Mohon tunggu...
Aspianor Sahbas
Aspianor Sahbas Mohon Tunggu... profesional -

alumni pascasarjana Jayabaya,bekerja di Indonesia Monitoring Political Economic Law and Culture for Humanity (IMPEACH)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Makar atau Pemberhentian Presiden

8 Desember 2016   05:19 Diperbarui: 8 Desember 2016   06:44 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : ASPIANOR SAHBAS

Belakangan ini ada sejumlah orang yang ditangkapi oleh aparat keamanan dengan tuduhan makar.

Secara sederhana makar sering diartikan dengan upaya oleh sekelompok orang yang ingin menggulingkan pemerintahan yang sah.

Tidak jelas dengan cara apa menggulingkannya, apakah dengan cara mengangkat senjata, melakukan demonstrasi secara besar-besaran (people power)  atau sekedar rapat-rapat merencanakan sesuatu untuk memberhentikan Pemerintah yang berkuasa  dalam hal ini àdalah Presiden.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, soal pemberhentian Presiden dalam masa jabatannya bukanlah hal baru. Presiden Soekarno, Presiden Soeharto dan Presiden KH Abdurrahman Wahid pernah diberhentikan oleh MPR melalui Sidang Istimewa. Semuanya diawali oleh tekanan massa melalui demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat bersama dengan mahasiswa. Demonstrasi itu dilakukan dengan tujuan untuk menyampaikan aspirasi kepada MPR agar dapat melakukan  langkah-langkah konstitusional dalam memberhentikan Presiden.

Jadi, penyampaian aspirasi sepanjang mekanismenya dilakukan dengan cara-cara konstitusional tidaklah dapat dikatagorikan sebagai makar.
Mengenai mekanisme Pemberhentian Presiden sebagaimana diatur dalam UUD 1945 hasil amandemen dapat dibaca pada beberapa Pasal yang terkait dengan itu.Misalnya Pasal 3 ayat 3.Pasal 7A dan 7B. Terkait dengan itu juga terdapat dalam kètentuan Pasal 24C ayat 2.

Namun pada intinya Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya apabila Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, melakukan tindak pidana berat lainnya, atau melakukan perbuatan tercela,atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Prinsip ini sejalan dengan prinsip negara hukum dan sistem pemerintahan presidensial. 

Pemberhentian seorang Presiden tidak boleh djlakukan hanya karena alasan-alasan politis tapi karena alasan hukum.

Secara detil mengenai mekanisme pemberhentian Presiden ini dapat dibaca dalam UU Mahkamah Konstitusi termasuk PMK tentang bagaimana beracara dalam Sidang Mahkamah Konstitusi yg berhubungan dgn pemakzulan Presiden.

Aspianor Sahbas adalah Direktur Indonesian Monitoring Political Economic Law and Culture for Humanity (IMPEACH)

Menulis Tesis tentang IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP USUL PENDAPAT DPR ATAS DUGAAN PELANGGARAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun