Riana gadis cantik, Sarjana Psikologi yang baru genap seminggu tinggal di jogja setelah lulus kuliah, menempati hunian baru hadiah dari sang ayah. Pagi hari dikala beranjak dari kamarnya, Riana disambut oleh sebuah kekacauan. Kucing peliharaanya, dengan bahagia menghamburkan camilannya di box pasir. Suatu tempat yang seharusnya digunakan untuk buang air.
Kucing itu dengan lahap, makan di atas box pasir, dengan pipi menggembung setelah sukses menjatuhkan sebungkus besar camilanya.
Kucing yang nyaris bulat itu, berbulu putih panjang, dengan mata biru dan berhidung pesek. Namanya  Arleta, nama pemberian Diana ibu Riana, nama yang terlalu bagus, untuk ukuran seekor kucing.
Terkadang Riana pun merasa sedikit iri, dengan kucing itu, dapat tidur sepanjang hari dengan perut bulat. Setiap hari, Arleta berjalan bekeliling rumah dengan angkuh, seakan dialah pemilik rumah, dan manusia penghuni rumah adalah pelayan miliknya.
Karena kucing nakal itu Riana berada di pestshop, untuk membeli sekantung whiskas. Tanpa Riana sadari hari ini, di bulan september yang terik ini, kejutan Menantinya.
Ini pertama kalinya Riana membeli barang barang kebutuhan arleta di jogja, sekantung besar whiskas, sekantong besar pasir kucing dan beberapa mainan kecil, yang baru bebarapa saat selalu dihilangkan entah kemana.
Saat berada di kasir, Riana menatap penjaga toko yang menundukan wajahnya, rambut nya agak panjang dan sedikit berantakan tapi terlihat keren, alis itu, hidung itu sepertinya familiar. Arleta mengamatinya sembari berfikir.
Siapa dia? Pernah bertemu dimana?
Tiba tiba pria itu mendongak,
Riana reflek mundur selangkah karena terkejut. Vano yang menghilang selama 2 minggu muncul dihadapana tiba-tiba mengejutkanya.
Riana tidak sengaja menjatuhkan beberapa mangkuk yang terbuat dari logam.
Prang suara nyaring itu terdengar begitu nyaring, menambah kejutan di hatinya.
Riana mengambil mangkuk itu meletakkannya di meja kasir.
"Vano?, itu kamu kan? Van kamu kemana aja?
"Ana, kok kamu disini?"
"Jangan ganti topik, Vano, 2 minggu lalu, waktu kita nggobrol panjang, kamu bilang mungkin kita cocok, kamu bilang kamu cinta aku, aku terima kamu, paginya aku telfon kamu ngga ada yang angkat, kamu matiin telfon aku,
Kamu kemana kamu serius ngga sih?
"Vano, aku nyariin kamu, aku tanya ke semua teman- teman dekatmu, katanya kamu pergi ngga bilang mau kemana"
Cecar Riana marah
Tiba-tiba seorang anak berusia 4 tahun bergelayut di kaka vano dan berkata.
"Papa, gendong!" Membuat Riana terdiam.
"Iya, mira papa pangku dulu ya." kata vano mendudukanya dipangkuannya. Kata-kata Vano yang seakan membenarkan panggilan anak itu menghantan hati Riana.
Riana menyaksikan adegan keduanya dengan alis berkerut perasaannya rumit hatinya sakit.
" Van kamu ? "Kata riana memandang anak dipangkuan vano matanya berkaca. Pasalnya lama mereka berteman tidak pernah Riana mendengar Vano pernah menikah, riana yakin Vano belum punya anak, tapi lantas apa yang dia lihat?
"Vano jangan diem dong!, jawab" pinta riana bergetar.
" Ceritanya panjang, Ana ini ngga seperti yang kamu pikirkan, aku bisa jelaskan  semuanya, aku janji, aku nggak berubah Ana, aku masih Vano yang kamu kenal, tapi ngga sekarang ok" mohon Vano
Kata-kata vano menenangkan Riana, Riana tahu dia harus memberi Vano kesempatan.
"Ok kamu harus jelasin semuanya"
"Ini uangnya, aku pulang dulu"
Setibanya di rumah, terdapat sebuah pesan di ponselnya.
" Ana, bisa kita ketemuan besok, saya kirim lokasinya, Â kalau kamu kurang cocok dengan lokasinya kita ganti tempat"
Riana pun membalas pesan vano.
"Ok, nggak masalah disana aja, gimana kalo jam 9"
"Boleh"
Waktu yang disepakati tiba, cafe tempat mereka bertemu bernuansa klasik khas jogja dengan terbuat dari kayu dengan ukiran-ukiran halus. Dengan sentuhan modern.
" halo Van kamu dimana aku sudah sampai di cafe, kamu dimana, kamu ngga kabur lagi kan" tanya Riana penuh selidik.
"Aku masih di jalan, tunggu sebentarnya, sebentar lagi aku sampai!
Di cafe itu Riana memilih sebuah gazebo yang sedikit terpencil mengingat dia dan Vano membutuhkan privasi.
Saat melihat Vano. Riana menyeretnya ke kursi.
"Sini cepet, cepet jelasin! Kamu liat aku punya mata panda lagi!, malam ini aku mau tidur nyenyak."
"Maaf aku telat,Kamu belum pesan? Mau pesan apa aku pesankan sebentar.
"Cukup satu cangkir expresso, cepet ya!"
Beberapa saat kemudian seorang pelayan membawakan dua cangkir kopi, dua mangkuk soto, sepiring lumpia dan kue red velvet.
Riana menunjuk 2 mangkuk dan bertanya
"Ini buat aku?"
"Iya aku tahu kamu suka desert, tahun lalu kamu pesan red velvet waktu kita nongrong bareng berlima, kebetulan disini ada. Makan dulu baru kita ngobrol.
"Uda abis sotonya, cepet jelasin semuanya.
Oh iya jelasin dulu sekarang kamu tinggal dimana?"
" Aku tinggal di dekat panti asuhan jaraknya 100 meter dari petshop waktu itu"
" Rumah dua tingkat cat putih itu?" Tanya Riana Vano pun hanya mengangguk.
"Kenapa kamu pergi nggak bilang bilang, nggak bisa di telfon juga?"
Bulan lalu habis kita ngobrol malemnya papa telfon katanya abangku kecelakaan, kata dokter abang hars operasi, jadi papa minta aku cepet pulang.
"Terus gimana keadaan abangmu?
"Masih koma, keadaanya stabil pemulihanya bagus, abang beruntung bisa cepat dapat pendonor hari itu"
kata Vano yang diaminkan Riana.
Terus anak kecil itu, kenapa bisa panggil kamu papa?
Dia anak abangku, karena papanya sakit dia agak rewel, aku dan abang itu kembar "aku sudah pernah cerita kan?" Ucap Vano yang diangguki oleh Riana.
" Tapi kok kamu ngga ngabarin aku sih?
"Aku minta maaf ngga ngabarin kamu! Waktu itu aku berangkat buru-buru lupa kasih kabar.
Vano pun menjelaskan semuanya, menjelaskan tentang handphone nya yang hilang, Â Tentang pengelolaan panti asuhan yang jatuh kepadanya, tentang kakak iparnya yang sudah meninggal, dan sebagainya.
Vano berharap Riana memahami segalanya sebekum mengambil keputusan.
"An perasaan ku ke kamu masih sama, tapi keadaanku sudah berubah
"An, Amira keponakanku, tapi kalau abang.."
" Stop" kata Riana, "Abangmu pasti sembuh, dan saya percaya kamu Vano!"
"Amira, anak kita saya bisa terima kalau itu takdir"
Beberapa bulan kemudian di taman yang luas, tatkala cahaya matahari di ufuk barat. Warna merah, jingga dan kuning keemasan, menciptakan harmoni dengan keindahan yang mempesona.
Membingkai sepasang insan dalam balutan baju pengantin, dihadapan mereka Amira dipangkuan sang ayah, duduk bersama di atas kursi roda. mereka dikelilingi ratusan anak berpakaian indah .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H