperbarui: 25 Juli 2024   16:54 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lalu menurut negara pendidikan itu apa?, karena sampai detik ini saya tidak tahu posisi negara sebenarnya ada dimana? dan tujuannya sekolah itu untuk apa?, ijazah yang kita dapat apakah hanya sebatas untuk melamar kerja?."

Ria memulai bab baru nya dengan pertanyaan 'esensi pendidikan di mata negara'. Padahal secara sistem, negara gagal menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat indonesia dengan banyaknya praktek-praktek kecurangan dalam dunia pendidikan. Artinya pendidikan di indonesia hanya sebatas kertas bertuliskan nilai tapi gagal menjawab marwah keadilan di dalam pendidikan itu sendiri. Seperti yang dituliskan pada bab Tes Tulis Vs Zonasi.

Menurut Ria dasar pendidikan itu ada dalam  UUD 1945 alinea keempat, bahwa tujuan adanya pendidikan itu untuk Mencerdaskan anak bangsa. Ria juga berpendapat bahwa untuk mencerdaskan anak bangsa pada zaman dahulu dengan memberikan akses pendidikan yang mudah, karena pada masa penjajahan banyak orang-orang indonesia yang tidak bisa membaca dan menulis. Pendidikan yang mudah akan mendekatkan akses buku, karena buku jendela dunia. Untuk mengintip lewat jendela tersebut diperlukan keterampilan membaca dan menulis, agar kita tahu bagaimana dunia dan dunia juga tahu kondisi negara kita.

Salah satu tokoh yang membuktikan membaca dan menulis sebagai jembatan kemerdekaan adalah Ibu Kartini sang pahlawan perempuan. Hari lahirnya selalu diperingati dan dirayakan setiap tahun di berbagai tempat, sebagai simbol hari perempuan yaitu pada tanggal 21 April. Karena keterampilan menulis dan membaca-nya lah beliau dijuluki pahlawan. Beliau menuliskan keresahan pendidikan untuk kaum perempuan pada masa itu. Lalu Ria berandai-andai membayangkan Ibu kartini tidak bisa membaca dan menulis. Apakah orang-orang di luar sana akan tahu bagaimana kondisi dan nasib perempuan di indonesia?. tidak ada yang tahu jawabannya.

Ria menghela nafas panjang."Tapi... saya bukan Kartini." begitu kata Ria sedikit lemas, karena dia merasa Kartini punya mimpi yang indah dan mulia sedangkan dirinya tidak.

"Mimpi saya membantu orang tua saya keluar dari lingkaran kemiskinan!." kata Ria dengan tegas.

Ria bertanya-tanya mengenai bagaimana pendidikan yang dimimpikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan nasional, kenapa konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dijadikan semboyan pendidikan nasional. Juga menanyakan apakah konsep Ki Hajar Dewantara sejalan dengan sistem pendidikan negara saat ini. Pertanyaan ini cukup panjang dan rumit.

Namun Ria menjelaskan bahwa Ki Hajar Dewantara tidak sepakat dengan konsep pendidikan kolonial, yaitu konsep perintah dan hukuman beliau fokus pada pendidikan pamong yang artinya pengasuh; pendidik; pengurus. Beliau lebih fokus pada pendidikan kekeluargaan yang dilandasi dengan rasa kasih sayang. 

"Bukankah dalam pendidikan Ki Hajar Dewantara, menjadikan pendidikan sebagai 'tuntunan'  agar setiap anak dapat mencapai kehidupan yang selamat dan bahagia. Lalu tugas guru (sebagai pendidik) adalah menuntunnya. Bagaimana ia hidup di masa depan itu bukan tanggung jawab guru (pendidik), guru adalah orang yang akan menuntun dengan cara mengingatkan anak-anak, agar mendapatkan jalan yang terbaik." Kata Ria menggebu-gebu.

Ria juga menjelaskan dimata Ki hajar Dewantara anak merupakan manusia yang mampu berpikir, memiliki jalan kehidupan masing-masing, dan setiap anak memiliki karakter yang berbeda. Namun guru (pendidik) yang dijelaskan Ki Hajar Dewantara bukan hanya guru di sekolah tapi juga lingkungan keluarga dan masyarakat. Ria juga mengatakan bahwa konsep beliau adalah sekolah asrama dimana guru dan siswa hidup bersama melakukan pendidikan sekolah, pendidikan keluarga, dan pendidikan lingkungan.

Namun Ria merasa bahwa konsep pendidikan Ki hajar Dewantara tidak diterapkan di indonesia. Karena di indonesia hanya fokus pada pendidikan sekolah yang berbasis teks dibandingkan kembali ke kodrat alam yang akhirnya lupa dengan pendidikan keluarga dan masyarakat. Meskipun tidak membuat sekolah asrama, tapi setidaknya apakah negara bisa mengisi kekosongan pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat agar sampai pada kata mencerdaskan?. Ya cerdas emosional, intelektual dan spiritual bukan hanya pintar dalam pelajaran saja tapi juga dilandasi kebijaksanaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun