Mohon tunggu...
Asri Julianti
Asri Julianti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jurusan Sejarah Peradaban Islam

Try My Best

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jihad dan Terorisme dalam Islam

20 April 2023   14:39 Diperbarui: 20 April 2023   14:41 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kata Jihad dalam Kamus Bahasa Inggris. Foto: Shutterstock/Contimis Works

Pasca peristiwa 11 September 2001 yang terjadi di Amerika Serikat, tuduhan teroris terhadap umat islam dan fenomena islamophobia sangatlah masif terjadi. Aksi teror yang terjadi pada 11 September dipahami oleh banyak orang sebagai gerakan jihad yang dilakukan oleh sekelompok umat muslim kepada negeri non-muslim yang notabenenya dianggap sebagai negara yang penduduknya kafir. Lantas apakah peristiwa tersebut dapat dikatakan sebagai jihad demi membela agama islam?

Setelah membaca dan memahami buku Azyumardi Azra yang berjudul Transformasi Politik Islam : Radikalisme, Khilafatisme, dan Demokrasi; disini terlihat jelas bahwa peristiwa 11 September ini tentu saja tidak dapat dikatakan sebagai gerakan jihad yang murni membela agama. Bahkan dapat dikatakan, aksi terorisme ini tidak hanya diinisiasi oleh permasalahan agama, tetapi juga melibatkan politik didalamnya.

Dalam sub-bab ke 9 dalam buku Azra ini membahasa mengenai Jihad dan terorisme yang didalamnya juga dibahas mengenai konsep dan praktiknya. Disini Prof Azra banyak menukil pendapat dari para ahli dan cendekiawan muslim dari abad pertengahan sampai pada masa kontemporer mengenai makna jihad.

Jihad seringkali dipahami dan ditulis dalam literatur Barat sebagai perang suci untuk memerangi orang-orang kafir dengan tujuan memaksa mereka untuk memeluk agama islam. Dalam pandangan Rudolph peters, hal ini tidaklah benar. Menurutnya, tujuan utama jihad adalah perluasan wilayah dan pembelaan ranah islam (Dar al-Islam) dari agresi kaum kafir. Sebaliknya orang kafir yang ditaklukan dan berada dibawah kekuasaan islam diberi dua pilihan, yakni tetap dalam agama mereka namun membayar jizyah (pajak) atau mereka masuk islam dan memperoleh hak-hak sipil mereka sepenuhnya. Jadi menurut Peters jihad juga ada dipengaruhi oleh politik (dalam hal ini perluasan wilayah islam).

Tradisi atau tepatnya praksis jihad ini mempunyai akar historis yang panjang dalam sejarah umat muslim. Pada masa awal pembentukan islam, sasaran jihad adalah kalangan luar atau non-muslim yang memerangi tatanan agama dan nilai yang bertentangan dengan ajaran islam. Kemudian dengan semakin kompleksnya rangkaian historis dan permasalahan yang ada menciptakan orientasi jihad yang berbeda. Setelah rasul wafat tepatnya pada pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, kelompok khawarij yakni kelompok yang keluar dari barisan Ali menjadi kelompok muslim pertama yang melakukan takfir  (pengkafiran) terhadap mayoritas muslim yang mereka pandang sudah korup, berdosa besar, dan tidak berpedoman lagi pada hukum Allah. Hal ini melibatkan permasalahan teologi seperti orang muslim yang sudah keluar dari islam (murtad) maka halal darahnya untuk dibunuh dan mereka merupakan sasaran jihad.

Dalam melakukan jihad, kelompok khawarij ini dikenal akan kekejamannya yang melakukan aksi kekerasan tanpa pandang bulu, baik dari usia dan gender. Walaupun kelompok ini tidak berumur panjang, karena ekstremitasnya, ia menjadi "prototype" bagi banyak kelompok keras yang muncul belakangan ini dan mereka disebut sebagai "neo-khawarij". Kelompok radikal yang muncul belakangan ini mensistemasikan pola gerakan dan aktivitas dari golongan khawarij.

Jika kita melihat ada berbagai gerakan jihad sepanjang sejarah muslim, bagaimanakah sebenarnya posisi mereka vis--vis kaum muslim secara keseluruhan? Harus diakui memang terdapat berbagai kelompok muslim yang menggunakan cara kekerasan atas nama jihad untuk mencapai agenda mereka sendiri. Tetapi jelas, gerakan jihad semacam itu tidak dapat dukungan dari umat islam arus utama. Bahkan dapat dikatakan, gerakan semacam itu merupakan deviasi dari norma umum yang digariskan islam maupun yang menjadi tradisi dalam tubuh umat islam.  Fazlur Rahman melihat sikap anti revolusioner (terutama dari segi fiqhiyah) yang kuat dalam mayoritas umat muslimin merupakan respon balik terhadap pemberontakan kelompok khawarij. Karena itu, jelas keliru generalisasi dan simplifikasi Barat yang menganggap radikalisasi jihad merupakan fenomena umum dalam masyarakat muslim secara keseluruhan.

Sumber Bacaan :

Azra, Azyumardi. Transformasi Politik Islam: Radikalisme, Khilafatisme, Dan Demokrasi. Jakarta: Prenada Media Group, 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun