Beberapa bulan lalu kami sekeluarga melancong ke salah satu landmark utama di Inggris, yaitu Stonehenge. Berada di kawasan Wiltshire sekitar 13 km utara Salisbury.
Bangunan neolitik berupa jajaran batu konsentris setinggi 4 meter dengan berat masing-masing 25 ton ini dipercaya dibangun pada era Bronze Age, antara 3000-2000 BC dan berfungsi sebagai bangunan keagamaan sekaligus kompleks pemakaman.
Posisinya di tengah-tengah padang rumput luas, in the middle of nowhere. Untuk mencapai kompleks Stonehenge dari parkir mobil perlu naik shuttle bus yang disediakan pengelola sekitar 10 menit, atau kalau menjajal jalan kaki sekitar 45 menitan. Di bawah terik matahari musim panas, kami memilih shuttle bus meski harus berdesak-desakan dengan turis-turis lain.
Anyway, sampai di Stonehenge, hal pertama yang saya rasakan adalah kekecewaan. Ternyata, landmark legendaris ini tak se-breathtaking yang saya bayangkan. Tak ada aura grandeur padanya. Hanya susunan batu besar warna hitam abu-abu melingkar di tengah padang rumput. That's it.
Saya dulu sering berdecak kagum saat melihat foto Stonehenge terpampang sebagai dekstop di komputer Windows. Namun, setelah menyaksikan aslinya, sepertinya ia hanya bagus di gambar semata. Hanya tenar karena ekspos media saja. Borobudur dan atau Prambanan di negeri kita jauh lebih luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H