Mohon tunggu...
Asri Ismail
Asri Ismail Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) angkatan 09. Saat ini,bergabung di lembaga kuli tinta, LPPM PROFESI UNM.Selain itu, juga menjabat sebagai ketua Umum di HIMAPRODI PBSI FBS UNM 2011-2012 My Blog : http://www.asriismail.com/ Media Online : http://kataindonews.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kunang-kunang Kampus #3

31 Agustus 2015   19:34 Diperbarui: 31 Agustus 2015   19:42 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi (Foto:asriismail.com)"][/caption]Kami pun turun, di sebuah tempat. Bagiku, tempat ini tidak asing lagi. Kerap kali saya antar Nining dulu untuk menemui pelanggannya. Hotel berbintang itu berlantai 12, Nining menarik lenganku. "Ayo Gus, orang itu dari tadi menunggu," Nining berlari kecil menuju ruangan yang dimaksud, aku mengikut dari belakang. Terdengar suara pintu terbuka, aku melihat pria itu secara samar-samar sedang merapikan kasur. Sepertinya, aku pernah melihat dia sebelumnya.

"Ning, ada apa ini?" Begitu bergetar tubuhku melihat sosok lelaki itu. Nining, langsung masuk saja dan ia melempar senyum pada laki-laki itu. Saya tafsir umurnya diatas 50-an. "Ada apa Ayah," Tiba-tiba suara dari toilet memannggil laki-laki yang sedang bercuap-cuap bersama Nining. Aku masih berada di luar kamar, dengan penasaran untuk segera melihat wanita dalam toilet itu. Laki-laki berkumis itu tetap saja memegang erat tangan Nining, ia mengajak Nining duduk di bibir kasur. Aku memulai langkah untuk masuk ke kamar. "Masuk sini, Gus," Pria itu menyebut namaku. Aku masih saja berusaha mengingat kembali, siapa sebenarnya laki-laki itu...

Ilustrasi (Foto : Int)
"Aku  sudah tahu semua masalahmu Ning, ayahmu  cerita semua. Ia menyesal atas perbuatannya," Begitu tutur pria tambung yang  berjarak satu meter di depanku. Aku melihat tetesan air mata kembali berderai di pipi Nining, lalu lelaki itu berusaha mendamaikan hati Nining. Hujan mengguyur kota Makassar, malam itu.

    "Ning, kamu dari tadi datang kesini. Maafkan, bunda tadi aku agak lama di kamar mandi, aku bersihkan dulu, kotor Ning (sambil tersenyum)," Terang perempuan berambut pendek itu
    "Iya bunda, bunda sudah tahu masalah Nining kan bunda?" Nining menghapus sisa-sisa air matanya yang melekat di pipi.
    "Aku sudah tahu semua Ning, kamu yang sabar yah..." Bunda mendekati Nining.

Lalu Nining meminta aku duduk di kursi dekat kasur. Di kamar itu hanya ada dua kursi terbuat dari kayu, satu buah tivi 42 inc dan satu buah kasur yang berukuran relatif besar. Dengan sperai warna putih. Sementara dinding kamar, terkesan elegan, dingin,dan sejuk sebab hampir disemua bagian dinding menggunakan batu marmer.

Lelaki paruh baya itu masih saja memandang ke arahku, aku sepertinya mulai mengingat dirinya. Yang jelas dalam benakku, orang ini sudah tidak asing lagi. Aku ingat gelang tangan yang ia pakai. Gelang hitam kilap pengikatnya. Dengan mode lingkaran. Ya... aku ingat. Belum sempat aku merefresh otak secara sempurna, sontak Nining mengagetkanku. Ia memukul punggungku, keras sekali.

    "Ha....ayo..lagi mikir apa (ia tertawa terbahak-bahak), kaget ya Gus?" Tanyanya padaku.
    "Ya jelas kagetlah, kamu itu kenapa sih, tiba-tiba senang gitu" Aku menjawab dengan sedikit nada tinggi.
    "ya, sorry...sorry...sorry Gus (sambil mencibir pipiku), kamu ingat mereka berdua? (Laki-laki bersama wanita yang kutafsir pasangan suami istri itu menatapku, pandanganya begitu teduh), dia ini Om aku, Bunda Ratih itu istrinya. Ingat gak Gus? (Nining mendesakku, untuk segera menjawab)" Nining mendorong-dorong bahuku.
    "Iya, ya..aku ingat" jawabku singkat. Aku hanya pura-pura, padahal sosok kedua orang masih samar-samar.

Setelah semua dicerita panjang lebar, Aku baru ingat. Ternyata, lelaki bertubuh besar itu adalah Om Nining yang tinggal di Jakarta. Ia adalah adik kandung Pak Bambang, ayah Nining. Namanya Burhan. Terakhir kali ketemu,  dua tahun lalu. Ketika liburan, kala itu saya bersama Nining baru sekitar enam bulan jadi mahasiswa. Kalau tidak salah ingat, empat hari kami bermalam di Ibu Kota. Pak Burhan dan Ibu Ratih lah yang memperkenalkan saya kota metropolitan itu.

Kalau diflashback sepertinya, banyak sekali perubahan yang nampak pada Om Burhan, terumatama pustur tubuhnya yang makin besar. Rambutnya yang sudah banyak memutih, lucunya ia baru saja potong kumisnya. Begitu juga denga Tante Ratih, pertama kali aku melihatnya tidak pakai jilbab. Dulu, waktu di Jakarta, setiap aku ketemu jilbabnya tidak pernah lepas.

Sejak berumur 5 tahun, Nining menghabiskan masa kecil hingga dewasa bersama dengan kedua orang yang ada bersama kami ini. Hal dikarenakan Ibu dan Ayah Nining bercerai, makanya Nining dititip sama Om Burhan. Kebetulan Om Burhan dan Tante Ratih ditakdirkan tidak bisa memiliki keturunan. Menurut penuturan lelaki yang saat ini menjabat sebagai Direksi Perusahaan  yang bergerak dibidang ekspor barang dan jasa tersebut, Ibu Ratih mandul. Bagi, mereka cinta adalah titipin terindah Tuhan untuknya, selebihnya adalah hadiah. Dan hadiah untuk meminang anak belum diberikan.

Sebelumnya, menurut cerita Nining, Om Burhan tinggal di daerah pelosok yang ada di Sulawesi Selatan, namun karena tekadnya yang besar, ia mencoba peruntungan di Jakarta. Sejak itu pula, Nining tidak satu atap lagi dengan mereka. Nining memilih melanjutkan kuliah di Makassar. Nining sudah menganggap kedua orang itu seperti orang tua kandungnya sendiri. Mereka begitu saling menyayangi. Sejak sekolah hingga kuliah, Kedua orang itulah yang membiayai hidup Nining. Dan sejak itupula, karena kedua orang tuanya semua di Jawa, aku selalu saja mengejek Nining gadis Jawa yang nyasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun