Mohon tunggu...
Asrizal
Asrizal Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seseorang Yang Suka Dengan Hal Hal Baru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Laut Marah

8 Desember 2022   16:00 Diperbarui: 8 Desember 2022   16:00 2865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah empat hari nelayan-nelayan tak bisa turun ke laut. Pada malam hari, hujan lebat turun. Gemuruh gelombang, tiupan angin kencang di kegelapan malam seolah-olah memberi tanda bahwa alam sedang murka, laut sedang marah. Bahkan, bintang-bintang pun seolah tak berani menampakkan diri.

Nelayan-nelayan miskin yang menggantungkan rezekinya pada laut setiap hari bersusah hati. Ibu-ibu nelayan terpaksa merelakan menjual emas simpanannya yang hanya satu dua gram untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Mereka yang tak punya benda berharga terpaksa meminjam pada lintah darat.

Namun, selama hari-hari sulit itu, ada pesta di rumah Pak Yus. Tak ada yang menikah, tak ada yang ulang tahun, dan Pak Yus juga bukan orang kaya. Pak Yus hanyalah nelayan biasa, seperti para tetangganya.

Pada hari-hari sulit itu, Pak Yus menyuruh istrinya memasak nasi dan beberapa macam lauk-pauk banyak-banyak. Lalu, ia mengundang anak-anak tetangga yang berkekurangan untuk makan di rumahnya. Dengan demikian rengek tangis anak yang lapar tak terdengar lagi, diganti dengan perut kenyang dan wajah berseri-seri.

Kini tibalah hari kelima. Pagi-pagi Ibu Yus memberi laporan, "Pak, uang kita tinggal 20.000. Kalau hari ini kita menyediakan makanan lagi untuk anak-anak tetangga, besok kita sudah tak punya uang. Belum tentu nanti sore Bapak bisa melaut!"

Pak Yus terdiam sejenak. Sosok tubuhnya yang hitam kukuh melangkah ke luar rumah, memandang ke arah pantai dan memandang ke langit. Nun jauh di sana segumpal awan hitam menjanjikan cuaca buruk nanti petang.

Kemudian, ia masuk ke rumah dan berkata mantap, "Ibu pergi saja ke pasar dan berbelanja. Seperti kemarin, ajak anak-anak tetangga makan. Urusan besok jangan dirisaukan."

Ibu Yus pergi ke dapur dan mengambil keranjang pasar. Seperti biasa, ia patuh pada perintah suaminya. Selama ini Pak Yus sanggup mengatasi kesulitan apa pun. Sementara itu Pak Yus masuk ke kamar dan berdoa. la mohon agar Tuhan memberikan cuaca yang baik nanti petang dan malam. Dengan demikian para nelayan bisa pergi ke laut menangkap ikan dan besok ada cukup makanan untuk seisi desa.

Siang harinya, anak-anak makan di rumah Pak Yus. Mereka bergembira. Setelah selesai, mereka menyalami Pak dan Bu Yus lalu mengucapkan terima kasih.

"Pak Yus, apakah besok kami boleh makan di sini lagi?" seorang gadis kecil yang menggendong adiknya bertanya. Matanya yang besar hitam memandang penuh harap.

Ibu Yus tersenyum sedih. la tak tahu harus menjawab apa. Tapi dengan mantap, dengan suaranya yang besar dan berat Pak Yus berkata, "Tidak Titi, besok kamu makan di rumahmu dan semua anak ini akan makan enak di rumahnya masing-masing."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun