Mohon tunggu...
asri supatmiati
asri supatmiati Mohon Tunggu... Editor - Penuli, peminat isu sosial, perempuan dan anak-anak

Jurnalis & kolumnis. Penulis 11 buku, 2 terbit juga di Malaysia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belum Puas Baca Buku di Perpusnas

5 Juli 2019   16:01 Diperbarui: 5 Juli 2019   16:08 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Asri Supatmiati

Founder Revowriter

Berkunjung ke perpustakaan seharusnya menyiapkan waktu seharian. Apa jadinya kalau cuma 2,5 jam. Apalagi membawa anak-anak yang selalu haus bacaan. Ah, kami pasti akan datang lagi ke Perpustakaan Nasional. 

***

"Mi, apakah ini termasuk perpustakaan terbesar di dunia?" tanya si nomor tiga saya, Ariiq (10), ketika langkah kaki kami sampai di pelataran Perpustakaan Nasional. Sebelumnya, ia pernah saya pertontonkan tentang perpustakaan-perpustakaan terbaik di dunia via Youtube. Rupanya itu menjadi maklumat untuk membandingkannya dengan perpustakaan ini. "Bukan, ini cuma terbesar saja di Indonesia, tapi tertinggi di dunia dari segi bangunannya," jawab saya.

Ya, Ahad (30/6) lalu kami datang ke sini sebagai salah satu kegiatan mengisi liburan tahun ajaran baru. Sebut saja wisata literasi. Sebelumnya, saya sudah mencari informasi bahwa perpus ini buka pada hari Ahad. Sebab, dulu awal diresmikan hanya buka hari kerja. Bersyukur sejak 2018, Ahad pun buka.

Pagi-pagi, kami berburu buku dulu ke Pasar Senen (baca cerita sebelumnya di sini: ). Lalu sekitar pukul 11.00 WIB, kami beranjak ke Perpusnas. Lokasinya ada di seberang Monas dan tak jauh dari Balaikota Jakarta. Tepatnya Jalan Medan Merdeka Selatan. Kalau dari Bogor, bisa naik kereta turun di stasiun Cikini atau Gondangdia, lalu naik bajai, taksi atau kendaraan online.

Kami tiba sekitar pukul 11.30 WIB. Perut pun sudah mulai keroncongan. Kesiangan memang, karena tujuan city tour ke Jakarta kali ini memang ke beberapa lokasi. Perdana ke sini, tentu saja kegiatan yang dominan malah foto-foto hehe. 

Turun dari kendaraan, kami langsung ambil gambar dulu di papan nama Perpustakaan Nasional. Kami lantas melangkah ke halaman. Di taman bagian kiri, ada bangunan bertuliskan Galeri Kepresidenan. Tentu saja tak ketinggalan jadi objek foto.

Lanjut ke pintu utama perpustakaan, kami masuk ke rumah bergaya Betawi lama. Rumah ini berfungsi sebagai galeri atau musium. Ada dua set meja-kursi bergaya kuno. Di belakangnya, dinding bertempelkan berbagai informasi. Masuk ke ruangan sebelah kanan, anak-anak tertarik dengan gambar sejarah perpustakaan di Indonesia, karena sebagian gambarnya bergerak-gerak.

Di sini ditampilkan berbagai informasi tentang sejarah literasi. Ada pajangan sepeda kuno, meja duduk untuk membaca dan sudut baca. Tepatnya, sudut untuk berpose baca. Foto lagi.

Kami tidak sempat mencermati satu persatu seluruh sudut ruangan di rumah ini, hingga akhirnya keluar ke pintu pintu belakang. Terhamparlah halaman luas. Tampak berdiri kokoh, bangunan utama perpustakaan 27 lantai itu. 

Kami pun masuk. Menitipkan barang berupa buku-buku dan naik eskalator. Pengennya, mau naik eskalator terus supaya tahu suasana setiap lantai. Ternyata tidak bisa. Karena tinggi, tidak seluruh lantai terhubung eskalator.

Sampai di lantai tiga, beralih naik lift. Namun karena pengunjung ada yang naik lift sejak lantai dasar, jadi antrean cukup lama. Tujuan kami ke lantai 23 yang katanya tempat utama. Salahnya, kami tidak baca petunjuk dulu. 

Ternyata di lantai 23 hanya koleksi bundel majalah. Menurut salah satu petugas, biasanya untuk pengunjung yang melakukan studi pustaka atau riset. Kami disarankan ke lantai 7 untuk layanan anak-anak. Dan diberitahu pula kantin di lantai 4 dan musala di lantai 7.

Akhirnya, karena perut sangat lapar, kami ke lantai 4 dulu. Pesan menu, cuma ada pilihan nasi ikan nila, soto dan bakso. Menu lain sudah habis. Kami memesan menu soto, seharga Rp19 ribu perporsi. Harus bayar dulu di kasir, antre cukup panjang. 

Selesai, duduk menunggu menu. Waktu sudah cukup terbuang. Cukup lama kami menunggu sampai bolak-balik bertanya, kapan menu kami datang. Mungkin karena Ahad, pengunjung banyak.

Usai makan, kami ke lantai 6 untuk salat. Berhubung lift antre lama, kami naik tangga darurat, mengikuti  pengunjung lain dan petugas yang juga melintasi tangga itu. Dari lantai 6, kami naik satu lantai ke lantai 7, tempat perpustakaan anak-anak. 

Masih dengan menggunakan tangga. Nah, di sini, kita harus menyimpan sepatu atau sendal di lemari tertutup. Setelah itu masuk dan registrasi. Anak-anak mulai membaca buku. Sayangnya kami tak sempat mencoba layanan edukatif di komputer.

Tiba-tiba, dari mikropon terdengar pengumuman bahwa pukul 14.00 WIB Jalan Merdeka Selatan akan ditutup, karena ada karnaval dalam rangka HUT ibukota. Kamipun berpikir untuk menyudahi kunjungan. 

Selain khawatir tidak dapat kendaraan, masih ada satu objek kunjungan yang harus kami datangi. Akhirnya sekitar pukul 14.30, kami turun. Di tepi jalan, warga Jakarta sudah tumpah ruah ingin menyaksikan karnaval.

Kami memesan mobil online ke Mal Grand Indonesia. Langsung menuju ke musala untuk salat asar. Setelah itu ke lantai 3 ke konter Muji untuk membeli pernak-pernik yang diidamkan. Pukul 17.00, kami berjalan ke Bundaran HI, dengan tujuan ke Stasiun MRT.

 Di seputar bundaran HI warga Jakarta masih menunggu karnaval yang belum juga lewat. Trotoar sudah penuh manusia. Sampai di stasiun MRT, ternyata kondisi sama sesaknya. Antrean panjang sekali. 

Kami putuskan tidak jadi naik MRT. Lain kali saja. Menjelang maghrib kami menuju stasiun Sudirman dengan berjalan kaki. Sore yang redup, tapi kaki cukup pegal-pegal. Kami mampir ke kafe untuk mengisi perut. Memesan menu mi, roti bakar dan sejenisnya.

Salat maghrib di stasiun, kami naik Commuter line kembali pulang ke Bogor. Begitulah, kunjungan perdana belum puas. Tak sempat mengunjungi seluruh lantai dan khusyuk menyimak buku. Tak sempat ke lantai teratas. Padahal katanya bagus, bisa memandang Monas. Mungkin, lain kali harus datang lebih pagi. Bisa juga menyiasati dengan datang di hari kerja, bukan hari libur.(*)

Bogor, 5 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun