Mohon tunggu...
Hasto Suprayogo
Hasto Suprayogo Mohon Tunggu... Konsultan - Hasto Suprayogo

Indonesian creative designer & digital marketing consultant | astayoga@gmail.com | http://www.hastosuprayogo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Saracen, Sisi Gelap Bisnis Digital Indonesia

3 Desember 2017   21:35 Diperbarui: 3 Desember 2017   22:22 1340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingat kasus ujaran kebencian yang dilakukan secara masif oleh kelompok yang menamakan diri Saracen?

Bagi mereka yang terjun di bisnis digital, terungkapnya kelompok penyebar hoax Saracen mungkin tak terlalu mengejutkan. Beda dengan publik awam yang tidak bergelut di dalamnya.

Saracen, demikian kelompok ini menamakan diri, menawarkan jasa kampanye di dunia maya untuk klien-nya. Sekilas tak jauh beda dengan jasa yang ditawarkan digital agency lain, melainan satu, Saracen menggunakan strategi kampanye berbasis isu-isu SARA (suku, ras, agama dan antar golongan).

Sejauh penyelidikan polisi, tiga orang ditetapkan sebagai tersangka, sementara belasan lainnya masih diperiksa karena masuk daftar pengurus kelompok ini. Bahkan, 2 orang tokoh, seorang pengacara kondang dan seorang purnawirawan TNI, disebut-sebut namanya tercatat sebagai dewan penasehat Saracen--meski keduanya tegas membantah.

Di luar soal impikasi politik terungkapnya jaringan Saracen ini, saya melihatnya sebagai keniscayaan dalam dunia bisnis digital. Saracen sebenarnya menawarkan apa yang dibutuhkan banyak pihak, yaitu konten, infrastruktur resources teknis & manusia, jejaring sosial dan kerja nyata dalam persaingan kampanye digital saat ini, khususnya di dunia politik. 

Di luar soal isu SARA yang dijadikannya unique selling point, Saracen tak jauh beda dengan startup lain, namun lebih morally flexible--kalau boleh saya sebut demikian. Artinya, pertimbangan moral & etika bukanlah guidance utama orang-orang di balik Saracen.

Saracen, saya anggap sebagai perwujudan sisi gelap dunia digital kita. Dia ada namun seperti tak ada. Dia nyata namun samar adanya. Dia bekerja namun kita lebih nyaman menafikannya. Saracen, tak jauh beda dengan berbagai layanan judi online, prostitusi dunia maya, pornografi, jualan narkoba online atawa layanan-layanan illegal lainnya.

Jadi ketika seorang pembesar kepolisian menyebut Saracen hanyalah satu dari sekian banyak kelompok sejenis, saya manggut-manggut aja. Karena memang realitasnya demikian. 

Indikatornya gampang. Kalau Anda pernah mendapati akun-akun di media sosial yang berkomentar miring soal satu isu, menyerang satu pihak tanpa alasan jelas, mencerca, membully secara membabibuta, apalagi sampai menyangkut isu SARA, artinya Anda tengah menyaksikan kerja Saracen dan kawan-kawannya.

Karena simple saja, tak ada orang yang benar-benar mau menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan kuota internet untuk melakukan hal-hal absurd semacam itu, jika tidak ada keuntungan yang didapat--dalam hal ini keuntungan materiil.  

Mungkin satu dua mengkritik karena perbedaan ideologis, namun umumnya yang semacam ini menggunakan akun pribadi dengan identitas jelas. Namun ketika akun-akun yang digunakan abal-abal, anonimus atau samaran, bisa dijamin mereka adalah pelaku bisnis digital macam Saracen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun