Sementara di sisi lain socio legal melemahnya wibawa hukum di mata masyarakat karena hukum tidak mendapat dukungan yang layak dari norma sosial  non hukum, norma hukum tidak sesuai dengan norma sosial non hukum.Â
Pejabat aparat hukum yang tidak sadar akan kewajibannya memelihara hukum negara, adanya kekuasaan dan otoritas, terdapat paradigma timbal balik hubungan antara fenomena sosial lainnya dengan hukum. Norma hukum belum sesuai dengan norma sosial non hukum, hukum yang terbentuk terlalu progresif sehingga dipersepsikan sebagai norma asing bagi masyarakat. Selain itu aparat hukum tidak sadar akan kewajiban untuk memelihara hukum negara, termasuk para koruptor yang dapat merusak hukum.
Indonesia menawarkan salah satu studi kasus terbaik untuk fenomena hukum pluralisme. Pluralisme hukum adalah keberagaman hukum atau adanya lebih dari satu aturan hukum dalam sebuah lingkungan sosial. Budaya hukum di Indonesia mencakup tiga tradisi normatif, yaitu adat hukum adat, hukum Islam dan hukum perdata Belanda. Hukum adat pada hakekatnya adalah tradisi yang dianut oleh masyarakat adat karena terbentuk atas dasar adat istiadatnya sendiri yang secara normatif sudah lama mengakar serta rasa keadilan dan kearifan lokal harmoni.Â
Hukum Islam merupakan hukum suci yang berasal dari ajaran Islam, sedangkan tradisi hukum perdata Belanda adalah tradisi hukum Barat yang berhasil mengakar dalam masyarakat Indonesia meskipun rezim kolonial telah berakhir. Jadi, meskipun hukum adat kemungkinan besar sudah ada sejak manusia datang ke nusantara, hukum Islam dan hukum perdata disesuaikan dengan lokal sehingga muncul pluralisme hukum yang telah ada sebelum pembentukan negara Indonesia itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H