Pacitan, 31 Januari 2025 -- Di tengah arus modernisasi, seorang seniman muda asal Pacitan dengan penuh dedikasi berusaha melestarikan seni budaya wayang kulit. Berawal dari hobi menggambar sejak kecil, ia kini terus mengembangkan seni wayang purwa dengan tetap memegang teguh pakem tradisional. Harapannya, seni wayang ini dapat lebih dikenal dan diminati oleh generasi muda di era modern.
Yoso Dwi Sunu, seniman muda asal Sedayu, Arjosari, memulai perjalanannya dalam seni wayang dari hobi menggambar bebas saat masih kecil. Ketertarikannya pada wayang muncul saat ia duduk di bangku kelas 5 SD setelah sering menonton pertunjukan wayang purwa (wayang kulit). Dukungan dari orang tua dan pihak sekolah semakin memotivasinya untuk mendalami seni tradisional ini. "Ketertarikan saya pada wayang mulai muncul sejak kelas 5 SD, setelah sering menonton pertunjukan wayang purwa. Dari situ, saya mulai mencoba membuat wayang sendiri dengan dukungan orang tua dan sekolah," ujar Yoso Dwi Sunu saat menceritakan awal perjalanannya mendalami seni wayang dalam wawancara tidak langsung melalui media WhatsApp (26/01/2025).
Semasa SMP, Sunu aktif mengikuti lomba dan terus mengembangkan bakatnya. Ia kemudian direkomendasikan oleh guru untuk melanjutkan ke SMKN 1 Pacitan, jurusan Kriya Kreatif Kulit dan Imitasi (KKKI). Di sana, ia mendapatkan kesempatan lebih besar untuk mempelajari dan menciptakan wayang purwa yang sesuai dengan pakem. Setelah lulus, ia mengambil waktu satu tahun untuk mencari pengalaman, menjalin relasi di bidang seni, dan bergabung dengan komunitas seni lokal. Melalui komunitas tersebut, ia terlibat dalam berbagai kegiatan seperti lomba dan pameran untuk memperkenalkan seni wayang kepada khalayak yang lebih luas.
Dalam proses pembuatan wayang, Sunu mengungkapkan bahwa pengerjaan satu tokoh wayang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. "Waktu pengerjaan biasanya sekitar 2-3 minggu untuk satu tokoh wayang, tergantung kerumitan desain dan pembagian waktunya. Kadang, saya tidak bisa mengerjakan secara penuh setiap hari," jelasnya. Wayang kulit, atau wayang purwa, dibuat dengan teknik khusus yang disebut sungging, yaitu teknik pewarnaan menggunakan gradasi dari warna muda ke warna tua, atau sebaliknya. Selain wayang, Sunu juga menekuni seni lukis. Keduanya menjadi bidang yang ia eksplorasi secara serius sebagai bentuk pengembangan kreativitasnya.
Ketertarikan Sunu pada wayang kulit terus berlanjut hingga masa sekolah di SMKN 1 Pacitan. Di sana, ia sering membuat wayang kulit dan mendalami keterampilan tersebut. Namun, tantangan muncul setelah ia lulus. "Sampai sekarang saya masih sering membuat wayang kulit, tapi pasarnya di sini sulit. Kebanyakan orang lebih sering meminta dibuatkan lukisan, jadi saya menyesuaikan," ungkapnya.
Seni lukis pun menjadi salah satu media yang ia gunakan untuk tetap melestarikan seni tradisional, sekaligus memenuhi permintaan pasar yang lebih banyak mengapresiasi karya berbentuk lukisan.
Namun, di balik semangatnya berkarya, Sunu menghadapi kendala dalam memasarkan karyanya. Ia mengungkapkan bahwa di Pacitan belum ada tempat khusus yang dapat membantu seniman memasarkan karya mereka secara konsisten. "Kalau kendalanya, yang sering itu di pemasaran karya. Di Pacitan itu belum ada tempat penampungan yang bisa menjamin bahwa karya itu laku, jadi akibatnya saya sendiri merasa kurang semangat dalam berkarya," tuturnya.
Meski begitu, Sunu tidak menyerah. Ia memilih untuk tetap produktif dengan terus berkarya, meski belum ada pesanan. "Solusinya saya cuma terus berkarya. Nanti sewaktu-waktu karya saya keluarkan dalam event, seperti pameran atau lomba. Jadi meskipun karya tidak laku, setidaknya timbul semangat, dan semakin banyak yang mengenal karya saya," tambahnya.
Sunu juga menekankan pentingnya menjaga ciri khas dalam berkarya. "Kalau kita harus menyesuaikan pasar, kita akan kehilangan ciri khas. Jadi, kalau ada yang pesan, kita buat sesuai permintaan. Kalau tidak, saya berkarya sesuai kemauan saya. Toh, tujuan saya juga sekadar hobi dan sedikit berkontribusi melestarikan budaya," pungkasnya.
Sunu berharap seni wayang dapat terus berkembang, termasuk di kalangan generasi muda. Baginya, proses pembuatan wayang memiliki nilai tersendiri, yaitu melatih kesabaran karena setiap detail harus dikerjakan dengan penuh kehati-hatian. Melalui karyanya, Sunu juga ingin menyampaikan berbagai pesan kehidupan yang terkandung dalam cerita pewayangan, mulai dari nilai religi, cinta, hingga tema-tema seperti politik dan perang.