Kedatangan mereka berdua di Makassar untuk menjenguk Nining, memastikan keadaan Nining. Soalnya, seusai kejadian bersama Ayahnya. Pak Bambang datang memberitahukan kepada Om Burhan mengenai perbuatan kejinya. Om Burhan tidak bisa berbuat apa-apa selain memberikan nasehat. Om Burhan menilai ini hanya cobaan Tuhan.
Selain datang menjenguk Nining, Om Burhan bersama istrinya juga menyempatkan diri untuk pergi keliling Kota Daeng, begitu sebutan para penghuni kota ini. Satu minggu mereka di Makassar, lalu terbang lagi ke Jakarta. Sebab, katanya banyak pekerjaan menumpuk yang ditinggalkan disana.
*****
Setahun sudah Nining meninggalkan dunia hitam yang pernah digeluti. Kini ia tercatat sebagai mahasiswa semester VII, dalam hitungan normal tinggal selangkah lagi Nining menyandang gelar sarjana, begitupun saya. Tercatat sudah banyak laki-laki yang mencoba mendekati Nining, terakhir dengan kakak senior yang entah sudah berapa kali ia melewati semester VIII tapi belum juga lulus-lulus. Tak satupun yang srek di hati Nining. Ia lebih memilih sendiri dulu, kadang ia bercanda kepadaku, katanya masih ada sisa-sisa luka padanya. selalu begitu jawabannya ketika saya tanya tentang kesendiriannya.
Pada kuncup bunga yang ditinggal senja, pada asa yang meminta langit jingga. Lalu, ribuan kumbang menyalahkan hujan. Kisah Nining, berhenti. Lembaran-lembaran baru sudah mulai ia jejaki. Tak pernah lagi ia absen dalam kuliah. Ia juga mulai masuk di beberapa organisasi dan komunitas yang ada di Makassar. Tak pernah lagi saya melihat dirinya murung, senyumnya tak pernah lepas ketika bertemu dengan orang-orang yang mengenalnya.
Tak ada yang mampu membantah kalau Nining memang gadis yang cantik. Rambut panjang yang lurus, tinggi yang ideal, kalau tidak salah Nining tingginya 1, 71 meter . Postur tubuh yang sangat seksi. Perihal wajah, jangan ditanya ia sebelas duabelas dengan Lyra Virna. Begitu pun kulitnya yang putih mulus. Hingga pria manapun yang sempat memandang Nining, pasti jatuh hati padanya.
Dalam beberapa komunitas dan organisasi yang diikuti, tak jarang Nining menjadi salah satu alternatif jika mereka membutuhkan anggaran untuk kegiatan. Nining paling diandalkan apabila untuk persoalan menembus anggaran. Kata beberapa teman mereka, Nining pintar sekali mengambil hati para bos yang ditemuinya. Salah satu alasan yang paling utama, wajah Nining yang menarik.
Suatu malam, selepas Magrib, Handphone milik Nining berdering. Pak Direk memanggil, begitu tulisan yang saya amati di HP Nining. Nining juga kaget, baru kali ini ada telpon dari lelaki itu. Padahal kegiatan yang dibantu langsung oleh beliau sudah empat bulan berlalu. Tanpa pikir panjang, Nining answers saja panggilan itu. "Hallo..Pak, ada apa ini" Begitu cara Nining menjawab dengan basa-basi. Tampak gerakan Nining, menyuruh aku diam. Mungkin dia takut kalau suaraku kedengaran. "Bagaimana kabarmu Ning, lama ya tidak ke kantor. Aku kangen (sambil cengingisan)" suara dibalik telepon itu. "Baik pak, saya juga kangen, aku sibuk urus kuliah pak" Nining melepas switer yang masih di pakainya.
Perbincangan mereka banyak sekali, aku tidak mampu menangkap secara jelas. Sepintas saya dengar, Pak Direk seperti itu sapaan Nining kepada pria yang sedang komat-komit dengannya. Mengajak Nining untuk makan malam di sebuah Rumah Makan (RM) yang tak jauh dari kantor Walikota.
"Gus, aku janjian sama Pak Direk, kamu temani aku lagi ya..plisss," Nining memohon lagi, ini untuk kesekian kalinya aku temani dia. "Kamu tidak seperti yang dulu lagi kan? maksud saya tidak menjual diri. Sorry kalau saya agak kasar" Aku mencoba lagi mengorek sedalam mungkin. Aku hanya takut Nining kembali lagi pada tingkahnya seperti dulu. "Tidak Gus, percaya aku. Pak Direk tawarkan saya pekerjaan, itu aja" Nining lagi-lagi berusaha meyakinkanku.
Hari H telah tiba, RM Nikmat menjadi pilihan Nining untuk ketemu, Disana saya melihat seorang pria sudah menunggu. Dengan style menawan, kombinasi baju batik dan celana kain seperti pejabat-pejabat lainnya. Pria itu menyapa mesra kami. Kami pun memesan beberapa makanan, Nining hanya menyuruh pelayan memberinya Jus Alpukat. Sepertinya Nining lagi tidak lapar, begitupun dengan Pak Direk, ia hanya memesan kopi dan beberapa gorengan. Beda dengan aku, yang sedari tadi perut aku kosong