Kira-kira, apa yang kamu pikirkan tentang Borobudur pusat musik dunia? Pada 8 April 2021, para musisi nasional menyelenggarakan acara bertajuk Sound of Borobudur di Omah Mbudur Megelang. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab terdapat lebih dari 200 relief yang menggambarkan perkembangan seni musik secara spesifik.
Secara umum, terdapat gambaran manusia memainkan berbagai alat musik di relief Borobudur, mulai dari alat musik tiup, petik, pukul, dan membran. Pada dasarnya, alat musik tersebut tidak memiliki nama, tetapi mereka juga menyerupai alat musik tradisional di masa sekarang, baik alat musik khas Indonesia atau luar negeri.
Borobudur Gambarkan Relief Menyerupai Alat Musik Negara Lain
Sound of Borobudur pada dasarnya mencerminkan Borobudur pusat musik dunia, sebab mampu menggambarkan kemeriahan pertunjukan di masa lalu. Padahal, diperkirakan Borobudur dibangun pada tahun 750-850 M oleh Dinasti Sayailendra dari Mataram kuno. Secara tidak langsung, hal ini juga menunjukkan jika masyarakat Indonesia memang tidak terlepas dari seni musik.
Berdasarkan penelitian, terdapat lebih dari 60 jenis alat musik yang terpahat di relief Borobudur. Jika diamati, beberapa relief tidak hanya menyerupai alat musik tradisional Indonesia, tetapi sebagian menyerupai alat musik dari negara lain. Misalnya alat musik tradisional Tiongkok, Mesir, Jepang, dan Thailand.
Alat musik negara lain di relief Borobudur yang pertama menyerupai bo. Secara umum, bo merupakan instrumen perkusi dari Tiongkok. Alat musik ini terdiri dari dua cakram bundar yang umumnya saling berbenturan. Sebagaimana dilansir Eason Music School, bo juga terbuat dari logam dan mulai populer sejak tahun 316-528 M.
Selain itu, sudah bukan rahasia lagi jika Tiongkok memiliki hubungan dengan nusantara sejak berabad-abad sebelumnya. Bahkan, berdasarkan Carita Parahyangan yang ditulis pada abad ke-16, Sanjaya sebagai penguasa Mataram kuno juga melancarkan aneksasi ke Tiongkok. Oleh karena itu, tidak heran jika terjadi hubungan budaya, termasuk mengenal alat musik tradisional Tiongkok.
2. Darbuka dari Mesir
Sound of Borobudur dan Borobudur pusat musik dunia tampaknya tidak dapat terlepas dari perdagangan rempah-rempah di nusantara. Apalagi, minimnya teknologi juga memaksa pedagang tinggal selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun di masa lalu. Oleh karena itu, hal ini memungkinkan adanya perkenalan budaya, seperti alat musik darbuka.
Dalam praktiknya, darbuka ternyata tidak hanya populer di Mesir, tetapi juga berperan untuk upacara dan ritual tradisional di timur tengah, mulai dari Syria dan Turki. Pada dasarnya, darbuka terbuat dari tembikar dan kayu dengan kulit sebagai membran. Lubang di permukaan bagian atas umumnya juga lebih besar dari bagian bawah.
3. Sho dari Jepang
Sound of Borobudur awalnya diinisiasi musisi nasional. Melalui acara ini, orang-orang umumnya akan bertepuk tangan dan berkata wonderful Indonesia. Pasalnya, khalayak akan memahami berbagai alat musik tanpa nama di relief Borobudur, salah satunya menyerupai alat musik tradisional Jepang bernama sho. Pada awalnya, sho dikenal di periode Nara dan terus populer sampai sekarang.
Sebenarnya, sho terdiri 17 pipa bambu yang disusun membentuk lingkaran. Orang-orang dapat memainkan sho dengan cara ditiup. Alat musik ini awalnya digunakan dalam gagaku atau musik istana. Sedangkan, secara simbolis sho dapat menggambarkan burung phoenix, yang mana sebagai simbol kelahiran.
4. Ranat Ek dari Thailand
Menurut artikel Sejarah Raja Jawa yang Menjadi Raja di Kamboja, prasasti Vat Samrong dan Sdok Kak Thom mengungkapkan bahwa daerah Kamboja Tengah dan delta Sungai Mekong berada di bawah kekuasaan Jawa selama berabad-abad, yakni diawali dari dinasti Syailendra. Kemudian, pengaruh ini terus meluas hingga ke Thailand.
Tidak hanya itu, buku Kapal-Kapal Karam Abad ke-10 di Laut Jawa Utara Cirebon (2008), juga menjelaskan bahwa terjadi hubungan politik antara Mataram kuno dan Khmer, yang mana memiliki wilayah kekuasaan hingga ke Thailand. Jadi, tidak heran jika terjadi hubungan budaya, seperti mengenal alat musik ranak ek yang menyerupai xilofon.
Demikian alat musik negara lain yang mirip instrumen di relief Borobudur. Berdasarkan catatan, Kerajaan Mataram kuno memiliki sejarah yang kompleks, sebab menyangkut beberapa kerajaan lain seperti Sriwijaya. Oleh karena itu, bisa saja masyarakat nusantara telah mengenal berbagai alat musik negara lain, bahkan jauh sebelum Candi Borobudur berdiri.
Pada akhirnya, tidak berlebihan jika menyebut Borobudur pusat musik dunia, sebab relief di candi tersebut menunjukkan citra seni musik di zamannya. Pasalnya, relief tergolong sebagai sumber data material culture masa lalu, yang mana memiliki sifat tampak dan menghadirkan berbagai informasi. Jadi, penting kiranya merekonstruksi peradaban di relief candi, salah satunya melalui acara bertajuk Sound of Borobudur .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H