Diawali bentrokan antara Polisi dan warga berhadapan dengan mahasiswa di Makassar menuai buntut panjang. Aksi mahasiswa di Makassar secara jelas terlihat bahwa warga membenci aksi mahasiswa yang anarkis dan tidak menaruh simpati sedikit pun pada aksi yang dilakukan mahasiswa ketika itu. Aksi mahasiswa itu pun berujung dengan bergabungnya warga beserta aparat kepolisian untuk membubarkan aksi anarkis mahasiswa yang tidak jelas arahnya.
Berangakat dari isu adanya oknum polisi yang merusak kantor Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Makassar dan mahasiswa membalas dengan merusak pos – pos polisi beserta rambu – rambu dan fasilitas lalu lintas lain, mulai direspon dengan aksi yang semakin keras oleh mahasiswa. Solidaritas HMI Makassar pun semakin kuat setelah HMI di berbagai daerah juga turut melakukan aksi turun kejalan untuk mengusut kasus ini. Aksi solidaritas HMI ini pun semakin gencar dalam beberapa waktu belakangan, namun yang disesalkan aksi solidaritas ini mengarah pada aksi yang anarkis dan meresahkan masyarakat.
Mulanya, aksi demo mahasiswa itu terjadi dalam beberapa hari berturut -turut terkait kasus Bank Century, yangnotabene membela diatas nama rakyat dan kebenaran. Namun, respon masyarakat ketika itu negatif, karena warga merasa resah dan aktifitas perekonomian mereka terhambat. Berkaca dari respon dan tindakan warga Makassar ketika menghadapi aksi mahasiswa, beberapa warga berpendapat bahwa mereka merasa resah dan jengkel terhadap aksi mahasiswa yang tidak tertib dan cenderung anarkis.
Sejatinya, mahasiswa bergerak dalam gerakan moral untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat sebagai kontrol sosial terhadap realitas dan jalannya pemerintahan, dimana kepentingan rakyat lah yang menjadi dasar mereka dalam bergerak dan beraspirasi. Sekarang, sepertinya keadaannya mulai terbalik, karena rakyat sudah tidak lagi menaruh simpati pada aksi mahasiswa yang saat ini gencar dilakukan terlebih pada aksi anarkis dan meresahkan. Lalu, sekarang mahasiswa bergerak atas dasar apa?Atas nama rakyat atau hanya atas dasar solidaritas yang meng-eksklusif-kan diri.
Jadi, bila kita ingin tegaskan kembali, masih relevankah aksi mahasiswa yang tetap berteriak lantang dan membela atas nama rakyat sebagai bentuk gerakan moral, sementara rakyat sendiri pun merasa resah dan ketakutan apabila terjadi aksi demo mahasiswa, terlebih aksi tersebut mengarah pada tindakan anarkis dan mengganggu ketertiban umum. Disisi lain, rakyat pun berharap bahwa akan selalu ada pihak yang tetap membela dan memperjuangkan nasibnya, namun dengan cara yang lebih beretika, bersahabat dengan masyarakat, saling mendukung dan memberi simpati, dan berbagai tidakan yang jauh dari kekerasan, hanya itu. Karena rakyat masih mengerti etika, sebaik mahasiswa belajar etika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H