Jika banyak dari kita belakangan concern sekali dengan ganasnya badai Cempaka yang menghantam berbagai wilayah Jawa, seperti Yogyakarta dan Jawa Timur, sehingga menyebabkan banjir di mana-mana dan longsor di Pacitan, serta ancaman badai Dahlia yang sekarang mengancam wilayah Lampung dan sekitarnya, saya justru lebih penasaran dengan nama badai itu sendiri.
Bukan karena saya tidak peduli dengan para korban, atau kerusakan fisik, infrastuktur, material dan tentunya psikologis yang diakibatkannya, namun entah pikiran saya tergelitik justru dengan nama yang digunakan untuk kedua badai tadi. Dahlia, Cempaka, nama-nama yang indah--menurut saya--untuk sebuah fenomena alam yang mengerikan.
Usut punya usut, adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG/TCWC Jakarta) yang menentukan nama kedua badai tadi. Tentunya, masak Pak Jokowi yang buat. Anyway, BMKG tak hanya menamai dua badai tadi, namun juga menyiapkan daftar nama-nama untuk badai-badai selanjutnya.Â
Jika Anda penasaran, berikut daftar nama badai yang disipkan BMKG sekiranya ada badai susulan setelah Cempaka dan Dahlia.
Cempaka, Dahlia, Flamboyan, Kenanga, Lili, Mangga, Seroja, Teratai, Anggrek, Bakung
Jadi, bisa ditebak, jika nanti Indonesia dihantam badai tropis lagi, maka namanya adalah Badai Flamboyan.
Well, ternyata, adalah lembaga meteorologi dunia, Â World Meteorological Organization, yang memberikan aturan penamaan demikian. Di mana badai dinamai berdasarkan wilayah asal pembentukannya (basin). Di seluruh dunia terdapat 9 basin (lempeng dasar samudra), dengan berbagai lembaga meteorologi wilayah dan negara yang memantaunya.
Seperti basin North Atlantic dan Eastern Pacific dipantau oleh United States National Hurricane Center. Basin Southern Pacific dipantau oleh Fiji Meteorological Service dan Meteorological Service of New Zealand. Sementara basin Australian region, yang juga meliputi wilayah Indonesia, dipantau oleh BMKG, Climatology and Geophysics Papua New Guinea serta National Weather Service Australian Bureau of Meteorology.
Nah, ketika badai terbentuk di antara posisi koordinat Equator -- 10S, 90E -- 141E, maka badai tersebut menjadi 'hak' BMKG Indonesia untuk menamainya berdasarkan urutan di atas.
Sebenarnya tak harus nama perempuan, namun di tahun 50-an, U.S. National Hurricane Center mengikuti pemberian nama badai seperti kebiasaan para ahli meteorologi angkatan laut Amerika Serikat yang menggunakan nama perempuan. Sebagaimana mereka biasa menamai kapal-kapalnya. For good luck charm, katanya.
Kebiasaan ini menyebar juga ke badan meteorologi lain di seluruh dunia. Meski, kemudian tak hanya nama perempuan, namun juga nama laki-laki, bunga atau lainnya.
Namun tetap saja, bagi saya adalah menarik mengamati penamaan badai dengan nama-nama perempuan. Mungkin--kalau boleh saya berandai-andai--ini lebih sebagai wujud ekspresi bawah sadar para ahli meteorologi yang sebagian besar laki-laki, yang paham betapa kemarahan badai tak bisa menandingi ngerinya perempuan yang sedang marah.
 Have a pleasant day everyone and stay safe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H