Mohon tunggu...
Asroful Anam
Asroful Anam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Freelance Illustrator

Seorang Mahasiswa yang ingin menjadi komikus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perbedaan Sistem Kebijakan Fiskal dan Sistem Kebijakan Fiskal Islam

10 Desember 2022   09:35 Diperbarui: 10 Desember 2022   09:47 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kebijakan Fiskal merupakan satu dari dua kebijakan yang diatur oleh pemerintahan suatu negara dalam menjalankan roda perekonomiannya. Kebijakan Fiskal dibuat dengan tujuan menentukan arah, tujuan, sasaran, dan prioritas pembangunan nasional serta pertumbuhan perekonomian bangsa.

Kebijakan Fiskal saat ini adalah kebijakan fiskal yang lebih mengoptimalkan semua pendapatan dan pengeluaran negara, salah satunya adalah Pajak. Sebagaimana diketahui pajak merupakan salah satu komponen penting dari kebijakan fiskal yang telah menjadi roda penerimaan terbesar di Indonesia saat ini. Yang dimana manfaat dari adanya pajak adalah membiayai semua pengeluaran negara.

Namun, Pemahaman Islam sedikit berbeda tentang Sistem kebijakan fiskal ini. Dalam islam, Semua sistem perekonomian didasarkan pada Al-Qur’an, dan Hadist nabi. Yang dimana dalam Kebijakan Fiskal secara islam, kebijakan fiskal merupakan suatu kewajiban negara dan menjadi hak rakyat, sehingga kebijakan fiskal bukanlah semata-mata sebagai suatu kebutuhan untuk perbaikan ekonomi maupun untuk peningkatan kesejahteraan rakyat saja, akan tetapi lebih pada penciptaan mekanisme distribusi ekonomi yang adil. Dengan demikian, uang publik dipandang sebagai amanah di tangan penguasa dan harus diarahkan pertama-tama pada lapisan masyarakat yang lemah dan orang-orang miskin, sehingga tercipta keamanan masyarakat dan kesejahteraan umum. salah satu contoh dari penerapan sistem kebijakan fiskal dalam islam adalah zakat. Dimana zakat saat ini  juga merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar selain pajak.

Kenapa begitu? Karena sistem kebijakan fiskal biasa dan sistem kebijakan fiskal secara islam itu kenyataannya memang berbeda. Sebab sumber pemahamannya sudah berbeda. Langsung tanpa basa-basi inilah PERBEDAAN SISTEM KEBIJAKAN FISKAL BIASA DAN SISTEM KEBIJAKAN FISKAL ISLAM

  • Sumber Penerimaan

Dalam Sistem Kebijakan Fiskal biasa, Pajak menjadi sumber utama penerimaan paling besar. Pajak sendiri adalah Kewajiban warga negara kepada negara berupa pembayaran dengan sifat memaksa berdasarkan peraturan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pajak merupakan bagian yang penting dalam kebijakan fiskal. Sebab dengan adanya pajak berkontribusi terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dengan adanya Pajak, maka program-program yang berkaitan dengan peembangunan negara bisa terlaksana. Sebab, Ketika penerimaan negara dari sektor pajak tinggi, maka pemerintah akan mampu mengalokasikannya ke beberapa program strategis. Lewat alokasi yang tepat maka kebijakan fiskal akan mampu memenuhi tujuan-tujuan yang ditetapkan, seperti menciptakan keadilan sosial serta mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan dalam Sistem Kebijakan Fiskal Islam, sumber penerimaan paling besar dihasilkan melalui  ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, Wakaf). Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian pendapatan atau harta seseorang yang telah memenuhi syarat syariat islam, guna diberikan kepada berbagai unsur masyarakat yang juga telah ditetapkan dalam syariat islam. Sedangkan Infak, Sedekah, dan Wakaf adalah pemberian sukarela/ikhlas yang sangat dianjurkan dalam islam. Sebab dengan adanya ZISWAF Penerimaan negara yang diterima jauh lebih maksimal sebab semua komponen nantinya disatukan dan nantinya akan disalurkan kepada komponen-komponen masyarakat. Tak hanya itu, penyaluran ziswaf juga dapat disalurkan kepada aspek pembangunan negara.

  • Pola Anggaran Pendapatan 

APBN dalam sistem ekonomi konvensional sangat mengandalkan pajak dari rakyat dan hutang, terutama dari luar negeri jika tidak mencukupi. Hal ini bisa dilihat dari Pendapatan Negara dan Hibah dalam APBN-P 2009 Indonesia sebesar Rp. 848 triliun, di mana 68 persennya adalah dari pajak yaitu sebesar Rp.609,2 triliun. APBN dalam sistem sekular, pemasukan dari berbagai sumber dilebur menjadi satu tanpa melihat dari mana asalnya apakah dari kepemilikan umum atau negara, dan memang demikian adanya aturannya. Setelah semua pemasukan dilebur menjadi satu, baru digunakan untuk berbagai pembiayaan negara.

Sedangkan dalam Islam, walaupun pola anggaran pendapatan negara hampir sama dengan perekonomian konvensional (klasik dan neoklasik), namun penggalian sumber-sumber dana didasarkan pada syariah. Terhadap pengaturan pendapatan publik, Rasulullah merupakan kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara pada abad ketujuh, yakni semua hasil pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu kemudian dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan negara. Status harta tersebut adalah milik negara dan bukan milik individu. Tempat pengumpulan dana disebut Baitul Mal atau bendahara negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun