Mohon tunggu...
ali assyadath
ali assyadath Mohon Tunggu... -

Acheh's resident for a life time..a lover of Acheh's culinary..hater of dirrty and filthy politics which ongoing in Acheh recently

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Caleg Muda, Bisa Apa?

1 April 2014   15:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:13 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perhelatan akbar demokrasi tinggal menghitung hari. Pemilu legislatif menjadi “ajang pertarungan” pertama para Caleg dan partai politik sebagai wujud wajah baru demokrasi pasca reformasi 1998. Wajah baru yang diwarnai oleh muka-muka segar dan enak dipandang berusia belia untuk mewakili negeri berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa. Artis, public figure, pengusaha muda hingga putra-putri pejabat negeri mengadu “peruntungan” untuk menjadi wakil rakyat yang terkadang hanya bermodalkan tampang dan popularitas, atau tidak keduanya namun lebih kepada “menumpang” ketenaran orang tuanya sebagai pejabat negeri. Pertanyaannya adalah, caleg-caleg muda ini, bisa apa?

Untuk menjadi wakil rakyat, setidaknya diperlukan 3 hal yaitu; popularitas, mesin politik dan tentunya capital (modal yang cukup). Ambil contoh artis. Dengan popularitasnya sudah tentu tidak menyulitkan ia dikenal di kalangan masyarakat, apalagi bila peran-peran yang dimainkannya bersifat protagonis; orang bijak, ustadz, kyai, ayah yang mencintai keluarganya dll, akan semakin meningkatkan popularitasnya di mata masyarakat. Selanjutnya mesin politik (parpol) tinggal ambil jalan pintas dengan meminangnya untuk dipoles sedemikian rupa hingga cukup pantas menjadi salah satu kadernya. Dan yang terakhir, tentunya yang paling penting adalah kekuatan modal (capital) yang besar. Yaaa, untuk sekedar kumpul-kumpul, berbicara dalam kelompok, sampai pembuatan reklame/poster perlu uang. Ketiga hal di atas menjadi modal penting bagi setiap calon wakil rakyat.

Namun seiring berjalannya waktu, ketiga modal di atas menurut saya masih belum cukup pantas untuk menempatkan seseorang di kursi senayan. Saya ingin menambahkan persyaratan kapabilitas dan pengalaman. Hal ini saya anggap penting karena menurut saya, wakil rakyat tidak boleh hanya bermodalkan tampang dan kemampuan komunikasi yang hebat, namun perlu disertai dengan ilmu pengetahuan yang sudah diterapkan dalam pekerjaannya sehari-hari sehingga menjadi pengalaman yang bagus. Kapabilitas personal sangat penting, bukan hanya diukur dari seberapa hebat pendidikannya namun juga seberapa matang dirinya dalam menjalani kehidupan yang terkadang ada pasang surutnya, menghadapi kesulitan dan mencari jalan keluar terbaik. Di sinilah pengalaman menjadi guru terbaik dalam kehidupan.

Saya ambil contoh sederhana di tempat tinggal saya, Langkat (Dapil III Sumatera Utara) asal Partai Golkar. Sebut saja namanya Dewi Persik (DP). Melihat Profile resmi dalam laman KPU, DP berusia belia, 25 tahun. Ia belum punya dan tidak pernah punya riwayat pekerjaan karenasetengah masa hidupnya dihabiskan untuk sekolah sampai dengan jenjang S-1, lalu menikah tahun 2010 dan memiliki 1 anak. Itu saja. Riwayat organisasi pun baru bergabung dengan Golkar 2 tahun sebelumnya. Namun, hebatnya, dalam pooling survey caleg Indobarometer, menempatkan DP sebagai pilihan terfavorit. Saya bertanya-tanya apa sebenarnya yang membuat DP ini begitu spesial?. Ini pertanyaan besar, muda, tidak punya pekerjaan, pendidikan biasa-biasa saja dan miskin pengalaman politik pastinya. Bagaimana bisa?

Selidik punya selidik, ternyata DP adalah putri dari seorang pejabat negeri yang terkenal di daerah pemilihannya. Pejabat yang disebut-sebut tengah tersangkut dugaan korupsi di Dinas Pekerjaan Umum Daerah sebesar lebih dari 90 M.

Okelah tinggalkan persoalan hubungan Bapak-Anak. Kita fokus pada kapabilitas DP. Secara professional, menurut saya, DP tidak bisa dikatakan memiliki profesionalitas yang layak sebagaicaleg mengingat tidak adanya riwayat pekerjaan. Sehingga apabila terpilih nanti, maka anggota DPR adalah pekerjaan pertamanya. Luar biasa kan?

Calon muda lainnya yang serupa ada pula di daerah Asahan. Sebut saja namanya Franz. Tidak jauh berbeda dengan DP, Franz tidak memiliki apapun yang pantas untuk dibanggakan. Usia 23 tahun menjadikan Franz belum memiliki ijazah S-1. Apa kelebihan Franz? Apakah sama halnya dengan DP yang hanya mengandalkan suara sang Bapak? Dalam kasus Franz mungkin “Kapital” sang bapak.

Kedua contoh di atas, menunjukkan betapa pentingnya rasionalitas masyarakat dalam menentukan pilihannya 9 April mendatang. Masyarakat perlu melihat kembali dan membandingkan para calon-calon yang ditawarkan oleh partai politik untuk dengan cerdas menentukan pilihannya yang berkualitas dan berpengalaman. Saya pun berkeyakinan bahwa setiap caleg yang maju nantinya, “harus sudah selesai” dengan dirinya sendiri, sehingga tidak membawa persoalan-persoalan dirinya ke tempat pekerjaannya yang baru, yaitu sebagai wakil rakyat.

Ayo Cerdas Memilih!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun