Mohon tunggu...
Asri Nuraeni
Asri Nuraeni Mohon Tunggu... -

Student of Communication, Paramadina University. Suka blogging, baru menyukai hiking. Ngeblog juga di www.jurnalasri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

"Mengenal Tambang Lebih Dekat: Learn from The Expert”

26 Desember 2013   19:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:28 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendapat kesempatan mengenal lebih dekat dunia pertambangan melalui program Sustainable Mining Bootcamp membuat saya berteriak dalam hati “wah seriusan nih?! Jelas, gue pengen banget ikut!”

Kenapa saya begitu tertarik? Pertama, background saya di bidang komunikasi—dimana pengetahuan saya mengenai tambang menambang masih minim, yang saya tahu hanyalah pengetahuan sekilas mengenai pertambangan yang saya dapat sewaktu duduk di bangku SD-SMP.

Informasi mengenai pertambangan yang saya tangkap dari berita seringkali adalah tentang dampak buruk tambang terhadap lingkungan, seperti halnya kasus Teluk Buyat. Atau berita mengenai eksploitasi Sumber Daya Alam yang tidak menguntungkan masyarakat di Lingkar Daerah Tambang, sampai berita mengenai aksi protes yang dilakukan warga. Informasi negatif memang seringkali tidak imbang dengan informasi positif. Prinsip "bad news is a good news" memang masih diterapkan.

Kesan berbeda saya dapatkan ketika mempelajari bagaimana PTNNT (PT Newmont Nusa Tenggara) merangkul masyarakat untuk berkembang bersama. Taglinenya “Mewujudkan kepemimpinan di bidang keselamatan kerja, perlindungan lingkungan, dan tanggung jawab sosial” bukan hanya jargon belaka. Saya melihat ada komitmen yang sungguh-sungguh dijalankan perusahaan dalam membangun sebuah peradaban. Bukan hanya mencari keuntungan ekonomi saja, tetapi juga mendukung perkembangan manusia-manusianya.

Investasi pada Pendidikan

Sebuah langkah yang tepat, ketika bagian keuntungan dari hasil pertambangan diinvestasikan untuk pendidikan. Logikanya, hasil dari tambang adalah hasil kekayaan bumi tak terbarukan—yang nantinya akan habis dan tidak bisa dimanfaatkan lagi. Sedangkan investasi pendidikan bagi manusia-manusia Indonesia adalah investasi jangka panjang yang menurut saya adalah investasi yang nilainya tak terhingga. Ketika Sumber Daya Manusia-nya sudah mendapatkan pendidikan, kelak nanti mereka akan memanfaatkan ilmu dan kreativitasnya untuk kemajuan bersama. Setidaknya mereka sudah punya modal untuk memajukan daerahnya.

Investasi pendidikan bagi manusia-manusia Indonesia dilakukan oleh PTNNT (PT Newmont Nusa Tenggara) bisa dilihat dari program beasiswa yang dijalankan. Dari rilis yang dipublikasikan, program beasiswa ini terdiri dari Beasiswa Perak, Beasiswa Emas, Beasiswa Platinum, Beasiswa Peningkatan Prestasi, dan Beasiswa Bulaeng. Beasiswa ini ditujukan untuk siswa dan mahasiswa berprestasi dari wilayah Sumbawa (khususnya daerah Sumbawa Barat dan daerah sekitar tambang), di samping wilayah lainnya di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dari program beasiswa pada periode XV (tahun 2012/2013) saja, menyasar ±895 siswa dan mahasiswa.

Manfaat pun dirasakan oleh Yari Ade Saputra (25) yang telah menyelesaikan kuliahnya di jurusan Hukum Unram, begitupun dengan saudara kandungnya Nova Arianingsih yang menyelesaikan sarjana pendidikan Bahasa Inggris. Orang tua keduanya yaitu Muhammad Yasin yang bekerja di perusahaan sub kontraktor pengeboran. Keluarga ini tinggal di daerah ligkar tambang.

Kontroversi Pengelolaan Limbah

Selain kontribusi di bidang pendidikan, yang menarik perhatian saya adalah bagaimana management PTNNT dalam mengelola limbah tambangnya. Beberapa waktu terakhir, PTNNT mendapatkan penghargaan ADITAMA kategori emas ketiga kalinya sebagai best of the best dari Kementrian ESDM RI atas upaya pengelolaan lingkungan sepanjang 2012.

Seringkali perihal pengelolaan limbah pertambangan (tailing) inilah yang menjadi sumber kontroversi aktivitas pertambangan.  Tailing menurut salah satu sumber adalah sebutan untuk hasil buangan dari aktivitas pertambangan. Tailing bisa berupa batuan atau tanah halus sisa-sisa dari pengerusan dan pemisahan (ekstraksi) mineral yang berharga (tembaga, emas, dan perak) dengan bahan tambang. Tailing terdiri dari 50% praksi pasir halus dengan diameter sekitar 0,075-0,04 mm dan 50% terdiri dari praksi lempung dengan diameter kurang dari 0,075mm.

Sumber lain menjelaskan, tailing bisa berwujud gas, cair, dan padat. Secara fisik gas buangan mengandung partikel-partikel debu dan secara kimia merupakan larutan berbagai jenis gas tergantung dari mineral bijih yang diolah. Sedangkan limbah cair mengandung bahan-bahan kimia beracun dari logam-logam berat dan sianida dengan konsentrasi yang relatif masih tinggi. Sedangkan limbah padat mempunyai komposisi utama sesuai dengan batuan induknya. Kemudian dijelaskan lebih lanjut jenis tailing yang dialirkan ke dasar laut bisa berupa aliran asam tambang (Acid Mine Drainage), sedimen, sianida, dan logam berat. Secara garis besar tailing ini berpengaruh pada pendangkalan dan perubahan bentang alam dasar laut yang disebabkan sedimentasi, juga berpengaruh pada kesuburan perairan, terkontaminasinya biota laut, dan rusaknya keanekaragaman hayati.

Penghargaan Aditama yang diraih oleh PTNNT selama tiga kali berturut-turut sebagai bukti bagaimana PTNNT  serius dalam pengelolaan lingkungan dengan mematuhi regulasi yang dibuat oleh pemerintah. Dari site www.pnnt.co.id disampaikan bahwa pengelolaan lingkungan yang dilakukan PTNNT mencakup pengelolaan batuan penutup, pengelolaan erosi dan sedimentasi, pembibitan, reklamasi dan vegetasi, sarana penunjang, dan pemantauan lingkungan pertambangan.

Merangkul Masyarakat

Hal lain yang menarik adalah bagaimana kontribusi PTNNT dalam mengembangkan masyarakat di sekitarnya. Usaha mengembangkan komunitas-komunitas di sekitar dilakukan melalui program community development. Community Development seperti halnya pembangunan fisik maupun program-program yang mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pembangunan fisik seperti pembangunan gedung serba guna (GSG) di daerah Seteluk, stadiun Magaparang, Menara 99 Islamic Center, pemasangan listrik di desa-desa terpencil, perbaikan jalan, pengadaan air bersih, pembangunan dan rehabilitasi mesjid dan ruang rawat inap Puskesmas. Sedangkan pembangunan non fisik seperti program kelompok belajar dan program pengembangan kapasitas masyarakat. Adanya PTNNT ini juga mendorong tumbuhnya industri pengolahan serabut kelapa menjadi coconet yang dijalankan oleh kaum Ibu yang tergabung dalam UKM (Usaha Kecil Menengah). Coconet merupakan jaring yang terbuat dari serabut kelapa yang bermanfaat untuk keperluan revegetasi areal lahan bekas tambang yng memiliki kontur miring. Coconet berfungsi sebagai penahan benih agar tidak mudah jatuh oleh air hujan. Munculnya rantai ekonomi ini, jelas meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.

What would PTNNT do after 2022?

Apa yang akan dilakukan oleh PTNNT setelah tahun 2022 inilah yang juga membuat saya penasaran. Analisis dampak lingkungan PTNNT yang dirilis tahun 2010, menyampaikan bahwa masa beroperasi PTNNT sampai dengan tahun 2022.

Beberapa contoh kasus menunjukkan, daerah bekas tambang bisa diubah menjadi lahan hijau agribisnis dan daerah pariwisata. Cerita sukses datang dari seorang warga asli Bangka, Bapak Djohan yang memanfaatkan dan menghijaukan lahan seluas 100 hektar dari 300 hektar lahan bekas tambang yang dibelinya. Lahan hijau ini diintegrasikan dengan peternakan yang ia bangun. Modal awal Djohan dalam membangun BBG adalah tiga ekor sapi Bali, enam ekor sapi perah, serta 14 ekor pedet. Dari kotoran sapi-sapi tersebut digunakan sebagai kompos untuk menetralkan air di dalam kolam budidaya ikan, kompos juga akan mengembalikan unsur hara tanah yang diperlukan tanaman. Pengubahan lahan dari lahan bekas tambang menjadi lahan yang bisa dijadikan bisnis berbasis pertanian ini menjadi contoh bagi daerah-daerah bekas tambang lainnya yang sering diabaikan setelah aktifitas tambang dihentikan.

[caption id="attachment_286170" align="aligncenter" width="300" caption="sumber: readersdigest.com"][/caption]

Selain menjadi kawasan agribisnis, area bekas tambang juga berpotensi menjadi kawasan pariwisata. Seperti halnya objek wisata Lubang Suro yang berada di Sawah Lunto, Sumatera Barat. Di Lubang Suro, pengunjung dapat melakukan napak tilas pada areal bekas penambangan yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Pemanfaatan areal bekas tambang menjadi daerah/situs pariwisata mempunyai peranan penting bagi perjalanan sebuah bangsa. Mengapa demikian? Ketika situs tersebut di pelihara, anak cucu kita atau generasi muda mendatang akan melihat bagaimana perjalanan bangsanya. Bagaimana kekayaan alam dimanfaatkan dengan bijak untuk perkembangan manusia-manusianya.

[caption id="attachment_286171" align="aligncenter" width="240" caption="Lubang Suro, Sawah Lunto"]

1388060807462771825
1388060807462771825
[/caption]

Lain ladang lain belalang, lain tempat lain pula kebijakannya. Saya sendiri belum tahu bagaimana rencana pemanfaatan areal bekas tambang PTNNT setelah tahun 2022. Pastinya PTNNT sudah mempunyai rencana (timeline) yang akan dijalankan agar masyarakat yang awalnya bergantung pada pertambangan, bisa melanjutkan kehidupannya.

Mengikuti program Sustainable Mining Bootcamp (SMBootcamp) akan menjadi sebuah pengalaman bermakna. Kenapa bermakna? Karena saya akan belajar dari ahlinya. I will learn from the expert. Sebuah perusahaan yang mengelola tambang secara terintegrasi antara pertambangan yang bertanggungjawab, pengelolaan lingkungan, dan tanggung jawab sosial.

Jumlah adalah kumulatif dari angka sasaran setiap program beasiswa yang dirilis Program Beasiswa PTNNT Periode XV, 2012/2013.

http://www.ptnnt.co.id/id/kegelisahan-warga-lingkar-tambang-batu-hijau.aspx. Monday, November 11, 2013 4:54:00 PMCategories:GovernmentManajemen. Diakses pada 22 Desember pukul 5.30

http://learnmine.blogspot.com/2013/06/tailing-limbah-pertambangan.html#axzz2oZDeJe5P diakses pada 22 Desember 2013 pukul 5.40

http://bacabuku69.blogspot.com/2010/02/limbah-tailing-tambang-dampaknya.html. Diakses pada 23 Desember 2013 pukul 5.00

Penilaian dampak sosial Proyek Batu Hijau. Sumbawa, 2010.

[6] http://www.readersdigest.co.id/sobat/sobat.inspiratif/mengubah.lahan.tambang.jadi.lahan.hijau/008/001/61. Diakses pada 24 Des 2013. Pukul 06.00

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun