Mbo sari yang melihat itu merasa iba dengan putri satu satu nya kelurga ini yang sering di siksa oleh sang Ayah, mbo sari dengan cepat mencari kunci cadangan kamar mandi itu. " Non tunggu sebentar ya mbo cari dulu kunci nya, non tunggu sebentar".
Aqilla tidak membalas dia hanya menangis dan meringkuk. Mbo yang telah menemukan kunci nya pun bergegas membuka pintu kamar mandi itu.
"Ya allah non sini mbo bantu, kita ke kamar yaa nanti mbo obatin." Akhir nya Aqilla pun di obati oleh mbo dan tertidur pulas dengan luka di sekujur tubuhnya.
Wajah pucat itu masih mendominasi, perlahan kelopak matanya terbuka. Beberapa kali gadis itu meringis merasakan sakit di sekujur tubuhnya.
Ternyata sudah pukul 5 subuh, perlahan Aqilla mencoba bangkit. Terdapat luka memar tubuhnya akibat cambukan dari Ayah nya kemarin. Dia berjalan menuju cermin yang menampakan seluruh tubuh nya dari atas hingga bawah. Penampilannya nampak mengenaskan.
Aqilla tersenyum menatap pantulan tubuhnya di cermin, senyum yang menggambarkan dia sedang tidak baik baik saja. "Kamu kuat Aqilla, kamu cewe kuat."
Seragam sekolah sudah melekat rapi di tubuhnya. Aqilla mengoleskan liptint guna menutupi bibir pucat nya. Setelah sial dengan penampilannya Aqilla bergegas turun menuju mejan makan, namun disana tidak ada makanan. Hanya ada teh dengan pemilik nya yang sedang membaca koran.
Dan Aqilla pun hanya bisa menghela nafas dan berpamitan pada Ayah nya walaupun tidak pernah di dengar.
"Ayah, Aqilla pamit ya. Makasih udah mau rawat Aqilla dan maaf bila kehadiran Aqilla menambah beban Ayah." Nara mendekap pria itu dengan hangat tapi baru beberapa saat pelukan itu di tepis dengan kasar.
"Berani nya kamu menyentuh saya, dasar anak pembawa sial. Pergi kamu saya muak liat muka kamu." Ujar sang Ayah
Aqilla hanya bisa menahan sesak di dadanya dan bergegas pergi agar tidak membuat sang Ayah marah kembali.