Mohon tunggu...
Hasto Suprayogo
Hasto Suprayogo Mohon Tunggu... Konsultan - Hasto Suprayogo

Indonesian creative designer & digital marketing consultant | astayoga@gmail.com | http://www.hastosuprayogo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendakwah Jalanan dan Moralitas Sekular

16 April 2018   00:01 Diperbarui: 16 April 2018   00:11 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendakwah Jalanan di Inggris (Dokumentasi Pribadi)

Satu hal yang bakal Anda temui kalau berkunjung di Inggris, salah satunya di kota Bournemouth adalah para pendakwah jalanan. Biasanya mereka memilih tempat publik, macam Town Center. Seringnya mereka terdiri dari dua orang berdiri dengan semacam box etalase setinggi pinggang berisi pamflet-pamflet agama. 

Namun, ada pula yang lebih demonstratif. Memilih berkalung poster besar di depan dada dan punggung, berisikan kutipan ayat kitab suci. Atau, terkadang ada pula yang memegang mikrofon di tengah alun-alun kota dan berorasi di tengah lalu lalang pejalan kaki.

Adalah menarik menyaksikan aktifitas mereka. Mencoba menarik perhatian publik untuk kembali memperhatikan soal agama dan ketuhanan. Di sebuah masyarakat yang semakin bergerak meninggalkan perkara religiusitas.

Susah payah mereka menyuarakan tafsir kitab suci. Bahkan setelah berjam-jam berdiri atau mengkutbahkan diri, sebagian besar pejalan hanya melengos melewati tanpa melirik apalagi peduli.

Sebaliknya, di negeri kita, pendakwah--tentunya bukan di jalanan namun lebih banyak online--naik pesat jumlahnya. Dengan mudah kita temukan mereka yang dilabeli ustadz dan semacamnya mendakwahkan nilai dan tafsir agama di sana. Saya melihat ada tren pula di sebagian masyarakat kita, untuk lebih mengadopsi nilai-nilai agama, setidaknya secara lahiriah.

Saking maraknya adopsi nilai dan tafsir agama, terkadang segala hal dinilai dengan kacamata agama. Segala hal musti dicarikan dalil dan pembenaran agamanya. Mulai hal kecil macam pakaian, hingga hal besar macam pemimpin negara hingga bentuk negara. 

Ada kecenderungan memandang bahwa kita manusia hanya bisa 'benar' dan beradab jika mengikuti agama saja. Bahwa nilai dan tafsir agama membuat manusia penganutnya jadi manusia yang baik. Meski, dalam prakteknya, justru tak sedikit mereka yang riuh melabeli diri dengan atribut-atribut agama terperosok berbagai masalah dan pelanggaran hukum maupun susila.

Beberapa kawan bertanya, kalau tidak berlandaskan agama, bagaimana orang-orang itu--masyarakat Barat maksudnya-- tahu benar atau salah?  

Well, jawabnya bisa panjang lebar, namun mungkin ringkasnya ada yang namanya moralitas sekuler. Yaitu moralitas yang tidak didasarkan pada ajaran agama. Namun tetap, ia mengajak manusia penganutnya hidup dengan baik, rukun dengan yang lain, menghormati aturan dan menghargai kemanusiaan dan perbedaan.

Sebagaimana diucapkan Albert Einstein, "A man's ethical behavior should be based effectually on sympathy, education, and social ties and needs; no religious basis is necessary. Man would indeed be in a poor way if he had to be restrained by fear of punishment and hopes of reward after death."

Anyway, saya tidak berniat mempertentangkan moralitas agama dan sekular. Hanya ingin menyebut bahwa, terkadang beragama saja tanpa benar-benar secara mendalam mengadopsi nilai-nilai moralnya tidak akan mengantarkan kebaikan diri atau sesama. Alih-alih, bisa-bisa agama kita tumpangi dan jadikan bemper kepentingan duniawi semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun