Mohon tunggu...
Assyifa Kurnianda S P
Assyifa Kurnianda S P Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Jurusan Teknik Pertambangan Di Universitas Khairun

Hi , Perkenalkan nama saya Assyifa Kurnianda S.P 20 tahun . Mahasiswa Teknik Pertambangan , Fakultas Teknik . Universitas Khairun , Ternate .

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Be A Smart Miners

20 Oktober 2019   19:35 Diperbarui: 20 Oktober 2019   19:38 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditulis Oleh :

Assyifa Kurnianda S.P . Mahasiswa Teknik Pertambangan , Fakultas Teknik . Universitas Khairun , Ternate. Maluku Utara

Kata pertambangan atau menambang pasti sudah umum di telinga masyarakat . Tetapi , mungkin hanya sebagian masyarakat saja yang mengetahui bagian-bagian penting apa saja yang bisa didapat , di produksi dan dijual kembali didalam hasil pertambangan . Contoh nya didalam penambangan Emas (Au) , umumnya yang diketahui hanya menambang emas saja . 

Sebenarnya kita bisa mendapat lebih daripada sekedar Emas (Au) . Karena didalam pembentukan mineral di alam , pasti ada mineral pengikut (Gangue) , biasanya mineral pengikut ini hadir akibat proses alterasi . Emas berasal dari suatu reservoar yaitu inti bumi dimana air magmatik yang mengandung ion sulfida, ion klorida, ion natrium, dan ion kalium mengangkut logam emas ke permukaan bumi.

Kecenderungan terdapatnya emas terdapat pada zona epithermal atau disebut zona alterasi hidrothermal. Zona alterasi hidrotermal merupakan suatu zona dimana air yang berasal dari magma atau disebut air magmatik bergerak naik kepermukaan bumi. Celah dari hasil aktivitas Gunungapi menyebabkan air magmatik yang bertekanan tinggi naik ke permukaan bumi. 

Saat air magmatik yang yang berwujud uap mencapai permukaan bumi terjadi kontak dengan air meteorik yang menyebabkan ion sulfida dan ion klorida yang membawa emas terendapkan. 

Air meteorik biasanya menempati zona-zona retakan-retakan batuan beku yang mengalami proses alterasi akibat pemanasan oleh air magmatik. Seiring dengan makin bertambahnya endapan dalam retakan-retakan tersebut,

Semakin lama retakan-retakan tersebut tertutup oleh akumulasi endapan dari logam-logam yang mengandung ion-ion kompleks yang mengandung emas. 

Zona alterasi yang potensial mengandung emas dapat diidentifikasi dengan melihat lapisan pirit atau tembaga pada suatu reservoar yang tersusun atas batuan intrusif misalnya granit atau diorite . 

Salah satu nya , didalam Au ada mineral pengikut bernama Flourit , yang biasanya digunakan di pakaian safety pertambangan atau pemadam kebakaran . Garis abu-abu (retroeflective) , fungsinya agar pekerja lebih mudah dikenali dalam kondisi gelap, dikarena kan Fluorit ini bisa memantulkan cahaya .

Selain Emas (Au) , juga ada Nikel (Ni) Nikel merupakan bahan galian yang mempunya inilai ekonomis yang tinggi karena pada masa sekarang dan masa yang akan datang kebutuhan nikel semakin meningkat disamping dari kebutuhan lainnya yang persediaanny asemakin terbatas.Kegunaannya sebagai campuran alloy, pemurnian minyak, pelapisan logam lain, dan bahan industry peralatan rumah tangga. 

Didalam endapan Nikel dapat ditemukan Cobalt (Co) , yang mempunyai harga jual yang tinggi juga . Cobalt biasanya dapat digunakan didalam pembuatan batu betterai . Ada dua jenis baterai listrik yang banyak digunakan saat ini, yaitu Lithium-ion (Li-ion) dan Nickel Metal Hydride (NiMH). 

Baterei Li-ion menggunakan unsur logam litium dan kobal sebagai elektroda, sedangkan NiMH memanfaatkan nikel sulfat sebagai komponen utamanya. Itulah mengapa produk nikel sulfat dan cobalt sulfat kini jadi primadona . Di Indonesia memang belum ditemukan cebakan bijih litium meskipun ada indikasi .

Mineralisasinya yang berasosiasi dengan batuan granit pegmatit. Namun untuk nikel dan kobalt, Indonesia adalah salah satu negara dengan cadangan terbesar di dunia. Penyebarannya cukup merata di Kalimantan, Sulawesi, Halmahera, dan Papua.

Endapan nikel dan kobalt di Indonesia merupakan endapan tipe laterit yang terkandung dalam bijih limonit dan bijih saprolit dengan kadar bervariasi. Rata-rata bijih laterit dan saprolite memiliki kandungan nikel 0,6%--2,23% dan kobal sebesar 0,07% -- 0,18%. Berdasarkan data Kementerian ESDM 2017, sumber daya bijih nikel Indonesia sebesar 6,3 miliar ton dengan total cadangan sekitar 3,1 miliar ton (6% dari cadangan dunia). 

Dari bijih tipe laterite tersebut, diperkirakan kandungan total sumber daya dan cadangan nikel masing-masing sebesar 95 juta ton dan 68,7 juta ton. Adapun total sumber daya kobalt diperkirakan sebesar 7,2 juta ton dengan total cadangan 1,2 juta ton.

Masalah dan tantangannya adalah, kendati Indonesia mempunyai cadangan dan sumber daya nikel dan kobalt cukup besar, selama ini bijih nikel di dalam negeri sebagian besar diolah dengan teknologi peleburan (smelter) yang menghasilkan produk akhir berupa feronikel, bahan baku untuk pembuatan stainless steel.S

ementara untuk memenuhi pasar baterai listrik yang membutuhkan nikel sulfida dan kobalt sulfida tersebut, Indonesia baru memiliki satu pabrik pengolahan yang menghasilkan nikel matte yang mengadung nikel sebanyak 78%, kobalt 1%, dan sulfur 20%. 

Untuk memproduksi nikel sulfat dan kobalt sulfida, bijih nikel (limonit dan saprolit) harus diolah dengan sistem hydro-metallurgy. Membangun pabrik pengolahannya sangat mahal seperti yang beroperasi di Goro, Kaledonia Baru (Perancis) dengan investasi sekitar US$5,5 miliar . 

Tidak ada maksud untuk mengkucilkan usaha pemerintah yang telah membangun 27 smelter yang berdiri dan beroperasi . tetapi seyogyanya pemerintah juga perlu menyusun Road Map pertambangan yang terintegrasi dengan Road Map di sektor perindustrian dan sektor hilir lainnya. Diperlukan juga kemudahan dan insentif untuk menarik minat investor global ke Indonesia. 

Selaih itu perlu kepastian dalam hal mendapatkan tenaga listrik untuk menggerakkan mesin-mesin dan peralatan yang akan digunakan oleh industri tersebut.  

Meski telah 10 tahun UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disahkan, di mana salah satu ketentuannya adalah kewajiban hilirasi mineral di dalam negeri tetapi kenyataannya industri pertambangan nasional belum cukup responsif dalam menyikapi kebutuhan pasar yang berkembang begitu cepat . 

Tujuannya jelas agar sektor pertambangan sebagai penyedia bahan baku untuk sektor industri, manufaktur, konstruksi, dan transportasi dapat seiring sejalan dengan perkembangan di sektor hilir tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun