Beberapa waktu lalu kami menonton sirkus. Jujur, ini kali pertama  saya nonton sirkus, secara langsung. Sebuah pengalaman menarik. Namun,  di luar menariknya sirkus sebagai tontonan, entah kenapa saya justru  terbersit sirkus sebagai refleksi hidup.
Dalam sirkus selalu ada  ringmaster, yang memainkan peran pemimpin rombongan, pemandu acara  sekaligus pengatur ritme pertunjukan. Hal serupa ada dalam hidup  keseharian kita. Di keluarga, di lingkungan sosial, atau pekerjaan, akan  selalu ada dan butuh selalu ada yang memainkan peran serupa. Peran  pemimpin, pengatur, koordinator dan pemandu kebersamaan.
Kadang  kita diberi kesempatan menjalani peran rigmaster macam ini.Kadang kita  berharap diberi kesempatan ini. Seringnya, orang lain yang diberi kesempatan ini. Tak jarang kita berebut mendapatan kesempatan ini.Â
Begitu pula hidup. Kita berlomba mendorong diri,  memanjati temali kehidupan. Menuju atas, menaiki jenjang karir, meraih  kemajuan. Kadang jalur itu tak lancar, kadang ia berbelit, kadang pula  ia berayun dan memaksa kita turut atau bahkan berpindah menggenggam  temali lain.Â
Begitu juga hidup. Kita selalu butuh manusia lain untuk berpasangan.  Kita butuh dukungan, dorongan, sandaran untuk bisa menjulang. Kadang  kita tak sepaham, namun lewat komitmen, kita bisa terus sejalan.
Begitu pula hidup. Dia  ibarat roda yang terus berputar, dan kita di dalamnya berlarian.  Berusaha mengikuti putaran, terkadang mempercepat rotasinya, namun  seringpula tersengal kelelahan dibuatnya. Kadang kita hanya berjalan  penuh kepastian, di lain waktu kita kita hanya mengalir berdasar  keyakinan.Â
Begitu juga hidup. Kadang kita  menertawakan orang lain. Tingkah mereka, gaya hidup mereka, pandangan  mereka atau bahkan tak jarang tampilan lahir mereka. Namun sering kita  lupa, sebegitu kita bisa menertawakan mereka, sebegitu bisa pula kita  ditertawakan oleh lainnya. Kita anggap orang lain badut tanpa sadar  bahwa kita bisa jadi badut bagi orang lain.