Mohon tunggu...
Asrudin Kahar
Asrudin Kahar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Jakarta Tak Butuh Pemimpin Seperti Lee Kuan Yew

1 Februari 2017   10:10 Diperbarui: 1 Februari 2017   10:25 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kampanye awal Desember 2016 lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berjanji bahwa kualitas infrastruktur dan pelayanan publik Ibukota akan sama dengan Singapura pada 2018 nanti.

Bahkan Dekan Lee Kuan Yew School of Public Policy, Kishore Mahbubani pernah mengatakan bahwa Ahok ingin mengerjakan tugas Jakarta sampai selesai tanpa melihat rencana-rencana saja. Hal tersebut sama persis dengan yang dilakukan Lee Kuan Yew pada diri Ahok saat ini.

Kemiripan gaya kepemimpinan Ahok dan LKY tersebut sebenarnya sangat melenceng dari tujuan berbangsa dan bernegara ini. Memang kita akui bersama ketika LKY menjabat sebagai Perdana Menteri Singapura negara tersebut menjadi maju pesat dengan pemerintahan yang bersih dari korupsi, layanan kesehatan modern dan terjangkau, sistem pendidikan berkualitas unggul, bahkan tingkan PDB per kapita tertinggi di dunia, ditambah lagi dengan inovasi teknologi yang berkelanjutan.

Namun jangan lupa bahwa LKY adalah seorang pemimpin yang otoriter, bahkan dirinya berani menyingkirkan lawan-lawan politik melalui serangkaian gugatan hukum, memberangus kebebasan berekspresi kemerdekaan pers, serta membuat sejumlah peraturan yang mengontrol ketat semua kehidupan warganya.

Luar biasanya lagi adalah kebijakan LKY tidak disetir oleh ideologi tertentu namun oleh hasil. Jika pasar bebas lebih menguntungkan maka pakailah! Jika otoritarianisme lebih efektif, ambil! HAM dan kebebasan individu bukan prioritas.

Kebijakan Ahok

Jika kita telaah kembali pragmatism dan otoritarianisme Ahok sangat tercium dari caranya menangai permasalah banjir di Jakarta. Bahkan Ahok tanpa belas kasih menggusur secara paksa ribuan pemukiman warga untuk melancarkan normalisasi aliran sungai Jakarta.

Kini LBH Jakarta menyebut bahwa Ahok telah melanggar sejumlah prosedur penggusuran termasuk tidak adanya musyawarah dan kesepakatan yang ada, dengan menggunakan kekerasan oleh aparat TNI dan Polri kekuasaan Ahok di Jakarta sangat terasa. Itu terbukti bahwa semuanya tidak ada solusi yang memadai, serta nihilnya pendampingan hukum bagi warga yang tergusur.

Pertanyaannya mengapa Ahok menggunakan kekerasan menggusur paksa warga Jakarta? Bagi Ahok, itulah solusi yang tepat dan efektif, dan hasilnya langsung kelihatan tanpa memandang tangisan warga korban penggusuran. Bukti lainnya lagi adalah terkait kebijakan reklamasi pantai utara Jakarta. Walau pembangunan 17 pulau terbukti sangat merugikan nelayan dan masyarakat pesisir ditambah lagi telah merusak ekosistem disekitarnya, ternyata Ahok tetap melanjutkan proyek tersebut, UNTUK SIAPA? Pastinya untuk kepentingan kroni, keluarga dan kerajaan bisnis Ahok.

Hebatnya lagi Ahok mengatakan bahwa proyek reklamasi akan memberikan keuntungan dana kontribusi sebesar Rp 178 Triliun, WOW..dana itu cukup untuk membangun berbagai fasilitas publik di DKI..LUAR BIADAB..!!!!!!!

Dengan kekuasaanya, Ahok memungut dana kontribusi tambahan dari pengembang tanpa landasan hukum yang jelas. Peraturan daerah belum rampung, namun dana tetap ditarik tanpa masuk APBD dan digunakan untuk membiayai program pemerintah. Sampai saat ini KPK masih menyelidiki dugaan tindak pidana dibalik diskresi kebijakan yang diambil oleh Ahok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun