"Uda abis sotonya, cepet jelasin semuanya.
Oh iya jelasin dulu sekarang kamu tinggal dimana?"
" Aku tinggal di dekat panti asuhan jaraknya 100 meter dari petshop waktu itu"
" Rumah dua tingkat cat putih itu?" Tanya Riana Vano pun hanya mengangguk.
"Kenapa kamu pergi nggak bilang bilang, nggak bisa di telfon juga?"
Bulan lalu habis kita ngobrol malemnya papa telfon katanya abangku kecelakaan, kata dokter abang hars operasi, jadi papa minta aku cepet pulang.
"Terus gimana keadaan abangmu?
"Masih koma, keadaanya stabil pemulihanya bagus, abang beruntung bisa cepat dapat pendonor hari itu"
kata Vano yang diaminkan Riana.
Terus anak kecil itu, kenapa bisa panggil kamu papa?
Dia anak abangku, karena papanya sakit dia agak rewel, aku dan abang itu kembar "aku sudah pernah cerita kan?" Ucap Vano yang diangguki oleh Riana.
" Tapi kok kamu ngga ngabarin aku sih?
"Aku minta maaf ngga ngabarin kamu! Waktu itu aku berangkat buru-buru lupa kasih kabar.
Vano pun menjelaskan semuanya, menjelaskan tentang handphone nya yang hilang, Â Tentang pengelolaan panti asuhan yang jatuh kepadanya, tentang kakak iparnya yang sudah meninggal, dan sebagainya.
Vano berharap Riana memahami segalanya sebekum mengambil keputusan.
"An perasaan ku ke kamu masih sama, tapi keadaanku sudah berubah
"An, Amira keponakanku, tapi kalau abang.."
" Stop" kata Riana, "Abangmu pasti sembuh, dan saya percaya kamu Vano!"
"Amira, anak kita saya bisa terima kalau itu takdir"
Beberapa bulan kemudian di taman yang luas, tatkala cahaya matahari di ufuk barat. Warna merah, jingga dan kuning keemasan, menciptakan harmoni dengan keindahan yang mempesona.
Membingkai sepasang insan dalam balutan baju pengantin, dihadapan mereka Amira dipangkuan sang ayah, duduk bersama di atas kursi roda. mereka dikelilingi ratusan anak berpakaian indah .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H