Akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan tentang Desa Wadas yang akan dijadikan tambang batu andesit untuk membangun proyek bendungan bener. Katanya bendungan itu digunakan untuk kepentingan bersama, seperti mengaliri air irigasi untuk kawasan yang sulit air, mencegah terjadinya banjir dan digunakan untuk listrik.Â
Namun apakah itu benar solusi dari permasalahan umat manusia? Manusia adalah makhluk cerdas dapat menciptakan berbagai teknologi dan ilmu pengetahuan tapi yang tidak bisa manusia lakukan adalah menciptakan tanah, air, tumbuhan dan hewan karena alam sejak dulu sudah menyediakannya jika semua itu punah maka manusia tida bisa berbuat apa-apa.Â
Lalu manusia dengan teknologi dan pengetahuan berharap dapat memenuhi semua kebutuhan umat manusia yang nyatanya bukan kebutuhan tapi keinginan.Â
Kehidupan manusia bertransformasi dari yang hidup berdampingan dengan alam menjadi perusak alam, bagaimana tidak dengan keserakahan dan keinginan manusia yang tidak ada habisnya manusia merusak alam. Bukannya saya so idealis dan tidak menggunakan barang-barang yang merusak alam, tapi nyatanya kita manusia dipaksa menggunakannya bukan karena kita ingin tapi memang sudah terdesain demikian.
Entah karena keserakahan atau memang manusia mencari cara untuk bertahan hidup saya tidak tahu. Desa Wadas mungkin adalah salah satu desa yang melihat bahwa alam sudah tidak baik-baik saja, entah berapa lama lagi bumi akan bertahan jika manusia terus mengeruk semua yang ada di bumi.Â
Dengan dalih perekonomian dan mendapatkan pundi-pundi uang tanpa memikirkan akibatnya, bumi kita suatu saat nanti akan kehilangan air bersih. Lalu bagaimana nasib penerus kita? Hidup dengan berbagai penyakit. Akhir-akhir ini sedang dilanda cuaca ekstream dimana hujan dan angin kencang melanda dibeberapa daerah, termasuk banjir dan tanah longsor.Â
Biasanya yang sering mengalami banjir adalah perumahan-perumahan untuk daerah perkotaan namun hal itu mempertanyakan pembangunan dan saluran pembuangan air yang tidak baik. Sawah dijadikan perumahan, beras sudah berubah jadi beton dan kita bekerja seperti mesin untuk memakan beras yang sawahnya kita jual dan berubah menjadi beton.Â
Hal dasar yang saya pertanyakan sebenarnya adalah untuk apa kita hidup? dan untuk apa kita bekerja? untuk makan nasi kah? dan untuk apa memakan nasi?.Â
Menjadi petani tidak semudah itu, nyatanya menjadi petani juga sulit karena masih di monopoli oleh sekelompok orang, dipaksa menjadi petani yang bergantung terhadap pemerintah, melawan kodrat alam dengan meningkatkan produksi. Lalu bergantung pula dengan pupuk yang disediakan pemerintah dan petani menjadi market pasar penjualan pupuk. Dari Desa wadas kita belajar tentang merasa cukup dalam hidup, karena kita tidak akan hidup selamanya. Kita juga belajar tentang hidup berdampingan dengan alam, merasa bersyukur dengan apa yang dipunya.Â
Dengan alasan kepentingan publik yang entah siapa publik yang dimaksud, kita harus merelakan tanah ber hektar-hektar untuk dibangun beton, menenggelamkan ratusan rumah, menebang ribuan pohon. Dengan alasan pariwisata dan di iming-imingi ekonomi yang lebih baik kita dipaksa memberikan tanah, batu dan pohon yang kita rawat.Â