"Sepuluh ribu, pulang pergi saya tunggui, Bu." Tawaran tukang becak ini menurut saya agak aneh.Â
Cuma 10.000 rupiah kami diantar ke tiga tempat pusat oleh-oleh khas Yogyakarta. Kami ditawari ke Dagadu, ke rumah batik, dan pusat pembuatan bakpia. Belum selesai rasa keheranan saya, tukang becak tersebut berkata lagiÂ
"Mari saya antar, untuk beli susu anak saya, Bu," sontak kita berdua saling memandang dan mendengar tawaran tukang becak yang mangkal di Malioboro ini.Â
Saya dan teman saya dari PKBM Lisa memang beberapa kali ditawari jasa transportasi menuju tempat penjualan oleh-oleh di Yogyakarta. Kami tolak dengan sopan, kalau kita senang menikmati suguhan wisata pelaku UMKM di sekitar Malioboro dengan berjalan kaki saja.Â
"Gimana?" tanya saya ke Bu Nita, teman saya ini. Pertanyaan yang sejatinya ajakan menyerah untuk jalan kaki, dan naik becak demi mendengar tawaran tukang becak yang mengibakan.
"Ayo, Bu!" Jawabnya singkat. Lalu, kami pun naik becak bertenaga motor tersebut. Masih sekian detik perjalanan, tukang becak bercerita, kalau ia punya kartu anggota dan ada garansi pusat pengaduan.Â
Saya tidak paham maksud ceritanya. Entahlah Bu Nita, paham atau tidak. Saya masih sibuk dengan pikiran saya sendiri, kok bisa upah 10.000 bisa antar ke 3 tujuan.Â
Pada menit-menit selanjutnya, ia bercerita layaknya pemandu wisata saat melewati tempat wisata sejarah menuju pusat penjualan produk merek Dagadu. Saya simpulkan tukang becak ini sepertinya enjoy  dengan profesinya.Â
Kami juga baru tahu kalau para pedagang yang berjualan di emperan toko sepanjang Malioboro ini dipindahkan ke tempat lain.Â
Tiba di Dagadu, kami lihat produknya sebentar, sangat singkat. Rupanya kami berdua bukan tipe gaya hidup yang suka kepincut dengan produk unik, dan kekhasan lainnya.Â