Mohon tunggu...
Asraf Wirnadi
Asraf Wirnadi Mohon Tunggu... Arsitek - Dokter

Suka main bola, namun suka belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Menyesal Cabut MDA Ayah, Ibu

28 September 2024   21:51 Diperbarui: 28 September 2024   21:51 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah beberapa hari Askar bolos mengaji. Ibunya sudah kewalahan menghadapi tingkahnya  itu. Ada-ada saja alasan ia absen mengaji. Terkadang ia pura-pura sakit, sampai kerja kelompok, dan takut dengan guru ngajinya.

Sebenarnya Askar bolos mengaji karena ia sering dimarahi oleh buk haji dan suaminya yang mengajar ngaji di MDA karena Askar sulit sekali memahami pelajaran irama. Oleh sebab itu Askar selalu bolos bersama temanya, Ajis.

Ibunya sudah tahu bahwasanya Askar sering bolos karena mamanya Ajis juga sering memberitahu bahwa Ajis sering ikut Askar bolos. Mereka sama-sama sulit memahami pembelajaran irama. Ibunya juga sudah sering menasehatinya.

Sedangkan bapaknya sendiri sudah angkat tangan dengan kelakuannya. Walaupun sudah dihukum beberapa kali. Askar tampaknya tidak memperlihatkan tanda-tanda akan jera. Bapak Askar akhirnya sudah tidak ambil pusing dengan tingkah anaknya. Ia akan acuh tak acuh membiarkan Askar membolos begitu saja.

Berbeda dengan ibunya, setiap hari ia melakukan berbagai cara agar anaknya mau kembali mengaji. Hal itu sampai membuat Bapaknya jengah melihat kelakuan istrinya.

"Sudah biarkan saja semau dia, Bu. Yang penting dia masih mau bersekolah." Protes Bapaknya waktu itu.

"Mau jadi apa anak kita kalau tidak punya pendidikan agama, Pak? Agama sebagai fondasi agar kelakuan anak kita nanti terarah. Percuma nanti anak kita sukses menjadi pejabat atau menjadi para elite politik kalau tidak punya pegangan agama. Nanti dia akan berbuat semena-mena pada sesamanya. Bahkan bisa korupsi." Panjang lebar Ibunya menjelaskan.

"Sekarang para pejabat dan para elite saja tidak peduli dengan agama, Bu." Jawab Bapaknya bodoh.

"Husss! Jangan bilang begitu Pak, nanti ada yang dengar. Itu urusan orang lain. Naudzubillah min dzalik. Jangan sampai anak kita seperti itu, Pakne!" Tambah istrinya sambil melotot. 'Bodohnya suamiku ini.' Kata Ibu Askar dalam hati.

Kalau sudah begitu, bapaknya hanya melengos, meninggalkan istrinya yang sedang berbicara panjang lebar.

Untungnya Askar melihat pertengkaran bapak dan ibunya tersebut seketika ia langsung tersadar bahwa begitu penting nya belajar mengaji untuk kehidupan sehari-hari. Dan Askar ingin berubah agar tidak bolos sekolah lagi dan meminta maaf kepada gurunya tersebut.

Ibunya Askar pun melihat Askar dan langsung mengajak Askar kekamar dan memberitahu" Ibu tetap ingin Askar menjadi anak yang lebih baik dari Ibu. Ibu berharap Askar tumbuh menjadi seorang yang pintar dan dan berbudi luhur serta selalu taat perintah-perintah agama untuk menghindari hal-hal yang menyesatkan hidupnya.

 Ibunya Askar tidak ingin melihat Askar sengsara karena cabut-cabutan. Oleh karena itu, ia mengajari hal-hal yang baik kepada Askar sehingga ia pun tumbuh menajadi  pria yang cerdas dan baik prilakunya.

"Askar memang sedikit nakal akhir-akhir ini Bu, dulu ia murid panutan bagi teman-temannya karena ia anak yang baik," kata Bu Haji sambil menatap ibu Laura prihatin.

Ibu Laura hanya memijat-mijat keningnya mencoba melepaskan beban yang membuat kepalanya pusing.

Awalnya, Askar memang anak yang baik dan penurut. Ia anak yang cerdas dan tidak pernah absen mengaji. Namun, akhir-akhir ini, ia mulai memperlihatkan permusuhan kepada Kiai dan Bu Haji istri guru ngajinya. Beberapa minggu sebelum ia membolos, Askar sering membuat ulah di Surau. Terkadang ia mencuri mangga milik Kiai, merusak tanaman Bu Haji, melempari genteng Surau atau menyamar menjadi pocong dan membuat teman-temannya terbirit-birit lari ketakutan meninggalkan Surau

Setelah ibunya dipanggil tersebut Askar berjanji agar tidak cabut mengaji lagi dan selamanya menjaga alquran dan terus mengaji.

Pelajaran yang dapat diambil jangan pernah menganggap semua orang yg marah kepada kita bahwa mereka benci sebenarnya mereka peduli dan ingin kita menjadi orang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun