Sanggit berarti anggesangaken ringgit.
Dhalang berati angudhal piwulang, ngudhal-udhal walulang, kadhal karo walang dst. Berpijak dari anasisis tersebut dapat diartikan  bahwa kata kethek  jelas berarti kera, sedangkan ogleng bisa dihubungkan dengan jenis iringan (gamelan) yang suaranya sangat menonjol yaitu demung yang biasanya orang pedesaan menyebutnya GLENG.  Selain  itu, iringan kethek ogleng yang paling dominan adalah gangsaran pancer nem yang ditabuh dinamis sehingga menimbulkan suara gleng...gleng....gleng. Dari analisa tersebut dapat kami tarik kesimpulan bahwa Kethek Ogleng  dapat diartikan seekor kera yang menari dengan diiringi gangsaran pancer nem. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan untuk berasumsi lain misalnya Kethek Ogleng diartikan sebagai Kethek Degleng  (gila).
B. Â ALUR CERITA KETHEK OGLENG
       Ceritera Kethek ogleng diangkat dari cerita Panji. Dinamakan demikian karena Panji adalah merupakan tokoh sentral dari ceritera ini.
Raden Panji Asmarabangun atau Panji Kudawanengpati dan masih banyak lagi nama yang lain adalah merupakan putra Raja Jenggala Prabu Lembu Amijaya. Raden Panji Asmarabangun beristrikan Dewi Sekartaji Putri Raja Kediri Prabu Lembu  Amiluhur. Kedua raja Jenggala dan Kediri ini kakak beradik sehingga antara Raden Panji dan Sekartaji adalah saudara sepupu.
      Ceritera ini berawal dari Prabu Lembu Amijaya yang merasa sudah tidak mampu menjalankan tampuk pimpinan kerajaan Jenggala karena sudah tua, sehingga mengamanatkan kepada putra sulungnya yaitu Raden Panji Asmarabangun untuk menggantikannya. Namun karena Raden Panji merasa belum mampu mengendalikan jalannya pemerintahan sehingga Raden Panji Asmarabangun lalu meninggalkan kerajaan tanpa pamit dengan tujuan ingin mencari tambahan ilmu untuk bekal di dalam mengendalikan Kerajaan Jenggala. Kepergiannya  diikuti oleh abdi setianya yaitu Jarodheh dan Prasanta. Kepergian Raden Panji Asmarabangun  ini agar tidak dikenal oleh  siapapun maka lalu menyamar sebagai pemuda desa dan  berganti nama Jaka Asmara.
      Sementara itu, di kaputren Dewi Sekartaji sangat sedih dan bingung setelah mengetahui kalau suaminya pergi meninggalkan kerajaan. Dewi Sekartaji lalu memohon petunjuk Dewata. Dewi Sekartaji mendapatkan petunjuk dari Dewa bahwa bisa bertemu suaminya dengan cara ikut seorang janda bernama Randha Sambega dari desa nDadapan. Dewi Sekartaji lalu berpamitan dengan adik iparnya yang bernama Dewi Ragil Kuning. Namun Dewi Ragil Kuning tidak mau ditinggal dan memutuskan untuk ikut dengan Dewi Sekartaji. Mereka berdua lalu meninggalkan istana dengan menanggalkan semua pakaian kebesarannya dan memakai pakaian layaknya seorang gadis desa dan berganti nama. Dewi Sekartaji berganti nama Endhang Rara Tompe dan Ragil Kuning berganti nama Endhang Suminar.
      Prabu Lembu Amijaya sangat sedih atas kepergian putra mahkota, disusul kepergian menantunya, maka Prabu Lembu Amijaya segera memerintahkan kepada putra keduanya yaitu  Panji Gunungsari untuk mencari Raden Panji Asmarabangun. Atas petunjuk Dewi Kilisuci (Saudara tua Prabu Lembu Amijaya yang bertapa di gunung Anjasmara)  Raden Panji Gunungsari disarankan untuk berganti rupa berujud seekor kera putih, diberi nama Kethek Ogleng dan disarankan untuk pergi ke desa Dadapan.
Bersamaan dengan itu, Adipati Bantarangin Prabu Klana Bramadirata  yang sedang mabuk kepayang dengan Dewi Sekartaji sangat murka setelah lamarannya ditolak. Maka segera memerintahkan bala tentaranya untuk menyerang Jenggala. Dengan susah payah bala tentara Jenggala yang dipimpin oleh Panji Kartala hampir tidak mampu menahan kekuatan Bantarangin.
Sementara itu di desa nDadapan, Randha Sambega beserta putri-putri angkatnya sedang mencari kayu bakar di hutan. Tanpa disadari datanglah seekor kera putih sehingga membuat para putri tersebut ketakutan. Apalagi kethek ogleng tersebut berniat ingin meminang kedua putri tersebut. Singkat cerita,akhirnya kedua putri tersebut pura-pura menerima pinangan kera tersebut walaupun dengan hati was-was.  Setelah bercengkerama cukup lama,Kethek ogleng minta dihibur dengan nyanyian  (dikudang-jawa). Permintaan itu dituruti oleh Dewi Sekartaji. Karena terlena dengan suara nyayian Dewi Sekartaji, akhirnya Kethek Ogleng tertidur. Setelah tertidur, para putri tersebut meninggalkan Kethek Ogleng karena bagaimanapun kethek ogleng adalah binatang, mereka kawatir kalau suatu saat menggigitnya.
Tidak berapa lama kethek ogleng tersebut terbangun dan kaget setelah mengetahui para putri tersebut menghilang,maka  ia berniat untuk mencarinya. Sementara itu si perjalanan  kedua putri bersama mbok Randha Sambega  selalu ketakutan kalau kera putih tersebut mencarinya. Karena menempuh perjalanan yang cukup lama dengan medan hutan belantara mereka kelelahan bercampur dengan  perasaan takut,akhirnya keduanya menangis.