Islam merupakan agama yang sempurna. Selain mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, agama Islam juga banyak mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya, dan bahkan secara lebih rinci lagi mengatur hubungan ekonomi. Dengan demikian, umat muslim memiliki panduan yang lengkap dalam menjalani kehidupan sehari-hari.Â
Di antara sekian aturan ekonomi tersebut, Islam membuat sejumlah larangan dalam kegiatan perekonomian. Dengan mengetahui larangan-larangan tersebut, kita bisa memfilter pilihan dan keputusan kita dalam melakukan transaksi ekonomi.
Perekonomian yang didasarkan pada bunga (interest), dalam pandangan Dr. Umer Chapra, sangat bertentangan dengan ruh dan jiwa hakiki dari ajaran Islam yang menjadikan keadilan sebagai tema sentral sistem sosialnya.Â
Inti ajaran Islam dalam tatanan sosialnya (muamalah) yaitu menolak adanya kezaliman yang merupakan lawan utama keadilan. Sedangkan sistem ekonomi ribawi secara inheren mengandung kezaliman. Karena itu dalam sistem ekonomi ribawi mustahil akan ditemukan keadilan seperti yang diinginkan oleh syariah Islam.
Melihat sejarah adanya riba, riba merupakan salah satu jenis transaksi ekonomi yang secara riil dijalankan dan berkembang dalam masyarakat Arab. Transaksi jenis ini sudah ada sejak sebelum Islam datang, sebuah masa yang dalam perspektif historis Islam disebut sebagai "masa Jahiliyyah".Â
Praktik riba merupakan fenomena sosial-ekonomi yang mewarnai aktivitas ekonomi masyarakat dan tergolong cukup populer bagi masyarakat Arab masa Jahiliyyah.
Setelah Islam datang, praktik riba ini dilarang dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Meskipun riba dalam Alquran dan hadis secara tegas dihukumi haram, tetapi karena tidak diberi batasan yang jelas, hal ini menimbulkan beragamnya interpretasi terhadap riba.Â
Perdebatan pemikiran hukum mengenai riba, kiranya tidak begitu mengundang polemik di kalangan ulama. Sebab status hukum tentang keharamannya sangat jelas. Namun, persoalan mulai mencuat, ketika riba yang diharamkan dalam Alquran itu diterapkan dalam bunga bank. Artinya bunga bank dipersepsikan sama dengan riba.Â
Dalam hal ini muncul perbedaan pendapat ulama dalam menginterpretasikan riba. Di satu sisi cenderung lebih menekankan pada aspek legal-formal larangan riba, yang memandang bahwa semua bentuk bunga bank adalah haram. Sementara di sisi yang lain lebih menekankan pada aspek moral dalam memahami pelarangan riba sehingga memandang bunga bank tidak identik dengan riba. Perbedaan pendapat ini dapat dikatakan tidak pernah menemui titik temu. Mereka masing-masing memiliki alasan yang kuat dan tetap pada pendiriannya hingga saat ini.
Jika dilihat dari pengertian riba, secara literal riba bermakna naik, bertambah, tumbuh ,atau berkembang. Akan tetapi, tidak semua bentuk tambahan atau modal pokok yang ditransaksikan itu dilarang oleh islam. Profit yang didapatkan dalam suatu usaha juga berpotensi untuk menambah nilai modal pokok yang diinvestasikan, namun profit tersebut tidak dilarang dalam Islam.
Lalu apakah bunga bank benar-benar telah diharamkan dalam Islam? Pertanyaan ini sering kali terulang dalam masyarakat yang memiliki kultur sosial yang berbeda. Banyak masyarakat beragumen bahwa riba yang telah diharamkan oleh Islam dalam Al-Qur'an dan Hadits, tidaklah identik dengan bunga bank. Tidak diragukan lagi, bahwa yang diharamkan di dalam Al-Qur'an dan Hadits adalah riba.