Jonathan Swift, pemikir asal Inggris, pernah berujar “Coffee makes us severe, and grave, and philosophical“. Tak salah kiranya apa yang diungkapkan penulis kisah Gulliver’s Travels tersebut tentang kopi dan bagaimana efeknya terhadap kehidupan manusia.
Tercatat tak kurang dari 1,6 milyar cangkir kopi dikonsumsi setiap harinya. Jumlah nan luar biasa, cukup untuk mengisi penuh 300 kolam renang standar Olimpiade. Dan hari demi hari, popularitas komoditas minuman satu ini semakin menanjak. Anda dan saya barangkali satu di antara jutaan manusia di dunia yang tak bisa lepas dari nikmatnya menyeruput kopi, khususnya saat mengawali  aktifitas di pagi hari.
Sebenarnya, sejak kapan kecintaan kita akan kopi dimulai?
Dalam buku 1001 Inventions Muslim Heritage in Our World disebutkan sekitar 12 ribu tahun lampau, di tanah Ethiopia, seorang gembala menemukan kambing-kambingnya berperilaku aneh selepas memakan buah tanaman tertentu di bukit. Alih-alih menghindarinya, sang gembala mengumpulkan buah tersebut, membawanya pulang, kemudian merebusnya untuk diminum.
Rebusan buah yang memberikan efek bersemangat bagi peminumnya ini kemudian disebut al-qahwa, yang memberi kita sekarang nama coffee atau kopi. Pelan-pelan, masyarakat banyak meminatinya, khususnya para sufi yang mengkonsumsinya guna membantu terjaga di malam-malam saat menjalani ritual dzikir. Popularitas kopi menyebar luas hingga ke Mekkah dan Turki pada abad ke 15, serta menjangkau Mesir di abad 16.
Al Qahwa
Persinggungan budaya antara dunia timur dan barat, terutama lewat perdagangan menjadikan tak butuh lama hingga kopi dikenal masyarakat Eropa. Tak beda jauh dengan yang terjadi di dunia timur, kopi menjadi minuman populer hampir semua kalangan. Adalah seorang Turki bernama Pasqua Rosee yang pertama kali membuka kedai kopi di Inggris pada 1650 dan langsung menjadi sensasi. Â Tercatat tak kurang dari 500 kedai kopi berdiri di Inggris pada tahun 1700-an.
Kedai kopi ternyata tak berhenti hanya sebagai tempat menikmati minuman berwarna hitam pekat nan pahit. Ia bertransformasi menjadi wahana kumpul berbagai lapisan masyarakat, di mana ide dan pemikiran saling diperbincangkan dan tak jarang diperdebatkan. Pada masa tersebut, kedai kopi disebut sebagai penny university, di mana siapapun bisa mendengarkan para tokoh menelaah dan berdiskusi seru hanya dengan merogoh kocek satu penny (sekitar 1/240 pound) yang merupakan harga secangkir kopi.
Kedai kopi di Inggris, serta banyak negara Eropa lainnya, disebut-sebut sebagai salah satu cikal bakal lahirnya pub serta yang paling utama tumbuhnya berbagai pemikiran liberal yang akhirnya melahirkan gerakan modernisme. Semua karena secangkir kopi.
So, sudahkah Anda minum kopi hari ini?