Mohon tunggu...
Asti Sundari
Asti Sundari Mohon Tunggu... Lainnya - Berfikir adalah salah satu cara bersyukur telah diberi akal. Sebab keunggulan manusia dari akalnya.

Nikmatilah proses yang ada, karena setiap proses yang dilalui mengajarkan banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diperbudak Pendidikan: Tes Tulis vs Zonasi

8 Juli 2024   17:48 Diperbarui: 25 Juli 2024   21:47 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tahun 2006 ada seorang anak bernama Ria, saat itu dia sedang menempuh pendidikan jenjang SMA. Kehidupan keluarganya miskin, bahkan untuk sekolah saja orang tua nya tidak sanggup membiayainya. Tentu saja itu ditandai dengan menunggaknya biaya bulanan sekolah. Sebenarnya sekolah bukan prioritas utama menurut orang tua nya, tapi karena ibunya ingin Ria memiliki nasib yang lebih baik, akhirnya Ria pun di sekolahkan ke sekolah SMA.

Ria sendiri bingung, sebenarnya sekolah itu untuk apa? dirinya hanya mengikuti alur saja, tidak ada yang dikejar, juga tidak ada tujuan. Hanya satu alasan yang Ria tahu, yaitu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dibandingkan orang tua nya. Dengan lulus SMA setidaknya Ria bisa melamar ke sebuah pabrik besar. 

Menurutnya kebanyakan  pekerjaan memiliki syarat pendidikan. Kalau kita mau bekerja di toserba sebagai SPG atau admin toko banyak yang mensyarat minimal pendidikan SMA. Pekerjaan dengan syarat pendidikan SMP mungkin ada, tapi gaji nya tidak seberapa. Membuat sekolah menjadi sebuah kewajiban untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Padahal masuk SMA cukup mahal, walaupun hanya swasta. Karena pada saat itu, SMA negeri maupun swasta harus membayar SPP, dan sekolah gratis SPP hanya sampai jenjang SMP saja.Ria benar-benar sekolah dengan menggunakan uang yang dihasilkan orang tua nya, bantuan pemerintah hanya didapatkan saat kelas 3 SMA dan itu hanya sekali, dalam seumur hidupnya. 

Dulu Ria iri pada saudaranya yang lahir dari seorang pengusaha kaya, karena ia bisa masuk ke sekolah mana saja yang ia inginkan. Ria tidak terlalu banyak bermimpi masuk ke sekolah mana, ia hanya ingin sekolah saja, namun bapak Ria menawari untuk masuk ke sekolah negeri. Ria ragu, sebab masuk negeri memang sulit, harus menggunakan NEM dan melalui rangkaian tes tulis, belum lagi persaingannya cukup ketat. 

Namun karena ada saudara Ria yang juga akan masuk ke sekolah tersebut dan katanya memiliki kenalan yang akan meloloskan saat tes, akhirnya Ria mengiyakan untuk ikut tes dengan paksaan bapaknya. Selang beberapa hari hasil tes keluar, tentu saja Ria tidak lulus begitupun saudaranya. Tapi meski sama-sama tidak lulus masuk, saudaranya Ria tetap masuk di sekolah negeri tersebut. Ria tidak heran dengan akhir ceritanya.

Ria akhirnya masuk sekolah swasta, padahal memang sejak awal Ria sudah mendaftar di salah satu SMK swasta di daerah nya. Tapi karena tes yang dilakukan di hari yang sama dengan sekolah negeri akhirnya Ria harus memilih salah satu. Meskipun pada akhirnya Ria tidak bisa bersekolah di kedua sekolah tersebut. Ria memilih sekolah SMA swasta yang lebih dekat dengan rumah nya. 

Ria sadar ternyata label sekolah favorite bisa menjadi ladang basah untuk diperjual belikan, seperti sebuah kasus yang sering ia dengar sejak SMP. Dimana kalau ingin sekolah ke negeri harus meminta tolong pada anggota DPRD setempat atau orang dalam di sekolah. Buat Ria itu sistem yang buruk. Tapi saat ini sekolah ditentukan menggunakan zonasi, dan banyak orang tua yang ingin memasukkan anak nya ke sekolah favorite tapi secara jarak tidak mumpuni. Ya lagi-lagi label favorite.

Dari situ banyak orang tua yang mengakali bagaimana caranya agar anak yang dia sayangi masuk ke sekolah negeri favorite atau hanya sekedar untuk menuruti keinginan sang anak dengan pilihan sekolahnya. Bisa dengan pindah KK ke saudaranya, melakukan pindah domisili rumah, atau beli kursi seperti pada zaman Ria SMA dahulu. 

Banyak yang menginginkan sistem sekolah seperti dahulu, masuk dengan menggunakan NEM dan tes tulis. Tapi menurut Ria para orang tua lupa, mereka yang korupsi dan terlibat dalam jual beli kursi entah pada saat Ria masih sekolah dahulu atau pada zaman yang serba canggih ini, akibat dari pemaksaan kehendak dan ke tidak ikhlas-an dalam menerima. Bahwa tidak semua hal di dunia ini, sesuai dengan apa yang kita ingin kan. Begitulah cara Ria menerima ketika tidak bisa masuk SMK yang sudah di rencanakannya. Akibat keserakahannya dan ketidak jujurannya.

Di dunia ini apapun bisa terjadi begitu kata Ria. Kita harus lapang dada menerima tanpa melakukan kecurangan. Karena kecurangan yang kita lakukan akan menjadi contoh bagi anak-anaknya yang kelak akan menjadi orang dewasa lalu pada akhirnya melegalkan hal yang serupa di masa mendatang. Kalau kita pernah melakukan hal yang serupa tapi misuh-misuh saat ini karena ada yang jual beli kursi, lebih baik merenungkan kembali, karena kita menjadi salah satu orang yang terlibat dalam perbuatan zalim itu. 

Menurut Ria yang harus di persoalkan adalah tujuan dari sistem tersebut, lalu pertanyakan sistem perencanaannya dan bagaimana pengelolaannya agar transparan, tidak ada transaksi di bawah meja. Serta katakan TIDAK untuk terlibat dalam kecurangan. Hanya itu yang bisa Ria lakukan agar kedepannya tidak ada lagi praktek-praktek yang merugikan orang lain. Lalu Ria terdiam sebentar dan berkata 

"Lalu di mata negara pendidikan itu apa?, karena sampai detik ini saya tidak tahu posisi negara sebenarnya ada dimana? dan tujuannya ada sekolah itu untuk apa?, ijazah yang kita dapat apakah hanya sebatas untuk melamar kerja?".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun