Pendidikan non-formal memiliki kontribusi yang signifikan dalam menekan angka pengangguran di masyarakat. Dalam era globalisasi saat ini, persaingan di dunia kerja semakin ketat, dan menuntut individu untuk memiliki keterampilan yang lebih spesifik dan beragam. Oleh karena itu, pendidikan non-formal dapat menjadi solusi untuk membantu para pengangguran meningkatkan kompetensi dan wawasan mereka, sehingga peluang mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak juga meningkat. Salah satu bentuk pendidikan non-formal yang relevan adalah pelatihan keterampilan.
   Pelatihan keterampilan berfungsi untuk membekali pengangguran dengan kemampuan praktis yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Misalnya, keterampilan di bidang teknologi informasi, penguasaan bahasa asing, hingga manajemen. Tidak hanya meningkatkan kompetensi, pendidikan non-formal juga membuka peluang untuk memperluas jaringan sosial melalui pelatihan-pelatihan tersebut, yang sangat bermanfaat dalam mencari pekerjaan.
  Permasalahan pengangguran merupakan isu serius yang dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia. Salah satu penyebab utamanya adalah ketidaksesuaian antara sistem pendidikan formal dengan kebutuhan pasar kerja. Kurikulum yang tidak sejalan dengan tuntutan industri membuat lulusan kurang siap bersaing di dunia kerja. Selain itu, kurangnya bimbingan karier bagi pelajar dan mahasiswa menyebabkan minimnya pemahaman tentang profesi yang relevan dan keterampilan yang dibutuhkan.
   Dalam menghadapi tantangan ini, pendidikan non-formal dapat memainkan peran penting dengan menyediakan program pelatihan keterampilan, sertifikasi, hingga kursus daring yang dirancang khusus untuk menjawab kebutuhan pasar kerja. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022-2023, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih tergolong tinggi, terutama di kalangan lulusan SMK dan diploma (vokasi). Contoh, pada tahun 2020, jumlah pengangguran akibat dampak pandemi Covid-19 mencapai 1,82 juta orang. Meskipun angka ini menurun pada tahun-tahun berikutnya, persentasenya tetap signifikan. Data BPS juga menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di kalangan lulusan SMA mencapai 7,71%, diploma 6,76%, dan sarjana 5,73%. Angka-angka ini menegaskan pentingnya peran pendidikan non-formal dalam meningkatkan kemampuan para pengangguran agar lebih kompetitif.
   Dalam era digital seperti sekarang, perkembangan teknologi yang pesat memengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk dunia kerja. Persaingan kerja semakin ketat, dan dibutuhkan keterampilan yang relevan dengan kemajuan teknologi. Pendidikan non-formal, seperti kursus daring dan pelatihan bahasa asing, dapat diakses dengan mudah melalui platform digital. Program ini memberikan peluang besar bagi pengangguran untuk meningkatkan kapasitas mereka sesuai tuntutan era digital.
   Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan pendidikan non-formal. Pemerintah dapat memperkuat kurikulum pelatihan, memberikan subsidi kepada lembaga pendidikan non-formal, dan menyediakan bantuan finansial bagi masyarakat yang ingin mengikuti program tersebut. Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat, pendidikan non-formal dapat menjadi alat yang efektif untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
   Secara keseluruhan, pendidikan non-formal memegang peran kunci dalam mengatasi pengangguran. Pelatihan keterampilan, program sertifikasi, hingga kursus daring merupakan langkah konkret untuk meningkatkan kompetensi para pencari kerja. Meskipun ada tantangan dalam pelaksanaannya, investasi dalam pendidikan non-formal adalah upaya jangka panjang yang memberikan manfaat besar bagi individu, masyarakat, dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H