Dan ini tentunya menyedihkan. Betapa 2 hal yang mustinya disikapi dan dimaknai dengan pendekatan kemanusiaan, bencana alam dan agama, justru dimanfaatkan, ditunggangi dan dipolitisasi untuk kepentingan perebutan kuasa semata.
Yang lebih menyedihkan adalah kawan saya tadi, yang terperdaya olehnya. Saya tidak menyalahkan semangat beragamanya. Saya tidak mempertanyakan komitmen moralitasnya. Yang saya sayangkan adalah minimnya kritismenya sehingga menelan mentah pesan tersurat dari video yang tautannya dia bagi tanpa sempat menyelami makna tersirat darinya.
Kita punya banyak PR yang terkait dengan dekadensi moral bangsa. Korupsi merajalela bisa dibilang akibat dekadensi moral, namun lebih utama karena penegakan hukum serta sistem negara kita yang masih butuh banyak dibenahi. Kerusakan alam dan krisis ekologi---sampah plastik misalnya---adalah contoh dekadensi moral kita namun lebih karena buruknya praktek hidup kita, minimnya pengawasan aparat, tumpulnya penegakan hukum dan berbagai faktor lainnya.
Mengaitkan bencana alam sebagai azab dari Tuhan atas dekadensi moral manusia adalah pandangan nan amat apatis. Saat bangsa kita tengah berbenah dan mencoba memperbaiki diri, kita lebih butuh pandangan yang optimis. Kita butuh penguatan moral lewat pesan-pesan agama untuk mau kembali bekerja keras memperbaiki diri. Memperbaiki sistem, memperbaiki kinerja, memperbaiki produktifitas lewat karya dan lain sebagainya.
Apatisme tidak akan membawa kita ke mana-mana. Apatisme hanya akan menyedot kita ke limbo tanpa ujung tanpa pangkal. Apatisme adalah penyakit mental yang musti kita buang jauh jika ingin bangsa ini kembali berdaya.
Jika Anda tak bisa berkontribusi mendorong optimisme sesama anak bangsa, setidaknya tahan diri untuk tidak membagi apatisme kepadanya.
Tabik!