Entah sejak kapan saya suka menulis. Seringnya menulis dulu karena pekerjaan. Menulis sebagai bagian menjelaskan produk atau layanan, menyampaikan laporan kegiatan atau meyakinkan klien bahwa mereka tak salah memilih rekanan.
Belakangan, saya lebih punya banyak kesempatan menulis bukan hanya untuk pekerjaan. Namun menulis untuk menuangkan pikiran, mencatat pengalaman dan mengabadikan ingatan.Â
Sering kita temukan, betapa ingatan tak selalu bisa diandalkan. Apa yang kita ingat sekarang, bisa jadi beda dengan apa yang bakal kita ingat besok hari kemudian. Apalagi ingatan kita akan hari, bulan atau tahun yang telah lampau. Jangankan detail, bayangan samarnya pun belum tentu bertahan.
Karenanya, kita butuh menulis. Karena tulisan mengabadikan pikiran, sekaligus ingatan. Ia mengabadikan kenangan sekaligus memupuk harapan. Bahwa kita mungkin pernah terpuruk dalam kesalahan, namun harapan akan selalu ada di masa depan.
Menulis tidak gampang, dan tidak akan pernah menjadi gampang. Bahkan bagi mereka yang profesinya adalah penulis, menuangkan pikiran dalam baris kata dan rangkaian huruf adalah tantangan setiap kalinya. Karena menulis ibarat mempunyai seorang anak. Anak pikir.
Laiknya seorang anak, sebuah tulisan bisa butuh waktu lama berkutat di dalam rahim pemikiran kita, bisa tergesa ke ke luar secara prematur, namun kebanyakan ia mati sebelum mewujud ke dunia kata.
Berapa banyak pikiran, ide, khayalan dan imajinasi yang kita represi. Semua yang mustinya jika dituangkan bisa jadi berlembar, berbuku dan berjilid tulisan.Â
Tulisan, layaknya seorang anak, begitu ke luar dari pikiran, mewujud sebagai sosok, dia akan berinteraksi dengan dunia. Dia akan tumbuh membesar, berkenalan dengan anak-anak pikir lain, kadang bergandengan, namun sering pula berbenturan bahkan bermusuhan. Tak apa, biarkan saja. Ini adalah sebuah keniscayaan.
Tulisan mengabadikan pikiran. Sebagaimana aliran sungai, manusia dan pikirannya selalu bergerak, mengalir, menuju lautan tempatnya kembali. Sejalan dengan waktu, pikiran kita pun berubah. Pandangan kita berubah. Keyakinan kita tumbuh, memuncak dan kadang runtuh untuk memberi ruang bagi keyakinan lain.
Menuliskan pikiran kita saat ini ibarat mengabadikan setiap momen diri dalam aliran sungai kehidupan kita. Memungkinkan kita ke depannya menengok kembali, untuk berefleksi, berkaca dan menelaah perjalanan pemikiran kita sendiri.Â
Membuat kita menyadari bahwa ada fluktuasi pemikiran, ada naik turun gelombang keyakinan berbalut pertanyaan dan pengingkaran. Membuat kita awas bahwa bisa jadi apa yang kita yakini saat ini bisa saja berubah di waktu mendatang.