Suatu ilmu dapat bermanfaat apabila ilmu tersebut diamalkan, baik kepada diri sendiri maupun khalayak umum. Harus ada keseimbangan antara keduanya, ilmu itu tak akan manfaat jika tak dibarengi dengan amal, dan amal tak kan sempurna jika tidak didasari dengan ilmu. Dalam ranah Tasawuf, objek yang dikaji adalah hati, tempat pusat pengendalian diri. Tidak sedikit dari para saalik berusaha keras menjalankan amalan-amalan yang didapatkan dari sang Guru, namun pada kenyataannya para saalik tersebut masih saja senang untuk mengumpat dan menyakiti sesama, dan hal tersebut bukanlah ajaran sang guru.
Guru mengajarkan bagaimana bisa menjadi manusia seutuhnya, bukan menjadi manusia yang selalu merasa paling benar atas apa yang telah diajarkan. Â Tentunya banyak faktor yang mempengaruhi emosi dan sikap para saalik , berkaitan dengan ilmu dan amal, para saalik tidak cukup hanya berzikir saja sepanjang harinya, ini adalah jalan Tasawuf, tapi Tasawuf juga tidak menafikan pondasi Islam lainnya, yakni akidah dan syariat.
Para guru membimbing bagaimana kau mendidik hatimu dengan mengingat-Nya, namun jangan sepelekan syariat yang juga menjadi kewajiban. Bukan karena tuntunan dan bimbingan yang tidak sempurna, hanya saja kita yang belum secara maksimal berusaha. Zikir wajib dijalankan tiap-tiap bada salat lima waktu dan waktu-waktu lainnya, perlu diperhatikan, tak hanya zikir saja yang hendaknya mendapat perhatian khusus, namun juga salatnya.
Syariah secara lengkap mengatur bagaimana tuntunan salat menurut mazhab imam-imam fiqh yang disepakati, sebagai saalik juga harus memperhatikan hal tersebut, bahkan hal kecil sekalipun, bagaimana salatnya dapat sah, jika ketika berwudlu masih menggunakan sandal ghasab? Jika salatnya sudah tidak benar, maka runtutan selanjutnya juga sama, oleh karena itu, sebagai saalik, tidak hanya kesucian dan kebersihan jiwa saja yang diperhatikan, tapi juga kesucian dan kebersihan dlahir dari perkara-perkara yang tidak seharusnya, harus berhati-hati.Â
Demikianlah mengapa tak hanya umat muslim secara umum saja mengalami kemunduran akhlak, namun juga para saalik yang notabenenya adalah para penempuh jalan ruhani dan pelaku syariat, permasalahan dan kemajuan jaman ikut menggerogoti kesungguhan dan keimanan yang menjadi fitrah mereka. Memang tragis melihat keadaan jaman sekarang ini, sesama muslim saling mengkafirkan, sesama mukmin saling menghina, fitnah tersebar dimana-mana, padahal kita dan mereka berasal dari yang Satu, namun diri ini masih belum mampu mengesakan yang Satu.
Ya, perpecahan memang sudah sunnatullah dan tidak dapat terelakkan, namun apakah para saalik yang statusnya adalah mereka yang menempuh jalan rohani harus ikut terjun dalam kondisi yang demikian, atau mereka hanya berpura-pura menjadi saalik untuk alasan tertentu? Diam bukan berarti tidak perduli, adakalanya diam sangat dibutuhkan untuk kemashlahatan bersama.
Sesama muslim, sesama mukmin saling menyalahkan atas suatu fenomena yang terjadi, tak satupun yang berani mengakui kesalahan diri sendiri, saling tuding, saling fitnah, maka harusnya difikirkan, siapakah kita sesungguhnya, anak cucu nabi Adam as kah atau justru anak cucu Iblis?Â
Dunia ini imbang dan diciptakan untuk semua umat manusia. Manusia diciptakan dengan telah diberikan jalan dan arahan, mereka juga disempurnakan dengan hati dan akal yang harus difungsikan untuk menimbang dan memilih, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan. Jadi, manusia bebas menentukan pilihan dalam hidupnya, baik menjadi anak cucu Adam ataukah menjadi anak cucu Iblis.
Ya itu tergantung pilihan kita masing-masing, namun hendaknya pilihan tersebut haruslah sejalan dengan misi kenabian dan estafet dakwah para ulama dan auliya, yakni akhlak karimah.
Wallahu A'lam bishshawaabÂ
Jika ku mengangkat tanganku
Tak selalu aku sedang memohon kepada-Mu wahai Sang Pencipta Alam
Kadangkala aku sedang merayumu dengan bualan-bualan palsu
Bualan orang munafik yang tak patut didengar
Bahkan ketika ku tersadar aku pun malu
Jika ku menutup kedua mataku
Tak selalu aku sedang berabithah kepadamu wahai sang Guru terkasih
Kadangkala aku sedang merayumu dengan amalan-amalan palsu
Amalan yang tak patut dilihat
Bahkan ketika aku tersadar aku pun hanya dapat terdiam
Namun kali ini,
Menjadi sesuatu dalam ujung jari tanganku
Dan menjadi angan dalam wasilah mataku
Ini bukanlah bualan ataupu  rayuan
Tepat di hadapan pusaramu wahai Guruku
Semoga Allah Swt mendengarkannya.....
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Mudah-mudahan Allah menumbuhkan kasih sayang diantara kalian termasuk pada orang-orang yang memusuhi kalian. Dan Allah Maha Kuasa dan juga Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Tiada Tuhan selain Engkau yang Maha Suci, dan sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.